Seumuleung, Tradisi Menyuapi Calon Raja Aceh yang Tak Tergerus Zaman

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Tradisi menyuapi Raja Aceh yang berlansung selama lima abad.
Tradisi menyuapi Raja Aceh yang berlansung selama lima abad.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com -Seumuleung, sebuah kata yang menggema dalam lorong-lorong sejarah Aceh, menyimpan sejuta makna dan tradisi luhur.

Ia adalah potret hidup sebuah peradaban yang menjunjung tinggi nilai-nilai kepemimpinan, persatuan, dan penghormatan.

Selama lima abad, tradisi ini menjadi saksi bisu pengukuhan para raja di Negeri Serambi Mekkah, menuntun mereka dalam perjalanan panjang memimpin rakyatnya.

Seumuleung, yang secara harfiah berarti "menyuapi", merupakan puncak dari rangkaian prosesi adat pengangkatan raja di Aceh, khususnya di wilayah Kerajaan Daya, Lamno, Aceh Jaya.

Dalam upacara yang sakral ini, calon raja akan disuapi nasi dan lauk pauk istimewa oleh para tetua adat, sebagai simbolisasi penerimaan dan dukungan penuh dari seluruh lapisan masyarakat.

Jejak Sejarah yang Tak Tergerus Waktu

Asal-usul Seumuleung berakar jauh ke dalam sejarah Kerajaan Daya, sebuah kerajaan Islam yang berdiri pada abad ke-16 Masehi.

Menurut catatan sejarah, tradisi ini telah ada sejak 500 tahun yang lalu, diwariskan secara turun-temurun dari generasi ke generasi.

Teuku Minjar Nurlizai, seorang peneliti tradisi budaya Kerajaan Negeri Daya Aceh, mengungkapkan bahwa Seumuleung bukan sekadar seremonial belaka.

Ia adalah cerminan identitas dan kearifan lokal masyarakat Aceh dalam menjaga nilai-nilai luhur nenek moyang.

Makna Filosofis yang Mendalam

Setiap suapan dalam Seumuleung memiliki makna filosofis yang mendalam.

Nasi melambangkan kemakmuran dan kesejahteraan rakyat, sementara lauk-pauk melambangkan keberagaman dan kekayaan alam Aceh.

Dengan menerima suapan tersebut, calon raja diharapkan mampu mengemban amanah untuk memimpin rakyatnya menuju kehidupan yang adil, makmur, dan sejahtera.

Lebih dari itu, Seumuleung juga menjadi simbol persatuan dan kesatuan antara raja dan rakyatnya.

Dalam prosesi ini, terlihat jelas bagaimana masyarakat turut serta dalam pengukuhan pemimpin mereka, memberikan dukungan dan doa restu agar sang raja dapat menjalankan tugasnya dengan baik.

Seumuleung: Warisan Budaya yang Abadi

Hingga kini, Seumuleung masih dilestarikan oleh masyarakat Aceh, khususnya di wilayah Lamno, Aceh Jaya.

Prosesi adat ini diselenggarakan secara meriah dan dihadiri oleh berbagai kalangan, mulai dari para tetua adat, tokoh masyarakat, hingga masyarakat umum.

Pemerintah Aceh juga turut berperan aktif dalam menjaga kelestarian Seumuleung. Berbagai upaya dilakukan untuk mempromosikan tradisi ini, baik di tingkat nasional maupun internasional.

Hal ini bertujuan untuk memperkenalkan kekayaan budaya Aceh kepada dunia dan menarik minat wisatawan untuk berkunjung ke Aceh.

Seumuleung dalam Bingkai Narasi

Mentari pagi menyapa bumi Serambi Mekkah dengan sinar keemasannya. Di Lamno, Aceh Jaya, suasana riuh rendah penuh sukacita menyelimuti sebuah upacara adat yang sakral.

Hari itu, rakyat Aceh akan menyaksikan pengukuhan pemimpin baru mereka melalui tradisi Seumuleung.

Di tengah-tengah kerumunan, seorang pemuda gagah berpakaian kebesaran adat Aceh duduk dengan khidmat.

Wajahnya memancarkan aura kepemimpinan yang bijaksana, sementara sorot matanya menyiratkan tekad kuat untuk mengabdi pada tanah kelahirannya. Dialah sang calon raja, yang akan meneruskan tongkat estafet kepemimpinan di Kerajaan Daya.

Para tetua adat dengan penuh khidmat memulai prosesi Seumuleung.

Satu per satu, mereka menyuapi sang calon raja dengan nasi dan lauk pauk istimewa, diiringi lantunan doa dan shalawat. Suasana haru menyelimuti seluruh hadirin, merasakan ikatan batin yang erat antara raja dan rakyatnya.

"Semoga Allah SWT senantiasa memberikan petunjuk dan kekuatan kepada Paduka Yang Mulia dalam memimpin negeri ini," ucap seorang tetua adat dengan suara lirih.

Sang calon raja menerima setiap suapan dengan penuh syukur, menyadari berat tanggung jawab yang akan diembannya. Ia berjanji dalam hati untuk mencurahkan seluruh jiwa raganya demi kesejahteraan rakyat Aceh.

Seumuleung bukan hanya sekadar tradisi menyuapi raja. Ia adalah simbol kepemimpinan yang arif dan bijaksana, persatuan antara raja dan rakyat, serta pelestarian nilai-nilai luhur yang telah diwariskan sejak zaman dahulu.

Seumuleung di Era Modern

Di tengah arus modernisasi yang deras, Seumuleung tetap tegar berdiri sebagai benteng budaya Aceh. Ia menjadi pengingat akan sejarah dan jati diri masyarakat Aceh yang kaya akan nilai-nilai luhur.

Meskipun zaman berubah, esensi dari Seumuleung tetap terjaga. Ia adalah cerminan kearifan lokal dalam memilih dan mengangkat seorang pemimpin.

Seumuleung mengajarkan bahwa seorang pemimpin haruslah dicintai dan didukung oleh rakyatnya, serta memiliki komitmen yang kuat untuk memajukan negerinya.

Semoga Seumuleung tetap lestari dan menjadi warisan budaya yang abadi bagi generasi mendatang. Ia adalah bukti nyata bahwa Indonesia memiliki kekayaan budaya yang tak ternilai harganya.

Seumuleung, tradisi menyuapi calon raja Aceh yang telah berlangsung selama 5 abad, merupakan sebuah warisan budaya yang sangat berharga.

Ia mengajarkan kita tentang arti kepemimpinan, persatuan, dan penghormatan terhadap nilai-nilai luhur. Mari kita jaga dan lestarikan tradisi ini agar tetap hidup dan menjadi inspirasi bagi generasi mendatang.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait