Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Kalimantan yang dia tulis di Intisari edisi Agustus 1979 dengan judul asli "Melancong ke Kalimantan".Intisari-Online.com -Pukul 14.00 tibalah kami di dermaga ferry dan antri sebagai mobil no. 16 untuk menyeberang. Biayanya Rp 1000 untuk jip dan Rp 25 untuk orang.Ferry satu-satunya mondar-mandir untuk menghubungkan kedua tepi S. Mahakam tiap setengah jam dalam waktu kurang lebih 10 menit penyeberangan. Pengapalan dan pendaratan kendaraan secara "rollon and roll-off" lancar sekali.Langsung saya menuju ke jurusan pusat kota Samarinda yang lebih kurang 7 km ke hilir S. Mahakam. Dari kota yang saya pernah kunjungi hampir 40 tahun yang lalu ini, yang diingat dan digunakan sebagai patokan adalah batas paling hilir, yaitu Karangmumus. Bukan nama-nama saja yang berlainan, namun buat saya semuanya berubah. Kota meluas, memadat, tambah cantik dan modern.Kami menginap di mess PT MS. Pemimpinnya Ir. Yahya begitu baik menemani dan membantu kami lebih mengenali kotanya. Tujuan utama kami ke Kalimantan ialah menelusuri S. Mahakam sedalam-dalamnya dengan bis air.Menurut koran yang pernah saya baca, hal itu dapat dilaksanakan sampai Long Iram.Dengan perkiraan ini pada tanggal 25 April 1979 pukul 07.30 kami ke dermaga ferry, untuk memesan tempat di bis air (BA) ke hulu Mahakam. Ternyata ada bis air hanya sampai Muara Muntai sejauh 201 km (Long Iram sejauh 404 km), yang akan berangkat pukul 10.00 (Belum sebulan setelah kami kembali dari Kalimantan, hubungan dengan Long Iram dengan bis air dibuka.Sayang sekali terlambat! Saya beli 2 helai karcis a Rp 1500 dan mendapat nomor tempat duduk, di antara 42 buah. Konon BA itu akan sampai pukul 12.00 malam, dan kami dapat menginap di sebuah losmen. Saya pikir esoknya akan mencari pengangkutan selanjutnya ke Long Iram.Kebetulan di dekat loket ada seorang pramugari BA mengatakan esoknya akan ada BA yang akan dicoba ke Muara Bengkal, suatu kota sejauh 368 km ke hulu Samarinda. Langsung saya tanya apakah kami boleh ikut, walaupun harus membayar. Dikatakan agar saya ke kantor (sejauh 7 km) untuk menghubungi bapak kepala.Mesin jip sudah dihidupkan untuk ke sana, ketika kami dipanggil karena kebetulan Bapak R. Soewarto, Kepala Sub. Proyek ASDF (Angkutan Sungai, Danau dan Ferry) Kaltim, baru datang di situ.Kepada beliau (kebetulan seorang pembaca Intisari juga) saya utarakan maksud kami. Ternyata, bukan saja tak usah bayar, bahkan kami mendapat undangan resmi untuk mengikuti pelayaran percobaan ke Muara Bengkal pada esok harinya tanggal 26 April 1979 pukul 07.30.Secara bergurau beliau juga minta agar isteri saya membantu masak selama pelayaran, yang akan memakan waktu sekitar 40 jam itu. Dengan senang hati kami menyanggupinya.
Pada saat yang ditentukan kami tiba di dermaga ferry dengan membawa bahan pangan ala kadarnya untuk sangu.Ternyata bahwa kami akan ikut serta sudah diberitahukan kepada semua pembantu di dermaga ferry. Penyambutan, keramahan dengan keterangan-keterangan mereka sangat mengesankan kami.Begitu Pak Soewarto datang, Bis Air 004 siap berangkat memulai pelayaran percobaannya ke Muara Bengkal.