Apa yang Merupakan Hasil Budaya yang Khas pada Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Sederhana?

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Masa berburu dan meramu manusia purba
Masa berburu dan meramu manusia purba

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Fajar menyingsing di ufuk timur, membelai lembut savana yang terhampar luas.

Embun pagi masih menetes di dedaunan, ketika sekelompok manusia purba mulai terjaga dari tidurnya di dalam gua yang menjadi tempat berlindung mereka.

Matahari yang perlahan naik memberikan kehangatan, membangunkan semangat mereka untuk memulai hari yang baru.

Di tangan mereka, tergenggam erat senjata sederhana yang terbuat dari batu dan kayu, setia menemani dalam perjuangan hidup sehari-hari.

Mereka adalah manusia purba yang hidup di masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana, periode awal peradaban manusia yang penuh tantangan dan perjuangan.

Kehidupan mereka bergantung sepenuhnya pada alam, berburu binatang untuk dimakan dan mengumpulkan buah-buahan serta umbi-umbian untuk bertahan hidup.

Di tengah keterbatasan dan kerasnya alam, mereka menciptakan alat-alat sederhana yang menjadi bukti kecerdasan dan kemampuan adaptasi manusia purba.

Salah satu hasil budaya yang paling khas dari masa ini adalah kapak perimbas.

Alat serbaguna ini menjadi andalan dalam berbagai aktivitas, mulai dari menguliti binatang buruan, merimbas kayu untuk membuat api, hingga memecah tulang untuk mengambil sumsumnya yang bergizi.

Kapak perimbas, yang juga dikenal dengan sebutan chopper, terbuat dari batu yang dipecah sedemikian rupa sehingga menghasilkan sisi tajam.

Bentuknya yang sederhana namun efektif menjadi simbol kecerdasan manusia purba dalam memanfaatkan sumber daya alam di sekitarnya.

Sumber:

Ratnawati, S. (2013). Sejarah Nasional Indonesia I: Zaman Prasejarah. Jakarta: Rajawali Pers.

Selain kapak perimbas, manusia purba pada masa ini juga mengembangkan alat-alat serpih.

Serpihan-serpihan batu yang dihasilkan dari proses pembuatan kapak perimbas ternyata tidak dibuang begitu saja.

Dengan kecerdasan dan kreativitasnya, mereka mengolah serpihan-serpihan tersebut menjadi alat-alat lain yang tak kalah penting, seperti gurdi, penusuk, dan pisau.

Alat-alat serpih ini digunakan untuk berbagai keperluan, mulai dari mengukir kayu, melubangi kulit binatang, hingga memotong daging buruan.

Sumber:

Soekmono, R. (2002). Pengantar Sejarah Kebudayaan Indonesia 1. Yogyakarta: Kanisius.

Kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana memang penuh dengan tantangan.

Namun, di tengah keterbatasan tersebut, mereka mampu mengembangkan berbagai alat sederhana yang menjadi bukti kecerdasan dan kemampuan adaptasi mereka.

Kapak perimbas dan alat-alat serpih menjadi saksi bisu dari perjuangan hidup manusia purba dalam menaklukkan alam.

Masa Berburu dan Mengumpulkan Makanan Tingkat Lanjut: Perkembangan dan Inovasi

Waktu terus berlalu, zaman pun berganti. Manusia purba terus belajar dan beradaptasi dengan lingkungan sekitarnya.

Mereka mulai menemukan teknik-teknik baru dalam mengolah batu, menghasilkan alat-alat yang lebih halus dan bervariasi.

Masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut pun dimulai, ditandai dengan perkembangan dan inovasi dalam teknologi pembuatan alat.

Salah satu inovasi penting pada masa ini adalah teknik pengasahan. Manusia purba mulai mengasah alat-alat batu mereka, menghasilkan sisi tajam yang lebih efektif dan efisien.

Kapak perimbas yang sebelumnya kasar kini memiliki bentuk yang lebih rapi dan tajam.

Selain itu, mereka juga mengembangkan jenis kapak baru, seperti kapak Sumatera dan kapak penetak, yang memiliki fungsi dan bentuk yang lebih spesifik.

Sumber:

Poesponegoro, M. D., & Notosusanto, N. (1990). Sejarah Nasional Indonesia I. Jakarta: Balai Pustaka.

Perkembangan teknologi pada masa ini tidak hanya terbatas pada alat-alat batu.

Manusia purba juga mulai memanfaatkan material lain, seperti tulang dan tanduk rusa, untuk membuat alat-alat.

Alat-alat dari tulang dan tanduk rusa ini digunakan untuk berbagai keperluan, seperti mengorek tanah, menangkap ikan, dan berburu binatang.

Sumber:

Heekeren, H. R. van. (1972). The Stone Age of Indonesia. The Hague: Martinus Nijhoff.

Inovasi lain yang tak kalah penting adalah penemuan anak panah.

Dengan memanfaatkan kayu dan batu yang diruncingkan, manusia purba menciptakan senjata baru yang lebih efektif untuk berburu.

Anak panah memungkinkan mereka untuk berburu binatang dari jarak jauh, meningkatkan peluang keberhasilan dan keamanan dalam berburu.

Sumber:

Tanudirjo, D. A. (2009). Indonesia dalam Arus Sejarah: Prasejarah hingga Masa Hindu-Buddha. Jakarta: Ichtiar Baru van Hoeve.

Perkembangan teknologi pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat lanjut menunjukkan kemampuan adaptasi dan inovasi manusia purba.

Mereka tidak hanya mengasah alat-alat yang sudah ada, tetapi juga menciptakan alat-alat baru yang lebih efektif dan efisien.

Kemampuan ini menjadi modal penting bagi manusia purba untuk menghadapi tantangan hidup dan mengembangkan peradabannya.

Kehidupan Sosial dan Budaya

Kehidupan manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tidak hanya berkutat pada teknologi dan alat-alat.

Mereka juga mengembangkan kehidupan sosial dan budaya yang kompleks. Manusia purba hidup dalam kelompok-kelompok kecil yang nomaden, berpindah-pindah dari satu tempat ke tempat lain untuk mencari makanan.

Meskipun hidup berpindah-pindah, mereka memiliki ikatan sosial yang kuat dan saling bekerja sama untuk bertahan hidup.

Salah satu bukti kehidupan sosial dan budaya manusia purba pada masa ini adalah lukisan gua.

Di dinding-dinding gua, mereka menggoreskan berbagai gambar, mulai dari binatang buruan, cap tangan, hingga simbol-simbol abstrak.

Lukisan gua ini diyakini memiliki makna simbolis dan ritual, mencerminkan kepercayaan dan nilai-nilai yang dianut oleh manusia purba.

Sumber:

Sedyawati, E. (2003). Seni dalam Sejarah Indonesia. Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Selain lukisan gua, manusia purba juga mengembangkan kepercayaan animisme dan dinamisme.

Mereka percaya bahwa setiap benda di alam, baik itu batu, pohon, maupun binatang, memiliki roh atau kekuatan gaib.

Kepercayaan ini menjadi dasar bagi ritual-ritual yang mereka lakukan, seperti upacara perburuan, upacara kematian, dan upacara penyembahan roh nenek moyang.

Sumber:

Koentjaraningrat. (1987). Manusia dan Kebudayaan di Indonesia. Jakarta: Djambatan.

Kehidupan sosial dan budaya manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan menunjukkan bahwa mereka tidak hanya makhluk biologis yang berjuang untuk bertahan hidup.

Mereka juga memiliki kecerdasan, kreativitas, dan spiritualitas yang tercermin dalam hasil-hasil budaya mereka.

Lukisan gua, kepercayaan animisme dan dinamisme, serta ritual-ritual yang mereka lakukan menjadi bukti bahwa manusia purba telah memiliki kehidupan sosial dan budaya yang kompleks.

Masa berburu dan mengumpulkan makanan merupakan periode penting dalam sejarah peradaban manusia.

Pada masa ini, manusia purba mengembangkan berbagai alat sederhana, seperti kapak perimbas dan alat-alat serpih, yang menjadi bukti kecerdasan dan kemampuan adaptasi mereka.

Mereka juga mengembangkan kehidupan sosial dan budaya yang kompleks, tercermin dalam lukisan gua, kepercayaan animisme dan dinamisme, serta ritual-ritual yang mereka lakukan.

Meskipun hidup di masa yang penuh tantangan, manusia purba pada masa berburu dan mengumpulkan makanan telah memberikan sumbangsih penting bagi perkembangan peradaban manusia.

Hasil-hasil budaya mereka menjadi warisan berharga yang mengajarkan kita tentang kecerdasan, kreativitas, dan ketahanan manusia dalam menghadapi berbagai rintangan.

Semoga artikel ini memberikan gambaran yang jelas dan mendalam tentang hasil budaya yang khas pada masa berburu dan mengumpulkan makanan tingkat sederhana.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait