Profil Thomas Lembong, Ibunya Ternyata Berasal dari Tuban Jawa Timur

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Penulis

Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula kristal ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015 lalu. Ini Profilnya.
Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula kristal ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015 lalu. Ini Profilnya.

Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka kasus dugaan korupsi impor gula kristal ketika menjabat sebagai Menteri Perdagangan pada 2015 lalu. Ini Profilnya.

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Thomas Lembong alias Tom Lembong ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi oleh Kejaksaan Agung (Kejagung) pada Selasa (29/10) menyusul penetapan Direktur Pengembangan Bisnis PT Perusahaan Perdagangan Indonesia (PPI) berinisial CS.

Pria bernama lengkap Thomas Trikasih Lembong itu ditetapkan sebagai tersangka dugaan korupsi impor gula kristal mentah (GKM) ketika menjadi Menteri Perdagangan pada 2015 lalu.

Sebagai tindak lanjut, Kejagung pun menahan Tom Lembong di Rutan Salemba cabang Kejaksaan Negeri Jakarta Selatan selama 20 hari ke depan. Sementara CS ditahan Rutan Salemba cabang Kejagung.

Menarik melihat profil Tom Lembong yang ternyata ibunya berasal dari Tuban, Jawa Timur.

Profil Tom Lembong

Tom Lembong lahir di Jakarta pada4 Maret 1971. Selain belakangan terjun ke dunia politik, Tom Lembong dikenal sebagai seorang bankir dan ekonom Indonesia. Yang paling terakhir, diamenjadi tim sukses calon Presiden Anies Baswedan di Pemilu 2024.

Sejak 27 Juli 2016 hingga 23 Oktober 2019, Tom menjabat sebagai Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM). Sementara sebelumnya dia adalah Menteri Perdagangan Indonesia dari 12 Agustus 2015 hingga 27 Juli 2016.

Tom Lembong juga pernah menjadi penasihat ekonomi ketika Presiden Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur DKI Jakarta. Posisi ini dipertahankan sampai Jokowi menjadi presiden 2014.

Tom menempuh kuliah dalam bidang arsitektur dan perancangan kota di Universitas Harvard, Amerika Serikat, dan lulus pada tahun 1994. Lalu setelah menyelesaikan pendidikannya, Tom memulai kariernya pada tahun 1995 dengan bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley (Singapura).

Tom kemudian bekerja sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia dari tahun 1999-2000.

Tom lahir dari pasangan Yohanes Lembong (Ong Joe Gie), seorang dokter ahli jantung dan THT lulusan Universitas Indonesia asal Manado, dan Yetty Lembong, seorang ibu rumah tangga asal Tuban. Tom menikah dengan Maria Franciska Wihardja pada tahun 2002 dan dikaruniai sepasang puteri dan putera.

Tom dan keluarga merupakan penganut agama Katolik. Eddie Lembong merupakan adik dari Yohanes Lembong. Tom mengenyam pendidikan dasarnya di Jerman hingga berusia 10 tahun.

Sekembalinya ke Indonesia, Tom meneruskan SD serta SMP di Sekolah Regina Pacis, Jakarta. Saat SMA, Tom pindah ke Boston, Massachusetts, Amerika Serikat. Kemudian, Tom menempuh kuliah dalam bidang arsitektur dan perancangan kota di Universitas Harvard dan lulus pada tahun 1994.

Dia bekerja di Divisi Ekuitas Morgan Stanley di Singapura pada 1995. Setelah itu Tom Lembong menduduki posisi sebagai bankir investasi di Deutsche Securities Indonesia dari 1999 sampai 2000.

Tomkembali ke Indonesia untuk ikut merestrukturisasi perbankan nasional melalui Badan Penyehatan Perbankan Nasional (BPPN) sebagai Division Head dan Senior Vice-President. Tom juga sempat bergabung di Farindo Investments, menjadi CEO dan Managing Partner perusahaan investasi Quvat Capital, dan presiden komisaris PT Graha Layar Prima (Blitz Megaplex).

Dalam pemerintahan, Tom pernah menjadi penasihat ekonomi saat Joko Widodo (Jokowi) masih menjabat sebagai Gubernur Jakarta. Posisi ini dipertahankan sampai Jokowi menjadi presiden pada 2014.

Tom kemudian diangkat menjadi Menteri Perdagangan oleh Presiden Joko Widodo dalam Kabinet Kerja pada 2015-2016. Dia kemudian dipindah menjadi Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 27 Juli 2016 hingga 23 Oktober 2019.

Tak hanya itu, Tom menjadi penulis pidato Jokowi pada acara internasional. Dia membuat pidato "Game of Thrones" yang dibacakan dalam pertemuan IMF-Bank Dunia di Bali pada 2018. Ada pula pidato bertema "Thanos" yang disampaikan di Forum Ekonomi Dunia.

Harta kekayaan Tom Lembong

Kekayaan Tom Lembong tercatat dalam Laporan Harta Kekayaan Penyelenggara Negara (LHKPN) saat dia menjadi Menteri Perdagangan pada 2015-2016 dan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal (BKPM) pada 2016-2019. Tom pertama kali tercatat memiliki harta Rp940,86 juta saat menjadi Menteri Perdagangan pada 31 Desember 2015.

Harta itu terdiri dari Rp156,24 juta harta bergerak lainnya, Rp444,8 juta surat berharga, dan Rp370,51 juta giro dan setara kas. Tapi dia memiliki utang Rp30,69 juta.

Berikut rincian harta kekayaan Tom Lembong saat menjadi Menteri Perdagangan pada 2015.

- Harta bergerak lainnya: total Rp156.240.000

- Surat berharga: total Rp444.800.000

- Giro dan setara kas: Rp370.518.343

- Utang: Rp30.693.877

Total kekayaan: Rp940.864.466

Tom terakhir tercatat dalam LHKPN memiliki harta sebesar Rp101,48 miliar pada akhir masa jabatannya sebagai Kepala BKPM. Ketika itu, kekayaannya berupa harta bergerak lainnya Rp180,99 juta, surat berharga Rp94,52 miliar, kas dan setara kas Rp2 miliar, harta lainnya Rp4,76 miliar.

Dia juga berutang Rp86,89 juta.

Berikut rincian harta kekayaan Tom Lembong saat menjadi Kepala BKPM saat akhir menjabat pada 30 April 2020.

- Harta bergerak lainnya: Rp180.990.000

- Surat berharga: Rp94.527.382.000

- Kas dan setara kas: Rp2.099.016.322

- Harta lainnya: Rp4.766.498.000

- Utang: Rp86.895.328

Total kekayaan: Rp101.486.990.994

Tom juga berbisnis dengan beberapa perusahaan investasi setelah selesai menjadi pejabat negara. Perlu diketahui, Tom disebut menjadi tersangka dugaan korupsi impor gula murni saat masih menjabat di Kementerian Perdagangan pada 2015.

Dia disebut memberikan izin impor gula kristal mentah (GKM) sebesar 105.000 ton kepada PT AP. Padahal, saat itu Indonesia mengalami surplus gula sehingga dirasa tidak perlu impor. Tom diduga mengambil keputusan pemberian izin impor gula secara sepihak tanpa koordinasi dengan instansi terkait.

Izin itu juga tidak mendapat rekomendasi dari Kementerian Perindustrian. Akibat perkara tersebut, Indonesia ditaksir mengalami kerugian mencapai Rp 400 miliar. Itulan profil singkat Tom Lembong.

Artikel Terkait