Peluang Mendandani Kuku

Agus Surono

Editor

Peluang Mendandani Kuku
Peluang Mendandani Kuku

Intisari-Online.com - Bisnis perawatan anggota tubuh seperti seperti kuku dan tangan (medicure) maupun kaki (pedicure) menjadi bisnis menggiurkan di Indonesia. Namun dibutuhkan investasi besar untuk memulai bisnis ini. Jenty Lim, perempuan kelahiran Tebingtinggi, 43 tahun silam, mengeluarkan uang Rp2 miliar untuk belajar medicure dan pedicure saja. Kini Jenty sudah mengelola 40 gerai waralaba pelayanan pedicure medicure dari Korea Selatan, Nail Pia di Indonesia. Kebanyakan berada di Jawa dan Bali.

Selanjutnya, perempuan yang pernah menuntut ilmu di SMP Methodist Medan hingga kelas dua itu berencana mengembangkan gerai Nail Pia International dengan menggandeng investor asing. Tanpa melalui waralaba.

Selain membutuhkan investasi besar, Jenty juga menghadapi penolakan dari keluarga saat memutuskan terjun ke bisnis ini, sembilan tahun lalu. "Saya saat baru mulai menekuni usaha ini mendapat tentangan dari keluarga, juga dari suami. Kata mereka,'Apa susah belajar perawatan kuku hingga harus mengeluarkan uang Rp2 miliar'," ujar Jenty saat membuka gerai Nail Pia Hermes Place Medan, Rabu (6/2/2013).

Jenty bergeming dan tetap gigih untuk mendapatkan keahlian dalam perawatan kuku, tangan, dan kaki, hingga keluarganya mengalah. Dia mengaku sudah melihat potensi usaha tersebut sangat cerah, mengingat belum banyak usaha sejenis di Indonesia. "Saya coba menyakinkan keluarga sekali lagi, bahwa di bisnis ini cukup prospektif. Saya lihat di luar negeri usaha perawatan kuku sudah banyak, sementara di Indonesia masih sedikit," katanya.

Jenty mulai belajar di Malaysia pada 2005, hingga menuntut ilmu perawatan kuku di Korea Selatan. Di Negeri Ginseng itu, bisnis perawatan kuku sangat booming. Anak muda pun sudah menggunakan jasa perawatan kuku. "Bisa dibilang di Korea medicure pedicure tren, merawat kuku dengan motif dan gaya yang diinginkan," ujar Jenty.

Bahkan katanya, Korea sudah punya majalah dan televisi yang khusus mengulas soal perawatan kuku. Sehingga merek Nail Pia sudah sangat terkenal.

Akhirnya 2006, Jenty mengambil lisensi merek Nail Pia hanya dengan membarter produk perawatan kuku dari Korea itu untuk dipasarkan di Indonesia. "Awalnya saya tertarik dengan brand tersebut. Lalu saya berpikir kenapa tidak coba untuk memakai brand itu di Indonesia. Sebenarnya saya tidak membeli lisensi tersebut, saya hanya barter dengan produk saja," katanya.

Gayung pun bersambut. Manajemen Nail Pia datang kepada Jenty menawarkan pengembangan pasar bisnis perawatan kuku di Indonesia. "Boleh ibu kembangkan di Indonesia, tapi harus memakai produk yang dimiliki Nail Pia," kata Jenty mengulang pernyataan pemilik Nail Pia di Korea.

Sejak saat itu, Jenty pun mulai mengembangkan bisnis perawatan kuku di Indonesia hingga menjadi gaya hidup. Jatuh bangun mengembangkan bisnis perawatan kuku sempat juga dialami Jenty. Dia sempat mencoba bisnis ini dengan lisensi Nail Pia, di Malaysia pada 2008. Hingga satu saat Jenty mendapat penghargaan dari pemerintah di Malaysia atas jasanya mengembangkan usaha salon perawatan kuku.

Namun karena sempat ada konflik di 2009, usahanya itu bubar. Visa dan izin pekerja dari Indonesia tidak diperpanjang. Otomatis usahanya di Malaysia ditinggalkan. Kini Jenty berkonsentrasi untuk mengembangkan pasar di dalam negeri saja.

Pada tahun Jenty berambisi mengembangkan bisnisnya lebih besar lagi. Dia tidak lagi menjual waralaba, namun mendirikan perusahaan sendiri yakni PT Nailpia International dengan menggandeng para investor yang siap mengucurkan pinjaman modal untuk melebarkan sayap bisnis salon kecantikan kuku tersebut. Jenty berencana membuka 30 gerai di seluruh Indonesia. Tiga diantaranya sudah dioperasikan, dua di Jakarta dan satu di Medan.

Nah, terbukti bisnis yang sepertinya sepele itu bisa mendatangkan kesuksesan. (Tribunnews.com)