---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Pemerintahan Indonesia belakangan ini tengah menggalakkan program ketahanan pangan. Memangnya, sepenting apa program ketahana pangan untuk negara kita? Lalu jelaskan bagaimana potensi sumber pangan lokal yang berasal dari daerah kalian?
Pertama-tama kita akan membahas tentang apa itu pangan lokal. Sebagai dikutip dari Kompas.com,Indonesia merupakan negara dengan keanekaragaman hayati (biodiversity) tinggi. Bahkan, di dunia, posisi Indonesia berada di nomor 3.
Tingginya keanekaragaman hayati juga terjadi di sektor sumber pangan Indonesia. Dengan keanekaragaman sumber pangan yang tinggi, dan setiap daerah memiliki kekayaan yang berbeda-beda, seharusnya tak ada lokasi di Indonesia yang mengalami kelaparan.
Setiap daerah punya ciri khas pangan masing-masing dan senantiasa tumbuh optimal dengan lingkungan iklim dan cuaca yang khas. Demikian refleksi dari Yayasan KEHATI yang dikirim ke Kompas.com, memperingati Hari Pangan Sedunia 2022 yang jatuh pada Minggu 16 Oktober 2022.
Manajer Program Ekosistem Pertanian Yayasan KEHATI, Renata Puji Sumedi Hanggarawati, memaparkan, tema Hari Pangan Sedunia 2022 ini mengindikasikan bahwa masih terjadinya kerawanan pangan yang melanda masyarakat di dunia.
Kerawanan ini berangkat dari persoalan seperti pandemi covid-19, perubahan iklim, ketegangan internasional, dan kenaikan harga. Pemerintah Indonesia melalui Kemenko Bidang Perekonomian mengatakan bahwa untuk menciptakan ketahanan pangan di tengah dinamika permasalahan global, salah satu strateginya yaitu dengan melakukan diversifikasi pangan lokal.
KEHATI memaparkan, keberagaman merupakan jawaban sumber kebutuhan pangan lokal ke depan. Karena itu, upaya untuk kembali ke sumber pangan lokal harus ditingkatkan. "Keragaman sumber pangan Nusantara merupakan jawaban terhadap permasalahan kelaparan, gizi buruk, termasuk perubahan iklim," kata Renata.
Keragaman pangan Indonesia tinggi
Indonesia memiliki tingkat keragaman yang sangat tinggi. Terkait keanekaragaman hayati secara umum, data dari Badan Pangan Nasional 2022 menunjukan bahwa Indonesia berada di peringkat ketiga di dunia. Untuk sumber pangan, Indonesia memiliki kekayaan 77 jenis tanaman pangan sumber karbohidrat, 75 jenis sumber protein, 26 jenis kacang-kacangan, 389 jenis buah-buahan, 228 jenis sayuran, serta 110 jenis rempah dan bumbu, serta 40 jenis bahan minuman.
Bahkan untuk keragaman sumber pangan ini merupakan yang tertinggi di dunia setelah Brazil. "Namun, fakta tersebut tak lantas membuat Indonesia memiliki ketahanan pangan yang mumpuni," kata Renata.
Majalah The Economist merilis Global Food Security Index atau Indeks Ketahanan Global 2022 yang menempatkan Indonesia pada peringkat ke-63 dari 113 negara di dunia, jauh di belakang Singapura dan negara-negara regional Asia Tenggara lain.
Angka tersebut diukur berdasarkan empat indikator, yakni keterjangkauan, ketersediaan, kualitas dan keamanan makanan, serta keberlanjutan dan adaptasi Secara umum, keterjangkauan harga pangan Indonesia dinilai cukup baik dengan skor 81,5 poin.
Namun, beberapa indikator lain masih lemah. Secara rinci, indikator ketersediaan pasokan Indonesia memiliki skor sebesar 50,9 poin. Skor indikator kualitas dan keamanan pangan Indonesia sebesar 56,2 poin. Lalu, indikator keberlanjutan dan adaptasi pangan sebesar 46,3 poin.
Beras sumber pangan dominan
Di Indonesia, beras menjadi sumber pangan dengan rata-rata konsumsi rumah tangga sebesar 94,9 kg/kapita/tahun pada tahun 2019. Diperlukan sekitar 2,5 juta ton beras per bulan untuk memenuhi kebutuhan jumlah penduduk Indonesia yang hampir 270 juta jiwa (Badan Ketahanan Pangan, 2020).
Program cetak sawah masih belum mampu memenuhi kebutuhan masyarakat Indonesia yang jumlahnya terus bertambah. "Ini seperti realitas dari teori Malthus tentang Essay on Population bahwa populasi bertambah menurut deret ukur, sementara produksi makanan cenderung bertambah menurut deret hitung," kata Renata.
Merujuk realitas di atas, menurut KEHATI, Indonesia memerlukan transformasi sistem pangan nasional yang dimulai dari sisi permintaan. Masyarakat Indonesia perlu kebiasaan baru dalam pola konsumsi makanan pokok, bukan hanya nasi tapi juga ragam pangan lokal lainnya.
Sumber pangan lokal berkarbohidrat
Renata menegaskan, terkait sumber karbohidrat, sebenarnya tidak hanya beras. Indonesia memiliki beragam biji-bijian sumber karbohidrat, seperti jewawut, sorgum, hingga jelai.
Selain itu, hampir di semua daerah memiliki umbi-umbian seperti ubi jalar dan talas. Papua, yang tahun 2018 lalu dilanda bencana gizi buruk, memiliki kekayaan umbi luar biasa. KEHATI memaparkan, mengutip Schneider et al (1993) dalam Suhendra dkk (2014), sebanyak 224 kultivar ubi jalar ditemukan di Lembah Baliem dan Wissel, sedangkan di Anggi tercatat 60 kultivar. Papua juga memiliki kekayaan talas.
Hasil seleksi LIPI menemukan 20 kultivar talas yang dianggap potensial. Masih mengutip Suhendra dkk (2014), talas merupakan plasma nutfah penting karena merupakan salah satu jenis umbi-umbian asli Indonesia dan sudah teruji serta terbukti mampu beradaptasi dengan baik.
Bahkan, domestifikasi pertama talas di dunia kemungkinan dilakukan oleh leluhur orang Papua, yang terlihat dari jejak pembukaan hutan di Baliem 7.000-6.000 tahun lalu. Bagian terendah lembah-lembah dataran tinggi utama di Baliem terbukti telah dibuka dan ditanami talas dan pisang.
Indonesia pusat keragaman pisang
KEHATI juga menggarisbawahi, Indonesia merupakan pusat asal dan keragaman tanaman pisang. Mengutip Nasution & Yamada (2001) dalam Suhendra dkk (2014), dari 66 jenis pisang (Musa sp) di dunia, terdapat 12 jenis di Indonesia. Paling sedikit terdapat 15 varietas liar Musa acuminata yang tersebar dari Aceh hingga Papua (Nasution, 1991, dalam Suhendra dkk, 2014).
Sumber karbohidrat lain dari buah yang keberadaannya berlimpah adalah sukun (Artocarpus altilis). Sementara karbohidrat dari batang tanaman terdapat pada sagu yang di masa lalu sebenarnya tersebar dari Papua hingga Aceh.
Sagu merupakan sumber pangan penting di masa lalu, jauh sebelum beras. Pemakaian kata sega (dibaca sego) dalam bahasa Jawa untuk menyebut nasi (sumber karbohdirat), menjadi penanda pentingnya tanaman ini sebagai sumber pangan sebelum padi.
Misalnya, untuk menyebut nasi dari beras, orang Jawa akan mengatakan sega beras, nasi dari jagung akan disebut sega jagung, serta nasi dari singkong yang dikeringkan (sega tiwul).
“Menilik sejarah dan menjalankan amanat Undang-Undang No 18 tahun 2012 tentang Pangan, pemerintah perlu menerapkan regionalisasi sistem pangan dan sumber keragaman sumber pangan lokal - yang secara alami telah beradaptasi dengan kondisi lingkungan setempat dan secara budaya menjadi sumber pangan masyarakat dan kedaulatan sumber pangan daerahnya,” tutup Renata.
Dari uraian di atas kita bisa jelaskanbagaimana potensi sumber pangan lokal yang berasal dari daerah kalian yang begitu kaya. Mulai dari sumber karbohidrat, buah-buahan, sumber protein, dan lain sebagainya.