Kerajaan Pagaruyung, dari Bercorak Hindu-Buddha ke Kerajaan Islam hingga Runtuh saat Perang Padri

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Istana Basa Pagaruyung adalah replika istana Kerajaan Pagaruyung yang berdiri pada abad ke-14. Awalnya bercorak Hindu-Buddha kemudian menjadi Kerajaan Islam (Wikipedia Commons)
Istana Basa Pagaruyung adalah replika istana Kerajaan Pagaruyung yang berdiri pada abad ke-14. Awalnya bercorak Hindu-Buddha kemudian menjadi Kerajaan Islam (Wikipedia Commons)

Kerajaan Pagaruyung yang berdiri pada abad ke-14, awalnya bercorak Hindu-Buddha kemudian menjadi Kerajaan Islam. Runtuh saat Perang Padri.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Kerajaan Pagaruyung adalah kerajaan terbesar di wilayah Sumatera Barat sekarang. Awalnya bercorak Hindu, kemudian jadi Kerajaan Islam (kesultanan), hingga kemudian hancur ketika Perang Padri.

Menurut beberapa sumber, kerajaan didirikan oleh Adityawarman sekitar 1347 Masehi dengan corak Hindu-Buddha.Kerajaan Pagaruyung kemudian resmi berubah menjadi kesultanan Islam pada abad ke-17 pada masa pemerintahan Sultan Alif.

Baca Juga: Inilah Profil Kerajaan Lamuri, Kerajaan Islam yang Disebut-sebut sebagai Cikal Bakal Kerajaan Aceh

Menurut Sri Sulastri dalam pendahuluan skripsinya sebagai syarat lulus S1 Jurusan Sejarah Kebudayaan Islam, Fakultas Ushuludin Adab dan Dahwa, UIN Siber Syekh Nurjati Cirebon, yang berjudul "Peran Harimau Nan Salapan Pada Perang Padri Di Minangkabau Pada Tahun 1803-1838", sebelum Kerajaan Pagaruyung berdiri, masyarakat Minangkabau sudah memiliki sistem pemerintahannya sendiri.

"Mereka menggunakan sistem politik semacam konfederasi dengan lembaga musyawarah yang berasal dari berbagai nagari dan luhak," begitu tulis Sri Sulastri.

Wilayah Kerajaan Pagaruyung meliputi sebagian besar Sumatera Barat sekarang dan sebagian Provinsi Riau dan Sumatera Utara. Kerajaan ini runtuh dalam peristiwa yang kita kenal sebagai Perang Padri.

Menurutmanuskrip yang terdapat pada bagian belakang arca Amoghapasa, pada 1347 M Adityawarman menyatakan dirinya sebagai raja di Malayapura. Meski nama Pagaruyung tidak ditemukan dalam berbagai sumber sejarah, Adityawarman diduga kuat sebagai pendiri Kerajaan Pagaruyung.

Adityawarman adalah seorang keturunan Sumatera-Jawa. Ayahnya adalah Adwayawarman bangsawan Singasari pemimpin Ekspedisi Pamalayu sementara ibunya adalah Dara Jingga putri Kerajaan Melayu.

Meski begitu, ada juga sejarawan yang mengatakan bahwaAdityawarman adalah putra dari Raden Wijaya pendiri Kerajaan Majapahit dan Dara Jingga. Tapi tetap saja, intinya Adityawarman adalah putra Sumatera-Jawa.

Sebelum mendirikan Kerajaan Pagaruyung, dia pernah menaklukkan Bali dan Palembang bersama Mahapatih Gajah Mada. Pasalnya, Adityawarman adalah raja bawahan (uparaja) dari Majapahit yang dikirim untuk menundukkan daerah-daerah penting di Sumatera.

Dalam perjalanannya, dia berusaha melepaskan diri dari Majapahit hingga dikejar oleh pasukan dari Jawa Timur. Setelah terlibat pertempuran dahsyat di daerah Padang Sibusuk, Adityawarman akhirnya menang.

Di bawah pemerintahan Adityawarman dan putranya, Ananggawarman, Kerajaan Pagaruyung menjadi sangat kuat hingga berhasil melebarkan kekuasaannya ke wilayah Sumatera bagian tengah. Dari berita China, diketahui bahwa antara 1371 hingga 1377 Adityawarman pernah mengirimkan utusan ke Dinasti Ming sebanyak enam kali. Namun, keturunan Ananggawarman bukanlah raja-raja yang kuat dan dapat melanjutkan kejayaan pendahulunya.

Setelah Adityawarman meninggal, Kerajaan Majapahit diduga kembali mengirimkan ekspedisi pada 1409. Pemerintahan kemudian digantikan oleh orang Minangkabau sendiri, yaitu Rajo Tigo Selo yang dibantu oleh Basa Ampat Balai.

Daerah-daerah Siak, Kampar, dan Indragiri kemudian lepas dan ditaklukkan oleh Kesultanan Malaka dan Aceh.

Jadi Kerajaan Islam

Agama Islam mulai masuk ke Pagaruyung sekitar abad ke-16, dibawa oleh para musafir yang singgah dari Aceh dan Malaka.Salah satu ulama yang pertama kali menyebarkan Islam di Pagaruyung adalah Syaikh Burhanuddin Ulakan, murid ulama terkenal dari Aceh, Abdurrauf Singkil.

Masuk abad ke-17,Kerajaan Pagaruyung akhirnya berubah menjadi Kerajaan Islam, di mana raja pertamanya yang masuk Islam adalah Sultan Alif. Setelah itu, banyak aturan adat Minangkabau yang dihilangkan karena bertentangan dengan ajaran Islam.

Di saat yang bersamaan, Kerajaan Pagaruyung harus mengakui kekuasaan Kesultanan Aceh yang berkuasa hingga Pantai Barat Sumatera. Di kemudian hari, Kerajaan Pagaruyung meminta bantuan VOC supaya terbebas dari kekuasaan Aceh.

Emas di Pagaruyung menarik minat bangsa-bangsa Eropa, termasuk Belanda dan Inggris. Pada 1684, diutuslah Tomas Dias oleh Gubernur Jenderal Belanda di Malaka ke Pagaruyung. Sejak saat itu, mulai terbina komunikasi dan perdagangan antara VOC dan Pagaruyung.

Antara 1795 sampai 1819, Pagaruyung sempat berada dalam kekuasaan Inggris. Namun, setelah ditandatanganinya Traktat London pada 1824, Belanda memastikan kembali pengaruhnya di Pagaruyung.

Kerajaan Pagaruyung hingga akhirnya runtuh disebabkan adanya Perang Padri (1803-1838). Meski begitu, pamor kerajaan ini sudah mulai menurun menjelang meletusnya perang saudara itu.

Menurut Sri Sulastri, Perang Padri, "Bisa dikatakan sebagaisebuah revolusi intelektual yang dimulai sejak kepulangan tiga orang haji pada 1803, mereka biasa disebut dengan sebutan Trio Haji."

Ketiga haji itu adalahHaji Miskin, Haji Sumantik, dan Haji Piobang, yang terpengaruh gerakan wahabisme yang terjadi di Makkah pada1703-1792. Gerakan ini dipelopori olehMuhammad Ibn Abdul Wahab, tujuannya melakukan gerakan pemurnian agama Islam.

Untuk melawan kaum Padri, keluarga Kerajaan Pagaruyung terpaksa meminta bantuan kepada Belanda. Pada 10 Februari 1821, Sultan Alam Bagagarsyah, raja terakhir Pagaruyung, menandatangani pernjanjian dengan Belanda, yang dianggap sebagai bentuk penyerahan.

Dalam perjanjian itu, Belanda berjanji membantu perang melawan kaum Padri dan sultan akan menjadi bawahan pemerintah pusat. Belanda bahkan berusaha menaklukkan kaum Padri dengan mendatangkan pasukan dari Jawa dan Maluku. Namun, ambisi Belanda untuk menguasai Pagaruyung membuat kaum adat dan pihak kerajaan bersatu demi memertahankan wilayahnya.

Alhasil, Sultan Alam Bagagarsyah ditangkap oleh Belanda pada 1833 atas tuduhan pengkhianatan dan dibuang ke Betawi. Kerajaan Pagaruyung runtuh setelah ditandatangani perjanjian antara kaum adat dengan pihak Belanda. Dalam perjanjian itu, kawasan Kerajaan Pagaruyung resmi berada dalam pengawasan Belanda.

Begitulah riwayat Kerajaan Pagaruyung, berdiri sebagai Kerajaan Hindu-Buddha, kemudian berubah menjadi Kerajaan Islam, hingga akhirnya runtuh dalam Perang Padri.

Baca Juga: Kerajaan Jeumpa Kerajaan Islam yang Disebut Lebih Dulu Ada Dibanding Kerajaan Perlak dan Samudera Pasai, Benarkah?

Artikel Terkait