Intisari-Online.com - Mimpi itu sendiri memang misteri, namun di balik mimpi tersembunyi banyak misteri. Benarkah orang mampit melukai orang lain saat ia terbuai dalam tidurnya yang lelap? Inilah cerita tentang misteri di balik mimpi.
---
Penyimpangan tidur selama REM pun menunjuk pada situasi si pelaku merasa didatangi "tamu". Beberapa ilmuwan mencoba menyelidiki perasaan "ditemani" itu. Menurut ahli saraf Michael Persinger, kondisi serupa dengan kesadaran akan keberadaan kita sendiri, yang informasinya tersimpan di belahan otak kiri.
Untuk menjawab rasa ingin tahunya, Persinger rnengadakan percobaan dengan merangsang belahan otak kanan dengan sensasi tertentu. Hasilnya, "Muncul perasaan akan kehadiran seseorang pada jarak yang terlampau dekat, sehingga terasa menakutkan."
Kemampuan untuk merasakan halusinasi ini makin besar, bila interaksi antara belahan otak kiri dan kanan makin besar. Hal ini banyak terjadi pada orang yang karena cedera pada otaknya menyebabkan hilangnya bagian pemisah antara dua belahan otak itu. Terbukti 80% pasien Persinger yang mengalami cedera sejenis merasakan situasi demikian. "Mereka mengira sudah mulai gila, padahal itu proses normal bila input tipe tertentu dari belahan otak kanan tak lagi seeksklusif belahan otak kiri."
Dulu, di kalangan masyarakat Eropa, ada yang menghubungkan ketindihan dengan peranan Succubus dan Incubus, roh jahat penggoda cinta. Di malam hari, katanya, roh itu akan mendatangi korban di tempat tidur, menduduki dadanya sehingga korban merasa sesak napas, lalu mengajak bercinta. Tak heran bila ketindihan dinamai juga mimpi buruk Incubus.
Yang menjadi pertanyaan, apakah Succubus dan Incubus itu benar ada? Sebaliknya, apakah ketindihan itu sekadar dipicu oleh mimpi buruk? Penulis Colin dan Damon Wilson berhasil melacak beberapa orang, salah satunya psikolog Stan Gooch. Gooch menyebut "tamu"-nya sebagai Succubus yang penampilannya merupakan kombinasi beberapa wanita kenalannya. la bersikukuh dalam keadaan sadar saat digoda Succubus, meski ia juga tidak menolak pendapat bahwa Succubus adalah hasil kreasi alam pikirannya sendiri.
Dalam bukunya, Gooch mengutip beberapa orang yang meski dihipnotis tetap mampu menyentuh, melihat, bahkan mendengar sesuai dengan perintah penghipnotis. Halusinasi buatan tidak terbatas pada pendengaran dan penglihatan. Di panggung hipnotis misalnya, sering terlihat seorang penghipnotis membujuk orang untuk meyakini bahwa yang dicicipinya adalah apel yang lezat, padahal itu bawang. Halusinasi taktil atau berkaitan dengan indera peraba pun bisa muncul. Jadi, bukannya tak mungkin, kemunculannya terjadi secara spontan.
Succubus dan Incubus memang sangat mungkin buah pikiran saat tidur. Teknisnya, pengalaman nyata sehari-hari adalah masukan yang diterima dari indera kemudian diolah oleh otak. Demikian juga mimpi, bedanya tanpa terlebih dahulu mendapat masukan dari indera.
Dalam percobaannya peneliti tidur, Steven LaBerge menunjukkan, respons otak dan tubuh saat melakukan pelbagai kegiatan – mulai dari memecahkan soal matematika hingga bercinta – di dalam mimpi dibandingkan dengan di alam sadar, ternyata hanya sedikit bedanya.
LaBerge terkenal karena penelitiannya terhadap fenomena mimpi sadar. Pada kondisi mimpi sadar, pelaku tidur tetap dalam keadaan sadar dan bisa melakukan apa pun yang disukainya. Bedanya, di alam mimpi sadar semua terlihat aneh dan lebih indah. Bayangkan, si pelaku merasa mampu melakukan semua yang tidak mungkin terjadi di alam nyata, terbang misalnya.
Mimpi sadar sendiri diperkenalkan pertama kali oleh psikiater Belanda Frederik vanEeden, pada 1913. Dalam survei, lebih dari separuh respondennya melaporkan pernah mendapatkan mimpi itu; malah sekitar 10% mengalaminya secara teratur.
Pernah ada yang berteori bahwa mimpi sadar terjadi dalam episode terjaga singkat, yang pada banyak orang berlangsung lima kali sepanjang malam. Saking singkatnya, ia tidak ingat lagi saat terjaga keesokan paginya. Artinya, mimpi sadar lebih mirip lamunan, atau lanjutan mimpi. Hanya saja, karena masih terlalu bingung, yang bersangkutan tidak menyadari bahwa sedang terjaga.
Ini sebenarnya sesuai dengan pendapat peneliti tidur aliran tradisional bahwa dalam keadaan sadar orang tidak bermimpi. Istilah mimpi sadar kemudian dimasukkan dalam kategori paradoks.
Namun LaBerge membuktikan bahwa mimpi dalam keadaan sadar memang ada. Percobaan yang ia lakukan membuktikan, dalam kondisi terkontrol, ia mampu berkomunikasi dengan subjek penelitiannya dengan menggunakan sinyal gerakan mata. Artinya, subjek dalam keadaan sadar dan terjaga, sementara mesin monitor fungsi tubuh menunjukkan mereka berada pada tahap tidur REM.
LaBerge yakin, mimpi sadar bermanfaat bagi jiwa manusia, karena dalam mimpi itu ia dapat meraih semua keinginannya. LaBerge juga menunjukkan, mimpi sadar bisa menghibur, seperti permainan virtual reality yang dipertunjukkan oleh komputer terbaik di dunia: otak manusia. Terhadap karya LaBerge tehun 1992 itu Skeptical Inquirer, jurnal CSICOP - komisi yang melakukan penyelidikan ilmiah terhadap klaim-klaim paranormal - menyatakan, metode yang digunakan LaBerge sangat cermat, sehingga mendorong orang terus memikirkan apakah sifatsifat alam sadar ... dan apakah sifat-sifat alam imajinasi?
-Tulisan ini ditulis di Kumpulan Kisah Misteri Intisari tahun 2002 dengan judul asli Misteri di Balik Mimpi-
-selesai-