Berkat Diet Penerbangan Tepat Waktu

K. Tatik Wardayati

Editor

Berkat Diet Penerbangan Tepat Waktu
Berkat Diet Penerbangan Tepat Waktu

Intisari-Online.com – Ternyata, kegemukan bisa jadi hambatan untuk naik pesawat. Pasalnya, ada perusahaan penerbangan sebuah negara yang memberlakukan berat maksimal penumpang berikut barang bawaan yang masuk kabin. Karena kegemukan dan barang bawaan yang banyak membuat kemacetan di “gang” pesawat, akhirnya bisa berdampak keterlambatan take off. Jadi, berkat diet penerbangan pun tepat waktu.

Kalau kita amati antrian check in di counter pemberangkatan Bandara Soekarno Hatta, Cengkareng, hampir seluruh penumpang kerepotan menenteng jinjingan yang akan dibawa ke kabin, di samping berbagai bentuk dan ukuran koper atau bawaan yang ditimbang sebagai muatan bagasi. Walaupun di tiket tercantum kalimat bahwa barang jinjingan paling banyak dua koli, tidak jarang penumpang masih menenteng empat sampai lima traveling bag atau kardus supermi plus bungkusan-bungkusan lain.

Ada pemikiran bahwa tertundanya keberangkatan pesawat (akibat antrian macet di dalam kabin) harus sudah diperhitungkan oleh perusahaan penerbangan ataupun pihak bandara. Walau kelihatannya hanya rugi waktu, tetapi sebenarnya tidak sesederhana itu. Citra perusahaan penerbangan di mata penumpang dapat tercemar, di samping kebutuhan penumpang yang menghadapi deadline tidak akan terpenuhi.

Dalam kehidupan masih berlaku ungkapan time is money. Apalagi dunia penerbangan selalu menghadapi semacam stres yang disebut time pressure, yaitu segala sesuatu tindakan selalu dibatasi waktu yang tidak longgar. Sehingga sikap ketat waktu harus dimiliki siapa saja yang terlihat dalam proses perjalanan terbang.

Tapi, kenapa makin banyak barang masuk kabin? Salah satunya karena proses pengambilan barang di bagasi amat membosankan para penumpang. Menunggu kopor di carousel dalam keadaan capek dan terburu-buru merupakan stres tersendiri. Apalagi kalau sampai lingkaran carousel berhenti kopor tetap tak tampak. Kekecewaan bercampur khawatir dapat mengganggu ketenangan. Diberitakan selanjutnya bahwa di Amerika 0,5% penumpang pernah kehilangan barang bagasinya atau kopornya melenceng dari bandara tujuan dan baru ditemukan setelah menunggu beberapa lama. Bagi orang yang sering bepergian dengan pesawat terbang, angka ini amat berarti.

Di samping itu sudah menjadi rahasia umum bahwa kompensasi barang hilang (oleh perusahaan penerbangan) hanya dihitung berdasarkan ukuran berat kopor, bukan macam isinya. Kopor berisi pakaian pembelian di Pasar Mangga Dua sama saja nilai penggantinya dengan pakaian dari butik “Emporio Armani”.

Maka dari itu daripada belum tentu selamat, banyak penumpang lebih tenang membawa (seluruh) bawaannya ke kabin. Tentu saja sambil menjinjing beberapa traveling bag yang berukuran jumbo.

Namun seandainya seluruh bandara meniru aturan di Papua Nugini, yakni pada saat check in menimbang badan penumpang (yang mau tidak mau jadi ingin langsing karena diet) dan jinjingannya, maka tidak akan ada penumpang yang harus membayar ekstra. Tak ada yang melewati batas berat, berhubung badan tidak gembrot. Di samping itu kita masih ingat pepatah “langsing itu sehat”!

(Sebagian dari tulisan Berkat Diet Penerbangan Tepat Waktu¸dr. Suryanto W., IntisariMei 2000)