Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Angin pagi berhembus lembut di tanah Jawa, membawa aroma tanah basah dan dedaunan yang segar.
Namun, ketenangan itu hanyalah ilusi. Di bawah langit biru yang sama, bara api perlawanan berkobar dengan dahsyat.
Pangeran Diponegoro, sang pemimpin karismatik, telah mengangkat panji-panji perang melawan kekuasaan kolonial Belanda.
Perang Jawa, sebuah babak penting dalam sejarah perjuangan bangsa, telah dimulai.
Pasukan Diponegoro, yang terdiri dari para bangsawan, ulama, petani, dan rakyat jelata, bertempur dengan semangat membara.
Mereka bergerak cepat dan lincah, menguasai taktik perang gerilya yang sulit diprediksi. Serangan-serangan mereka yang tiba-tiba dan mematikan membuat pasukan Belanda kewalahan.
Dihadapkan dengan perlawanan yang sengit, Belanda menyadari bahwa kekuatan militer saja tidak cukup untuk memadamkan api perjuangan Diponegoro.
Dibutuhkan strategi baru, strategi yang lebih licik dan efektif. Jenderal de Kock, panglima tertinggi pasukan Belanda, kemudian merancang sebuah siasat yang kelak dikenal dengan nama "Benteng Stelsel".
Belenggu Benteng: Mengurung Semangat Juang
Siasat Benteng Stelsel merupakan strategi "belkalian" – sebuah istilah yang diambil dari dunia militer, yang berarti "memperbanyak" atau "melipatgandakan".
Dalam konteks ini, Belanda berusaha melipatgandakan kekuatan mereka dengan membangun serangkaian benteng-benteng pertahanan di seluruh wilayah Jawa.
Benteng-benteng ini bagaikan titik-titik hitam yang perlahan-lahan merayap di peta Jawa, mengurung semangat juang pasukan Diponegoro.
Strategi ini dijelaskan secara rinci dalam buku "Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah sampai masa Proklamasi Kemerdekaan" karya M. Junaedi Al Anshori (2007).
Junaedi memaparkan bagaimana Belanda secara sistematis mendirikan benteng di setiap daerah yang berhasil mereka kuasai.
Benteng-benteng tersebut dihubungkan oleh jalan raya yang memungkinkan pasukan Belanda untuk bergerak cepat dan efisien.
Tujuan utama dari Benteng Stelsel adalah:
Mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro: Dengan membangun benteng di berbagai titik strategis, Belanda secara perlahan-lahan menguasai wilayah Jawa.
Hal ini membuat pasukan Diponegoro semakin terdesak dan kesulitan untuk melakukan manuver.
Memutus jalur logistik dan komunikasi: Benteng-benteng tersebut juga berfungsi untuk menghambat pasokan logistik dan komunikasi antar pasukan Diponegoro.
Melindungi pasukan Belanda: Benteng-benteng yang kokoh memberikan perlindungan bagi pasukan Belanda dari serangan-serangan gerilya.
Melemahkan semangat juang: Dengan membatasi ruang gerak dan mengisolasi pasukan Diponegoro, Belanda berharap dapat melemahkan semangat juang mereka.
Taktik Benteng Stelsel:
Pembangunan benteng: Benteng-benteng dibangun di titik-titik strategis, seperti persimpangan jalan, daerah perbukitan, dan pusat-pusat ekonomi.
Pengerahan pasukan: Setiap benteng diisi dengan pasukan Belanda yang dilengkapi persenjataan modern.
Patroli dan pengintaian: Pasukan Belanda secara rutin melakukan patroli dan pengintaian untuk mendeteksi pergerakan pasukan Diponegoro.
Serangan kilat: Jika mendeteksi keberadaan pasukan Diponegoro, pasukan Belanda akan melakukan serangan kilat dari benteng-benteng terdekat.
Dampak Benteng Stelsel:
Penerapan Benteng Stelsel memberikan dampak yang signifikan terhadap jalannya Perang Jawa.
Seperti dijelaskan dalam artikel Benteng Stelsel, Taktik Belanda untuk Kalahkan Pangeran Diponegorodi Kompas.com (2021), taktik ini berhasil mempersempit ruang gerak pasukan Diponegoro.
Beberapa dampak Benteng Stelsel antara lain:
Menghambat pergerakan pasukan Diponegoro: Pasukan Diponegoro kesulitan untuk melakukan manuver dan serangan karena terhalang oleh benteng-benteng Belanda.
Memutus jalur logistik: Pasokan makanan dan amunisi untuk pasukan Diponegoro semakin sulit didapatkan.
Meningkatkan korban di pihak Diponegoro: Serangan-serangan kilat dari benteng-benteng Belanda menyebabkan banyak korban jiwa di pihak Diponegoro.
Melemahkan semangat juang: Pembatasan ruang gerak dan kesulitan logistik membuat moral pasukan Diponegoro menurun.
Akhir Perlawanan dan Warisan Sejarah
Meskipun Benteng Stelsel terbukti efektif dalam melemahkan pasukan Diponegoro, namun semangat juang mereka tidak mudah padam.
Perang Jawa berlangsung selama lima tahun, menorehkan luka yang mendalam di kedua belah pihak.
Pada akhirnya, Pangeran Diponegoro berhasil ditangkap melalui tipu muslihat Belanda.
Ia diundang untuk berunding di Magelang dengan jaminan keamanan, namun kemudian ditangkap dan diasingkan ke Manado. Peristiwa ini menandai berakhirnya Perang Jawa.
Meskipun berakhir dengan kekalahan, Perang Diponegoro meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia.
Perang ini menunjukkan semangat juang dan patriotisme rakyat Indonesia dalam melawan penjajahan.
Siasat Benteng Stelsel, meskipun merupakan strategi belkalian yang digunakan untuk menumpas perlawanan, juga menjadi bukti kehebatan strategi militer Pangeran Diponegoro yang mampu bertahan selama lima tahun melawan kekuatan kolonial Belanda.
Sumber:
Al Anshori, M. Junaedi. (2007). Sejarah Nasional Indonesia: Masa Prasejarah sampai masa Proklamasi Kemerdekaan.
Armelia F. (2008). Sejarah Perjuangan Indonesia.
Benteng Stelsel, Taktik Belanda untuk Kalahkan Pangeran Diponegoro - Kompas.com (2021).
Benteng Stelsel, Strategi Belanda untuk Menangkap Pangeran Diponegoro - Kompas.com (2022).
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---