Sosok Raja Jawa Ini Halalkan Segala Cara Demi Langgengkan Kekuasaan

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Amangkurat I.Tentara Belanda diizinkan mendirikan benteng di Kerajaan Mataram pada masa raja ini yang sohor akan kezalimannya ini memimpin. Dampaknya sangat buruk.
Amangkurat I.Tentara Belanda diizinkan mendirikan benteng di Kerajaan Mataram pada masa raja ini yang sohor akan kezalimannya ini memimpin. Dampaknya sangat buruk.

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-online.com - Di bawah naungan langit Mataram yang agung, terukir kisah seorang raja yang namanya terpatri dalam sejarah dengan tinta darah dan air mata.

Amangkurat I, penguasa yang bertahta di atas singgasana Kesultanan Mataram, dikenal sebagai sosok yang paling kejam dan kontroversial yang pernah memimpin kerajaan tersebut.

Di balik kemegahan istana dan gelar kebesarannya, tersembunyi sisi gelap yang dipenuhi oleh ambisi tak terkendali, paranoia, dan tindakan-tindakan brutal yang tak terbayangkan.

Amangkurat I, yang bernama asli Raden Mas Sayidin, naik tahta pada tahun 1646 setelah kematian ayahnya, Sultan Agung. Di awal pemerintahannya, ia menunjukkan potensi sebagai pemimpin yang bijaksana dan cakap.

Namun, seiring berjalannya waktu, ambisi dan ketakutan akan kehilangan kekuasaan mulai menggerogoti nuraninya. Ia menjadi paranoid dan curiga terhadap siapa pun yang dianggapnya sebagai ancaman, termasuk saudara-saudaranya sendiri dan para ulama yang berpengaruh.

Salah satu tindakan paling kejam yang dilakukan Amangkurat I adalah pembunuhan terhadap adiknya sendiri, Pangeran Alit, yang dituduh berkomplot untuk menggulingkannya. Pangeran Alit, yang dikenal sebagai sosok yang saleh dan dicintai rakyat, dieksekusi dengan cara yang sangat brutal.

Peristiwa ini menandai awal dari serangkaian tindakan kejam yang akan dilakukan Amangkurat I selama masa pemerintahannya. Cuma demi langgengkan kekuasaannya.

Pembantaian Para Ulama

Puncak kekejaman Amangkurat I terjadi pada tahun 1648, ketika ia memerintahkan pembantaian massal terhadap ribuan ulama yang dituduh melakukan pemberontakan. Para ulama, yang selama ini menjadi penasihat spiritual dan pembimbing moral bagi masyarakat, dibunuh dengan cara yang sangat sadis.

Peristiwa ini dikenal sebagai "Geger Pecinan" karena banyak ulama yang dibantai di daerah Pecinan, Batavia. Pembantaian ini meninggalkan luka mendalam bagi masyarakat Mataram dan mencoreng nama Amangkurat I sebagai seorang raja yang zalim.

Ketakutan dan Teror

Pemerintahan Amangkurat I diwarnai oleh suasana ketakutan dan teror. Rakyat hidup dalam bayang-bayang kekejaman sang raja, tidak berani mengkritik atau menentang kebijakannya.

Siapa pun yang dianggap tidak setia atau membangkang akan dihukum berat, bahkan dihukum mati. Amangkurat I membangun sistem mata-mata yang luas untuk mengawasi setiap gerak-gerik rakyatnya.

Ia juga membangun penjara bawah tanah yang mengerikan, tempat para tahanan politik disiksa dan dibiarkan mati perlahan-lahan.

Pembangunan Megah di Tengah Penderitaan

Meskipun dikenal sebagai raja yang kejam, Amangkurat I juga melakukan beberapa pembangunan megah di Mataram. Ia membangun istana baru yang megah di Plered, yang dikenal sebagai "Istana Plered".

Ia juga membangun masjid agung dan memperbaiki sistem irigasi untuk meningkatkan produksi pertanian. Namun, pembangunan-pembangunan ini dilakukan dengan mengorbankan rakyatnya.

Rakyat dipaksa bekerja keras tanpa upah yang layak, sementara sang raja hidup dalam kemewahan dan kelimpahan.

Pemerintahan Amangkurat I berakhir dengan tragis pada tahun 1677. Ia meninggal dunia karena sakit keras, meninggalkan warisan kelam bagi Kesultanan Mataram. Kematiannya disambut dengan kelegaan oleh rakyatnya, yang akhirnya terbebas dari belenggu ketakutan dan teror.

Namun, luka yang ditinggalkannya tidak mudah hilang. Nama Amangkurat I tetap terpatri dalam sejarah sebagai simbol kekejaman dan kesewenang-wenangan seorang penguasa.

Renungan dari Masa Lalu

Kisah Amangkurat I adalah pengingat bagi kita semua tentang bahaya kekuasaan yang absolut dan ambisi yang tak terkendali. Seorang pemimpin yang baik seharusnya mengutamakan kesejahteraan rakyatnya, bukan mengejar kepentingan pribadi atau mempertahankan kekuasaan dengan cara-cara yang tidak manusiawi.

Sejarah mengajarkan kita bahwa kekejaman dan kesewenang-wenangan tidak akan pernah menghasilkan kedamaian dan kemakmuran. Sebaliknya, hanya dengan keadilan, kebijaksanaan, dan kasih sayanglah seorang pemimpin dapat membawa negaranya menuju kemajuan dan kejayaan.

Semoga kisah Amangkurat I dapat menjadi pelajaran berharga bagi para pemimpin masa kini dan masa depan.

Semoga mereka dapat mengambil hikmah dari kesalahan masa lalu dan membangun bangsa yang lebih baik, di mana keadilan, kedamaian, dan kesejahteraan menjadi landasan utama.

*

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Artikel Terkait