Pengertian Sejarah Menurut Herodotus Sang Bapak Ilmu Sejarah

Moh. Habib Asyhad
Moh. Habib Asyhad

Editor

Begitulah pengertian sejarah menurut Herodotus juga bagaimana kisah hidup sang Bapak Sejarah.
Begitulah pengertian sejarah menurut Herodotus juga bagaimana kisah hidup sang Bapak Sejarah.

Bagaimana pengertiansejarah menurut Herodotus? Lalu bagaimana ciri-ciri penulisan sejarah yang dimiliki oleh Bapak Sejarah itu?

---

Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini

---

Intisari-Online.com -Pada prinsipnya, sejarah adalah ilmu yang mempelajari tentang sebuah peristiwa di masa lampau. Meski begitu, para ahli punya pengertiannya sendiri-sendiri tentang apa itu sejarah, termasuk Herodotus sang Bapak Ilmu Sejarah.

Bagaimana pengertian sejarah menurut Herodotus?

Herodotus dikenal sebagai sejarawan pertama di dunia. Ia merupakan ahli sejarah asal Yunani yang dijuluki sebagai The Father of History atau Bapak Ilmu Sejarah. Menurut Herodotus, sejarah tidak berkembang ke arah depan dan memiliki tujuan yang jelas, melainkan bergerak seperti garis lingkaran yang tinggi dan rendahnya diakibatkan oleh keadaan manusia itu sendiri.

Lalu bagaimana garis hidup Herodotus?

Soal kisah hidup Herodotus, Majalah Intisari edisi Februari 1964 pernah menuliskannya. Artikel dengan judul "Herodotus dari Hallikarnasus - Bapak Sejarah" itu ditulis oleh Drs. The Tjeng Sioe. Begini ksiahnya:

Salah satu cerita tertua yang kita kenal dalam kesusastraan Yunani adalah Illias dan Odyssea, yang umumnya dianggap sebagai hasil karya yang termasyhur dari Homerus. Mungkin sekali kedua cerita itu mempunya latar belakang kejadian yang sebenarnya, akan tetapi betapa mengesankan penulisannya juga, Illias dan Odyssea belum tergolong hasil karya sejarah.

Juga tulisan-tulisan dari golongan selanjutnya yang disebut logografen–penulis-penulis yang berlainan dengan para penyair, menggunakan bentuk prosa–masih belum dapat dianggap sebagai penulisan sejarah, karena penulisan golongan ini masih belum merupakan “Cerita yang teratur berdasarkan penyelidikan yang berpangkal pada sesuatu problems telling,” kata Jon Romein.

Ciri-ciri ini baru mulai tampak pada tulisan-tulisan Herodotus, maka tidaklah mengherankan bilang orang menganggap dia sebagai Bapak Sejarah.

Herodotus dilahirkan pada tahun 484 SM di Halikarnassos, sebuah kota di Asia Kecil (Turki). Letak kota kelahirannya di “jembatan” antara tiga benua: Asia, Afrika, dan Eropa ini, ternyata sangat menguntungkan Herodotus dalam menjalankan pekerjaannya karena bagi dia historia adalah memperoleh pengetahuan dengan jalan penyelidikan.

Bahan-bahan penyelidikan ini dikumpulkannya dari perjalannya ke pantai Laut Hitam Persia, Asia Kecil, Mesir, Yunani, Italia, Sisilia, suatu jarak yang sekalipun ditempuh dengan alat-alat pengankutan modern masih merupakan suatu prestasi yang besar.

Historia

Bukunya disebut Historia yang dibagi dalam sembilan jilid. Tiap jilid diberi judul nama seorang muse. Inti penulisan dalam buku ini adalah perang yang dahsyat antara Yunani dan Persia, di mana tampak dengan jelas kesatuan pikiran dan kesatuan pokok.

Di samping kesatuan-kesatuan ini tulisan-tulisan Herodotus juga mempunyai dasar kesatuan lain: Dewa-dewa selamanya turun tangan dalam nasib manusia. Barang siapa berani menepuk dada dan membanggakan diri niscaya akan dihancurkannya oleh Dewa-dewa. Sebaliknya, kerendahan hati dan kejujuran senantiasa akan memperoleh kemenangan terakhir.

Sekalipun buku Historia agak tebal, tidaklah cepat-cepat orang, sekali membacanya, akan meletakkannya kembali, karena haruslah diakui bahwa Herodotus adalah seorang master storyteller. Cerita-ceritanya penuh dengan human interest dan kerap kali diselingi oleh anekdot-anekdot yang sangat menari.

Kata Macaulay, seorang ahli sejarah Inggris, “Kelemah lembutannya yang sederhana, bakatnya yang mengagumkan dalam memberi uraian dan menyusun dialog, dan bahasanya yang murni, lancar dan menyegarkan menempatkan Herodotus sebagai seorang penulis yang terkemuka.”

Suatu kekurangan yang kerap kerap kali terasa adalah sifatnya yang tidak kritis. Bila keterangan-keterangan yang diperolehnya saling bertentangan atau tak dapat dipercaya, maka Herodotus menjadi tidak berdaya.

Jalan satu-satunya baginya adalah memilih sesuatu di antaranya yang dianggapnya paling masuk akal. Sebagai contoh dimuat di bawah ini dua singkatan karangan Herodotus yang memberi gambaran tentang sifat-sifat penulisannya.

Solon dan Croesus

Croesus, raja Lydia, termasuk salah seorang yang terkaya dari zamannya. Negaranya sangat makmur dan ibukotanya, Sardes, merupakan pusat perniagaan yang sangat ramai. Pada suatu hari datanglah Solon, seorang negarawan Athena yang arif bijaksana, dan yang sedang mengembara ke pelbagai negara di Timur Tengah.

Croesus menyambutnya dengan penuh kebesaran dan setelah diperlihatkannya kekayaan negara dan khasanah raja yang penuh dengan emas dan barang permata, maka Croesus bertanya kepada Solon:

“Hai, sahabatku dari Athena, telah kudengar bahwa Anda telah banyak mengunjungi negara-negara. Maka timbullah keinginan padaku untuk menanyakan apa Anda sudah menjumpai orang yang paling berbahagia?”

Dalam hatinya Croesus mengharapkan supaya Solon menyebut Croesus sebagai orang yang paling berbahagia. Akan tetapi Solon menjawab: “Tellos, raja Athena”. Dengan heran Croesus menanyakan: “Apakah sebabnya sahabat, Anda menyebut Tellos?”

“Pertama Tellos telah hidup dalam kota yang sangat makmur, dan kedua Tellos telah gugur sebagai pahlawan dalam mempertahankan kotanya, sehingga dia sampai sekarang masih dipuja oleh rakyatnya.”

Croesus merasa kecewa, tetapi kini dia yakin bahwa tempat kedua pasti jatuh kepadanya. Maka ditanyakannya lagi, “Bila raja Tellos yang pertama, siapakah yang kedua?” Solon menyebut nama seorang lain. Kini Croesus dengan murka berkata: “Hei, Solon, apakah kebahagiaanku di matamu tak ada artinya sama sekali?”

“Wahai, Croesus, ingatlah perkataanku ini: selama orang masih hidup tak dapat disebutnya berbahagia. Hari ini dia masih mengecapkan kesenangannya. Siapa tahu esok hari dia ditimpa malapetaka yang dahsyat.”

Croesus tetap merasa tidak puas, lalu menganggap Solon sebagai seorang yang tidak wajar pikirannya. Ketika Solon meninggalkan istana, Croesus tidak menyesal sedikit pun. Tidak lama kemudian dewa-dewa menghukum kesombongan Croesus.

Putranya yang sulung menjadi tuli, dan dalam impian telah diramalkan bahwa puteranya yang kedua akan tewas karena sepucuk lembing. Sekalipun Croesus menjauhkan segala benda yang tajam dari lingkungan puteranya, ternyata apa yang diimpikan itu terjadi juga.

Putranya menemui ajalnya dalam perburuan karena lemparan sebuah tombak. Akhirnya kerajaan Lydia sendiri direbut oleh raja Persia, Cyrus. Croesus dijatuhi hukuman mati dan ditempatkan di atas unggun kayu untuk dibakar hidup-hidup.

Pada saat itu Croesus terkenang pada kata-kata Solon, bahwa seseorang belum dapat dikatakan bahagia sebelum meninggal dalam keadaan yang sempurna. Dengan air mata berlinang-linang dia berseru: “Solon, Solon, Solon. Betapa benar kata-katamu.”

Akhirnya dewa-dewa mengampuninya. Hujan yang lebat turun dan Croesus mendapat pengampunan.

Cincin zamrud Polukrates

Polukrates, penguasa pulau Samos, selalu berhasil dalam segala usahanya. Sahabat-sahabatnya khawatir kalau-kalau satu waktu Polukrates akan mengalami nasib buruk sebab dewa-dewa niscaya akan merasa iri hati.

Salah seorang sahabatnya, Amasis, raja Mesir, menulis kepadanya:

“Sangat menyenangkan hati mendengar bahwa Anda sangat beruntung. Akan tetapi kebahagiaan yang berlimpah-limpah dapat menimbulkan rasa tidak senang di kalangan dewa-dewa. Maka ikutilah nasihatku: Buanglah sesuatu benda yang sangat berharga bagi Anda, sehingga kehilangan itu akan membuat Anda sangat sedih. Dengan demikian Anda dapat menghindarkan diri dari amarah dewa-dewa.”

Polukrates menuruti nasihat baik dari sahabatnya lalu melemparkan sebuah cincin zamrud yang indah di tengah-tengah laut. Sepulangnya dia mengasingkan diri dalam istananya, karena kehilangan itu benar-benar dirasakan sangat berat.

Beberapa hari kemudian seorang pelaut berhasil menangkap seekor ikan yang besar dan indah. Ikan ini dipersembahkan kepada Polukrates dan setelah dipotong ditemukan kembali cincin zamrud itu. Polukrates menganggap kejadian ini sangat luar biasa. lalu memberitahukannya kepada Amasis.

“Wahai,” kata Amasis dengan sedih, “Kiranya tidak mungkin bagi seseorang untuk mengubah nasib orang lain. Sahabatku Polukrates satu waktu niscaya akan celaka.” Kisah selanjutnya membenarkan kejadian ini: Polukrates tertangkap oleh musuhnya lalu setelah disiksa kemudian dihukum mati.

Begitulah pengertiansejarah menurut Herodotus juga bagaimana kisah hidup sang Bapak Sejarah.

Artikel Terkait