Keberadaannya tak sebatas paru-paru kota. Taman Balekambang juga sebagai sarana rekreasi dan interaksi warga kota demi terpeliharanya kerukunan dan kohesi sosial. Interaksi sosial ini mengikis potensi konflik antar sesama.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Ada banyak destinasi wisata bersejarah yang bisa kita kunjungi saat datang ke Kota Solo, Jawa Tengah. Tak hanya Keraton Surakarta dan Pura Mangkunegaran, kita juga bisa jajan di Pasar Gede dan Pasar Klewer.
Jangan lupakan juga Taman Balekambang, taman sejuk yang letaknya persis di tengah Kota Solo. Terkait taman hijau nan bersejarah ini, sejarawan Heri Priyatmoko pernah menuliskannya untuk Majalah Intisari edisi Oktober 2010 dengan judul "Balekambang Nan Hijau Dan Bersejarah".
Begini tulisannya:
"Jika sedang bertandang ke Kota Solo, mampirlah ke Taman Balekambang. Selain bakal menemukan kesejukan di balik rimbunnya pepohonan, Anda juga akan disuguhi informasi sejarah yang berkaitan dengan Pura Mangkunegaran.
Sempat mangkrak dan kumuh selama belasan tahun, kini tempat itu berseri kembali setelah direvitalisasi oleh Walikota Joko Widodo, atau lebih akrab dipanggil Jokowi.
Taman dikembalikan ke bentuk semula dengan sedikit polesan agar kian menawan. Di masa lalu hingga kini taman ini kerap dipakai untuk pertunjukan tradisional ketoprak dan tamasya warga kota. Semakin semarak dengan adanya wahana outbound di taman seluas 13 hektar ini.
Di dalam taman terdapat dua patung perempuan ayu yang kerap dijadikan latar berfoto ria. Karena tidak diberi keterangan yang jelas dan lengkap, para pengunjung mengira patung tersebut adalah patung RA. Kartini.
Yang betul, patung yang berada di tengah taman ini bernama Partinah, sedangkan patung yang berada di tengah kolam bernama Partini. Menurut riwayatnya, Taman Balekambang dibangun oleh Mangkunegara VII tahun 1912.
Dia sengaja membangun kolam dan hutan ini meniru model Garden City di negeri Kincir Angin, Belanda. Kebetulan ia sempat mengenyam pendidikan di Leiden meskipun tidak rampung karena gejolak Perang Dunia I. Semula Taman Balekambang disebut Partini Tuin, yang berarti Taman Partini, nama putri tertuanya.
Sementara, lokasi yang ditandai dengan patung Partinah yang juga nama Putri Mangkunegara VII merupakan hutan kota. Dulu disebut Partinah Bosch.
Mangkunegara VII membangun hutan kota rupanya tak sekedar demi keindahan. Taman Balekambang memiliki fungsi sebagai resapan air, lantaran Kota Bengawan ini kerap dilanda banjir setiap tahun. Ketika musim kemarau, penduduk tidak risau akan bencana kekeringan. Tampungan air di taman ini cukup memadai karena tersimpan bagus di akar-akar pepohonan yang tumbuh subur.
Meskipun roda zaman terus berputar, kondisi Taman Balekambang rupanya tidak jauh berbeda. Anda bisa buktikan dengan melihat-lihat koleksi foto-foto lawas taman ini di Perpustakaan Rekso Pustoko Mangkunegaran.
Meski letaknya sekarang bersebelahan dengan jalan raya menuju Terminal Tirtonadi, suara bising knalpot kendaraan yang berseliweran nyaris tak terdengar. Udara pun tetap segar. Taman Balekambang merupakan ruang publik yang komplit.
Keberadaannya tak sebatas paru-paru kota. Juga sebagai sarana rekreasi dan interaksi warga kota demi terpeliharanya kerukunan dan kohesi sosial. Interaksi sosial ini mengikis potensi konflik antar sesama.
Plus kandungan informasi sejarah lokal di taman ini, diharapkan generasi muda yang bermain di dalamnya dapat mengenang atau sedikitnya mencomot semangat Mangkunegara VII dalam mengelola lingkungan dan mencintai alam sekitarnya.
Harapannya, kesadaran merawat lingkungan pada diri generasi sekarang semakin menebal."
Cerita Partinah dan Partini
Dikutip dari Kompas.com, Taman Balekambang di Solo, Jawa Tengah, menyimpan banyak cerita. Konon, tempat wisata yang berlokasi di Jalan Balekambang, Solo, ini dahulunya adalah tempat bersantai untuk keluarga dan kerabat Istana Pura Mangkunegaran.
Taman ini dilengkapi tempat bersantai, kursi, dan meja membentuk lingkaran, serta area bermain, kolam, pojok laktasi, mushola, taman reptil, gedung kesenian, dan lainnya. Suasana di taman ini pun sangat sejuk karena ditumbuhi aneka jenis pepohonan yang rindang.
Sebagian besar pohon itu sudah berusia ratusan tahun dan tergolong langka. Ada pohon beringin, apel coklat, kenari, serta pohon langka jenis lainnya. Pengunjung yang datang dimanjakan dengan keberadaan hewan rusa yang berkeliaran di taman.
Ada belasan rusa yang sengaja dilepas secara bebas di taman itu. Aneka permainan, seperti perahu, kereta putar, dan becak hias, juga disuguhkan bagi para pengunjung.
Taman Balekambang dibangun pada masa Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Arya (KGPAA) Mangkunegoro VII sekitar tahun 1921. Taman ini merupakan hadiah untuk kedua putrinya, yaitu GRAy Partini Husein Djayaningrat dan GRAy Partinah Sukanta.
Bahkan, kedua nama putri penguasa Istana Pura Mangkunegaran itu diabadikan sebagai nama taman yang ada di Balekambang, yakni Taman Partini Tuin dan Partinah Bosch.
"Dua nama taman ini diambil dari nama putri KGPAA Mangkunegoro VII sehingga diabadikan menjadi dua taman di Balekambang ini," kata Kepala UPT Kawasan Wisata Taman Balekambang Solo, Sumeh, kepada Kompas.com di Solo baru-baru ini.
Bangunan di taman seluas 9,8 hektar ini memadukan konsep Jawa dan Eropa. Tidak hanya menciptakan keindahan, tetapi memiliki fungsi utama sebagai paru-paru kota di Solo. Misalnya Taman Partini Tuin atau Taman Air Partini yang berfungsi sebagai penampungan air untuk membersihkan dan menggelontorkan kotoran-kotoran sampah di dalam kota.
Kolam ini sering dijadikan sebagai area bermain perahu bagi para pengunjung. Berbeda dari Taman Partinah Bosch atau Hutan Partinah, taman ini memiliki fungsi sebagai daerah resapan atau paru-paru kota sehingga di sekitar taman ini ditumbuhi tanaman langka, seperti kenari, beringin putih, beringin sungsang, dan apel coklat.
Taman Balekambang baru dibuka untuk masyarakat umum pada era KGPAA Mangkunegoro VIII. Berbagai hiburan muncul untuk menyemarakkan dan meramaikan taman sebagai paru-paru di Kota Solo, seperti ketoprak lesung (ketoprak yang diiringi dengan musik lesung).
Pada era tahun 1970-an, masuk hiburan Srimulat yang melahirkan beberapa seniman terkenal, seperti Timbul, Gepeng, Djujuk, Nunung, Mamik, dan Basuki. "Taman Balekambang ini direvitalisasi tahun 2008. Di samping fungsi utama sebagai daerah resapan dan paru-paru kota, juga diperuntukkan sebagai ruang publik," kata dia.
Sumeh mengungkapkan, proses revitalisasi wisata Taman Balekambang baru dilakukan pada masa pemerintahan Wali Kota Solo Joko Widodo (Jokowi) yang kini menjabat sebagai orang nomor satu di Indonesia. Taman Balekambang buka setiap hari mulai pukul 07.00 - 17.00 WIB.
Pengunjung yang datang ke taman wisata ini tidak dipungut tiket masuk alias gratis. "Setiap hari pengunjung yang datang mencapai 3.000 orang. Tidak hanya dari Solo, tetapi juga dari berbagai penjuru daerah," ungkap Sumeh.
Begitulah sejarah Taman Balekambang, taman sejuk nan bersejarah yang menjadi paru-paru Kota Solo hingga sekarang.