Intisari-Online.com - Inilah rahasia bagaimana menghitung bulan menetapkan lebaran.. Terdapat 305 tempat di Indonesia yang dipakai untuk melihat bulan. Mantan Kepala Subdit Pertimbangan Hukum Agama dan Hisab Rukyat, Departemen Agama RI Drs. Wahyu Widiana M.A., mengungkapkan itu kepada kita.
Bulan suci Ramadhan telah tiba. Bulan suci ini diyakini sebagai bulan “panen” bagi mereka yang menyenangi kebajikan.
(Baca juga: Khusus Penderita Maag, Inilah Makanan Terlarang Saat Berpuasa)
Betapa tidak? Pada bulan ini banyak sekali keistimewaan yang tidak akan diperoleh pada bulan-bulan lainnya. Amalan ibadah wajib akan dibalas berlipat ganda, dan amalan sunah akan diberi pahala seperti mengerjakan amalan wajib di luar bulan Ramadhan.
Dikatakan, pada bulan suci ini pintu-pintu surga terbuka lebar, pintu neraka tertutup rapat, dan tangan jahil setan terbelenggu kuat. Orang yang lulus menjalankan kewajiban Ramadhan akan disebut sebagai orang fithri, orang suci sebagaimana sucinya seorang bayi yang baru lahir.
Namun sayang sekali, sering ditemui masalah yang sedikit “menggangu” walaupun ada yang menganggap itu hal biasa; tak perlu dipermasalahkan dan dibesar-besarkan. Masalah yang dimaksud adalah perbedaan hari dalam merayakan Idul Fitri. Yap, perbedaan Lebaran.
(Baca juga: Bagaimana Kaum Muslim Berpuasa di Midnight Sun, Tempat Matahari Bersinar 24 Jam Sehari?)
Perbedaan ini menjadikan banyak orang ingin tahu permasalahannya: mengapa hal itu bisa terjadi. Tulisan ini diharapkqn dapat menjawab pertanyaan tersebut dan memberi gambaran tentang penetapan Idul Fitri di Indonesia.
Mengintip bulan
Semula, awal dan akhir Ramadhan ditentukan dengan cara melihat bulan sabit. Fase bulan—yang semula gelap, lalu tampak kecil berbentuk sabit tipis, semakin besar sampai purnama, kemudian kembali mengecil sampai hilang dan timbul lagi seperti sabit dijadikan pedoman dalam melakukan puasa Ramadhan.
Bahkan lebih jauh dari itu, fase bulan tersebut dalam istilah astronomi dikenal sebagai periode bulan sinodis itu (satu periode sekitar 29,5 hari) dijadikan pedoman dalam menentukan bulan-bulan Islam.
Memulai dan mengakhiri puasa dengan cara melihat bulan juga diperintahkan oleh Nabi Muhammad SAW: “Berpuasalah kamu jika melihat bulan, dan berbukalah jika melihat bulan”. Perintah Nabi tersebut sangat praktis, sebab melihat bulan dapat dilakukan oleh setiap orang, tanpa harus mengetahui perhitungan dan data astronomis.
Penulis | : | Moh Habib Asyhad |
Editor | : | Moh Habib Asyhad |
KOMENTAR