Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-online.com - Angin berbisik di antara pepohonan rindang Makassar, membelai lembut seorang anak lelaki yang tengah asyik berlatih menepis bola.
Matanya tajam menatap laju si kulit bundar, tangannya cekatan menjangkau, bak elang yang menyambar mangsanya.
Dialah Maulwi Saelan, sang penjaga gawang yang kelak namanya terukir dalam sejarah sepak bola Indonesia, bahkan melampaui batas lapangan hijau.
Terlahir dengan nama Surachman di Makassar, 8 Agustus 1926, Maulwi Saelan bukanlah anak sembarangan.
Ayahnya, Amin Saelan, seorang pedagang sukses yang kemudian terjun ke dunia pemerintahan. Darah Makassar mengalir deras dalam dirinya, memberinya semangat juang dan keberanian yang membara.
Sejak belia, Maulwi telah menunjukkan bakat luar biasa di bawah mistar gawang.
Ia menjadi benteng tangguh bagi tim sepak bola sekolahnya, menggagalkan setiap serangan lawan dengan ketangkasan dan insting yang tajam.
Namanya kian melambung saat bergabung dengan PSM Makassar, klub kebanggaan masyarakat Sulawesi Selatan.
Pada tahun 1950-an, Maulwi Saelan menjadi bagian dari tim nasional Indonesia yang berlaga di berbagai ajang internasional. Ia berdiri gagah di bawah mistar, menjaga gawang Indonesia dari gempuran lawan-lawan tangguh.
Aksinya yang heroik membuat decak kagum para penonton, namanya pun harum di kancah persepakbolaan Asia.
Namun, takdir telah menuliskan kisah yang lebih besar bagi Maulwi Saelan. Ia tak hanya ditakdirkan menjadi penjaga gawang, tetapi juga penjaga bagi sang proklamator, Presiden Soekarno.
Pertemuannya dengan Bung Karno bermula dari kekaguman Maulwi terhadap sosok sang pemimpin besar.
Baginya, Soekarno adalah simbol perjuangan dan kemerdekaan Indonesia. Ia pun bertekad untuk mengabdikan diri, melindungi sang presiden dengan segenap jiwa raganya.
Kesempatan itu datang pada tahun 1962, ketika Maulwi ditunjuk sebagai Komandan Tjakrabirawa, pasukan pengawal presiden.
Ia menerima amanah tersebut dengan penuh tanggung jawab, siap menjadi perisai hidup bagi Bung Karno.
Di tengah gejolak politik yang memanas, Maulwi Saelan berdiri teguh di sisi Soekarno. Ia menjadi saksi bisu pergolakan politik, intrik, dan ancaman yang datang silih berganti.
Namun, kesetiaannya tak pernah goyah, ia tetap tegar melindungi sang presiden, bahkan ketika badai menerjang.
Pada malam yang mencekam, 30 September 1965, ketika gerakan G30S meletus, Maulwi Saelan berada di garis terdepan, mempertaruhkan nyawa demi keselamatan Bung Karno.
Ia berhasil membawa sang presiden ke tempat yang aman, menjauhkannya dari cengkeraman maut.
Di tengah situasi yang kacau balau, Maulwi Saelan tetap setia mendampingi Soekarno. Ia menjadi penjaga terakhir sang proklamator, melindungi dan menemaninya di masa-masa sulit.
Namun, kesetiaan Maulwi Saelan harus dibayar mahal. Ia ditangkap dan dipenjara oleh rezim Orde Baru, dituduh terlibat dalam G30S.
Di balik jeruji besi, ia tegar menghadapi siksaan dan tekanan, tak pernah sekalipun mengkhianati Soekarno.
Setelah bertahun-tahun mendekam di penjara, Maulwi Saelan akhirnya dibebaskan.
Ia kembali ke masyarakat, namun semangat juangnya tak pernah padam. Ia tetap teguh membela kebenaran, menyuarakan keadilan bagi para korban peristiwa G30S.
Maulwi Saelan, sang penjaga gawang yang menjadi penjaga terakhir Soekarno, adalah sosok pahlawan sejati. Ia mengajarkan kita arti kesetiaan, keberanian, dan pengabdian.
Namanya akan selalu dikenang, terukir dalam tinta emas sejarah Indonesia.
Sumber:
Saelan, Maulwi. Maulwi Saelan Penjaga Terakhir Bung Karno. Yogyakarta: Penerbit Buku Kompas, 2014.
Adam, Asvi Warman. Menguak Misteri Sejarah. Jakarta: Penerbit Kompas, 2010.
Rosihan Anwar. Sejarah Kecil "Petite Histoire" Indonesia Jilid 4. Jakarta: Penerbit Kompas, 2010.
*
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---