Intisari-Online.com - Bukan hanya perbedaan waktu, cuaca ekstrem juga mempersulit tubuh menyesuaikan diri dengan tempat baru. Jenis makanan yang berbeda dengan makanan kampung halaman misalnya sering membuat malas makan. Semuanya membuat jam makan tubuh jadi berubah. Saat sarapan jadi makan siang. Saat makan malam jadi cemilan sore.Profesor Hardinsyah, Ketua Umum Perhimpunan Ahli Gizi dan Pangan Indonesia atau PERGIZI Pangan Indonesia, mengungkapkan tingkat kesulitan tubuh untuk beradaptasi dengan masa jet lag saat di perjalanan tergantung perbedaan jam dengan waktu asal. Menurutnya kalau perbedaannya di bawah 6 jam, tubuh akan lebih mudah menyesuaikan diri. "Bila perbedaannya lebih dari 6 jam biasanya memerlukan masa adaptasi," ungkapnya.Cuaca juga merupakan faktor besar dalam menentukan jenis makanan yang dibutuhkan. Kebutuhan asupan makanan di cuaca panas tentu berbeda dengan di daerah cuaca dingin. Profesor yang juga Guru Besar di Institut Pertanian Bogor ini menjelaskan, perjalanan di daerah dingin memerlukan makanan penghangat badan.Dia mencontohkan beberapa makanan yang cocok di daerah cuaca dingin adalah lauk pauk yang digoreng atau dibakar, berbagai jenis sup dan tentunya minuman hangat.Kebalikannya dengan daerah cuaca panas, Hardinsyah mengatakan, perjalanan di daerah panas memerlukan makanan penyejuk badan seperti buah segar yang banyak mengandung air, minuman dingin terutama air putih.Dia menekankan agar para pelancong membatasi minum teh dan kopi. "Kafein yang dikandung kopi cenderung meningkatkan frekuensi buang air, dan ini bisa merepotkan dalam perjalanan," katanya.Beberapa tips agar masa jet lag tidak terlalu menggangu pola makan saat di perjalanan adalah:1. Makan dalam porsi secukupnya jangan sampai kekenyangan. “Kekenyangan akan menyulitkan biologis tubuh menyesuaikan”, ungkap Hardinsyah. (Fira Abdurachman / kompas.com)