Inilah cerita H.O.K. Tanzil saat pergi ke Kalimantan yang dia tulis di Intisari edisi Agustus 1979 dengan judul asli "Melancong ke Kalimantan".Intisari-Online.com -Bis Air buatan Yugoslavia tahun 1977 ini berbobot 30 ton dengan daya 2 kali 175 T.K., panjang 18.77 m, lebarnya 4.72 m, tingginya 1.45 m dan sarat air hanya 0.75 m.Di dalamnya ada 7 baris terdiri dari 3 tempat duduk kiri dan kanan, sehingga dapat menampung 42 orang duduk. BA yang sudah berjalan adalah dari Samarinda sampai Muara Muntai (201 km) yang tadinya hendak kami naiki.BA 004 yang berangkat pk. 09.30 melaju sekitar 24 km per jam. Di antara perlengkapan yang mutakhir yang dipunyai adalah alat SSB yang ada pada tiap BA dan di pusat (Samarinda, Banjarmasin, Pontianak dan Sintang). Untuk perjalanan ini dipasang alat pendingin (AC). Bila dikaryakan diganti dengan 4 buah kipas angin yang ditaruh di tiap sudut).Khusus untuk perjalanan ini telah dibawa perlengkapan masak/ makan dan bahan makanan. Hal ini sangat menggembirakan isteri saya yang segera dapat melenyapkan mabok air!Kami bernasib baik dapat menikmati pelayaran istimewa ini yang semula tidak diduga sama sekali.Asyik juga menikmati naik BA menelusuri Sungai Mahakam yang lebar itu. Di sebelah kiri hampir tak putusnya nampak rumah penduduk yang telah kami ketahui sewaktu berjip ke Tenggarong.Di sebelah kanan perumahan agak kurang. Kelihatan bentuknya sederhana, namun tidak ada yang berupa rompok. Semua rumah didirikan di atas tonggak pohon kayu, berdinding papan atau gedek dan beratap kajang.Di kampung-kampung agak besar, tidak jarang nampak rumah dari batu beratap sirap. Bahkan kerap kali terlihat menjulangnya antena TV.Menurut hemat saya, tingkat sosial-ekonomi rakyat di situ pasti tidak rendah atau kekurangan. Di tempat mereka menetap pasti terlihat banyak pohon pisang, kelapa dan buah-buahan yang bermanfaat.Di luar pemandangan tadi, sebagian besar berupa hutan belantara yang hampir tak terlihat di pulau Jawa.Bercakap-cakap dengan para ahli tehnik dan "crew" BA saya banyak memperoleh keterangan yang tak saya ketahui sebelumnya.Adakalanya BA mengurangi kecepatan bila melewati perahu-perahu ataupun dekat perumahan/kampung yang selalu mempunyai "batang dengan jambannya". Hal ini dilakukan untuk mengurangi benda-benda itu diombang-ambingkan ombak yang diciptakan BA.Nakhoda Muhayan Midi dibantu oleh 3 orang jurumudi yang masing-masing bertugas selama 4 jam. Karena Sungai Mahakam berliku-liku mereka mengemudi seperti saya mengemudikan mobil di daerah Puncak.Sementara itu kami lewat kampung-kampung (desa) Loa Janan, Jembayan dan Loa Kulu. Setelah 2 jam, BA singgah di Tenggarong.Perumahan yang tadinya hampir tak putus berjajar, selanjutnya hanya berupa kelompok-kelompok terpisah di kampung-kampung seperti: Hambalut, Separi, Segihan, Sebulu, Beloro dan Tanjung Harapan.Tampaknya mesjid merupakan lambang kemakmuran. Kubahnya paling jelas tampak dari jauh. Makin baik atau mewah, makin kayalah keadaan kampungnya.Kami lewati: Senomi, Selerong, Teratak, Benua Puhun, Rantau Hampang, lalu tibalah BA 004 di Muara Kaman, setelah berlayar 133 km dalam 8 jam.Di kecamatan itu para penumpang turun. Kantor camat, polisi, sekolah dan banyak waning makanan terletak berdekatan. Goreng udang besar yang dimasukkan kedalam kantong plastik dijajakan Rp. 150,— sekantong.