Ketika Kowani Mengeluarkan Gerwani Sebagai Anggota

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Penulis

Potret anggota Gerwani. Berikut ini ulasan lengkap tentang kondisi sinkronik (keadaan masyarakat Indonesia) pada masa 1950-an terhadap perempuan.
Potret anggota Gerwani. Berikut ini ulasan lengkap tentang kondisi sinkronik (keadaan masyarakat Indonesia) pada masa 1950-an terhadap perempuan.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Angin malam berbisik lirih, menyapu dedaunan di halaman gedung Kowani yang megah. Di balik dinding-dinding kokoh itu, sejarah mencatat sebuah peristiwa yang mengubah jalan perjuangan perempuan Indonesia.

Peristiwa itu adalah dikeluarkannya Gerwani, organisasi perempuan yang berhaluan kiri, dari keanggotaan Kowani.

Keputusan yang diambil pada tanggal 29 Oktober 1965 ini bukanlah sebuah kejadian spontan, melainkan puncak dari akumulasi berbagai faktor yang berkelindan dalam pusaran sejarah.

Awal Mula Perpecahan: Perbedaan Ideologi dan Kepentingan

Kowani, yang lahir pada tanggal 22 Desember 1928, merupakan wadah bagi beragam organisasi perempuan dengan latar belakang ideologi dan kepentingan yang berbeda.

Di dalamnya, terdapat organisasi perempuan Islam, nasionalis, sosialis, dan komunis. Gerwani, yang berafiliasi dengan Partai Komunis Indonesia (PKI), menjadi salah satu anggota Kowani yang paling vokal dan berpengaruh.

Perbedaan ideologi dan kepentingan antara Gerwani dan organisasi perempuan lainnya dalam Kowani mulai terlihat sejak awal.

Gerwani, dengan semangat perjuangan kelasnya, seringkali berseberangan dengan organisasi perempuan lain yang lebih moderat.

Friksi-friksi kecil ini semakin membesar seiring dengan memanasnya situasi politik di Indonesia pada awal tahun 1960-an.

Peristiwa G30S dan Stigma yang Melekat

Peristiwa Gerakan 30 September 1965 menjadi titik balik yang menentukan dalam hubungan antara Kowani dan Gerwani.

Gerwani dituduh terlibat dalam peristiwa berdarah tersebut, meskipun hingga kini tuduhan tersebut masih menjadi kontroversi. Stigma sebagai organisasi yang kejam dan anti-agama melekat erat pada Gerwani.

Kowani, yang ingin menjaga jarak dari stigma tersebut, mengambil langkah tegas dengan mengeluarkan Gerwani dari keanggotaannya. Keputusan ini diambil dalam rapat pleno Kowani pada tanggal 29 Oktober 1965.

Dalam rapat tersebut, Ketua Kowani, Ny. Soekonto, menyatakan bahwa Gerwani telah melanggar anggaran dasar Kowani dan terlibat dalam kegiatan-kegiatan yang bertentangan dengan Pancasila.

Tekanan Politik dan Keinginan untuk Bertahan

Selain stigma negatif yang melekat pada Gerwani, tekanan politik dari rezim Orde Baru juga menjadi faktor penting di balik keputusan Kowani.

Rezim Orde Baru, yang anti-komunis, menekan Kowani untuk membersihkan diri dari unsur-unsur kiri. Kowani, yang ingin tetap eksis di bawah rezim Orde Baru, tidak memiliki pilihan lain selain menuruti tekanan tersebut.

Keputusan Kowani untuk mengeluarkan Gerwani merupakan sebuah langkah pragmatis untuk bertahan di tengah situasi politik yang penuh gejolak.

Kowani memilih untuk mengorbankan Gerwani demi menjaga eksistensinya sendiri.

Dampak Pengeluaran Gerwani dari Kowani

Pengeluaran Gerwani dari Kowani memiliki dampak yang signifikan bagi kedua organisasi tersebut.

Gerwani, yang kehilangan wadah perjuangannya, mengalami kemunduran dan akhirnya dibubarkan oleh rezim Orde Baru.

Sementara itu, Kowani berhasil bertahan dan menjadi organisasi perempuan tunggal yang diakui oleh pemerintah Orde Baru.

Namun, keputusan Kowani untuk mengeluarkan Gerwani juga meninggalkan luka mendalam bagi sejarah perjuangan perempuan Indonesia.

Peristiwa ini menjadi simbol dari perpecahan dan konflik di antara sesama perempuan Indonesia.

Refleksi Sejarah: Pentingnya Persatuan dan Toleransi

Sejarah pengeluaran Gerwani dari Kowani memberikan pelajaran berharga bagi kita semua tentang pentingnya persatuan dan toleransi.

Perbedaan ideologi dan kepentingan tidak seharusnya menjadi penghalang bagi perempuan Indonesia untuk bersatu memperjuangkan hak-haknya.

Semoga di masa depan, perempuan Indonesia dapat belajar dari sejarah dan membangun persatuan yang kokoh untuk mencapai cita-cita emansipasi perempuan.

Sumber:

Gerwani bukan PKI: sebuah gerakan feminisme terbesar di Indonesia

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait