Sejarah Gunung Kawi, tempat makam yang jadi tujuan ngalap berkah. Makam itu dipercaya sebagai peristirahatan dua keturunan Mataram Islam.
---
Intisari hadir di WhatsApp Channel, follow dan dapatkan berita terbaru kami di sini
---
Intisari-Online.com -Kawasan Gunung Kawi adalah kawasan bersejarah. Tapi entah sejak kapan, kawasan ini diidentikkan dengan tempat untuk ngalap berkah dan rezeki. Titiknya berada di Makam Gunung Kawi.
Makam siapa sebenarnya ini?
Sebagaimana pernah ditulis oleh Intisari pada Maret 1991, kesohoran Gunung Kawi sudah sampai mana-mana, bahkan konon katanya hingga Jazirah Arabiya. Begini liputannya untuk Anda.
"Kala senja tiba, siratan nuansa cahya mentari yang berangkat ke peraduan membayang elok di ufuk barat. Kicau burung-burung berebut tempat bertengger berpadu dengan eretan suara belalang, menggores kalbu.
Dan sisi barat kompleks makam terdengar alunan merdu suara azan maghrib .... Lambaian dedaunan yang diterpa angin seakan berucap selamat tinggal senja, dan selamat datang rembulan dan bintang ....
Sungguh, sebuah harmoni indah kehidupan alam yang sulit diukur dengan kata-kata ....
Sungguh mati, ini bukan kecap untuk mengundang wisman (wisatawan mancanegara). Apalagi upaya untuk mengatrol jumlah wisman dalam rangka Visit Indonesia Year 1991, yang diduga terpengaruh gara-gara meletusnya Perang Teluk.
Kalimat-kalimat rada puitis itu cumalah upaya pelukisan suasana sebuah tempat peziarahan terpencil, tapi kondang, nun di lereng Gunung Kawi (2.651 m), sekitar 40 km sebelah barat Kota Malang, Jawa Timur.
Makam Gunung Kawi. Begitulah merek dagang tempat itu dikenal. Suasana alam yang dilukiskan R. Soelardi Soerjowidagdo, dalam buku petunjuk "resmi" tentang tata cara ziarah dan riwayat Makam Gunung Kawi yang ditulisnya itu, memang tidak terlalu dibesar-besarkan.
Malah masih bisa ditambah lagi dengan unsur lain: hawa sejuk, udara bersih komplet dengan sejumlah penginapan dan hotel yang representatif, warung makan, restoran, dan fasilitas lain yang memadai. Pokoknya, soal itu rasanya tak perlu ditanya lagi. Semua beres.
Mau piknik atau berziarah? Itu terserah. Yang jelas, sejak puluhan tahun lalu Makam Gunung Kawi begitu kondang dan banyak dikunjungi para petualang ziarah yang ingin ngalop berkah di sana.
Konon, berkah apa saja boleh diminta. Keselamatan, enteng jodoh, lancar rezeki, ingin dapat anak atau harapan diwangsiti nomor kode buntut.
Keturunan raja-raja
Makam Gunung Kawi sebenarnya tak beda dengan tempat-tempat peziarahan lain yang bertaburan di Jawa. Seperti di Gunung Jati, Gunung Muria, Gunung Kemukus atau sejenisnya, aktivitas di sana juga berpusat pada makam orang yang dianggap punya doyo linuwih atau “kesaktian”.
Yang jadi bintang pujaan spiritual di sana ada dua, Mbah Djoego dan Mbah Imam Soedjono. Konon kabarnya kedua eyang itu dimakamkan dalam satu liang lahat.
Menurut pakem “resmi” seperti dikemukakan oleh R. Soelardi Soerjowidagdo (50), putra juru kunci makam yang masih ada hubungan darah dengan R.M. Imam Soedjono keduanya tokoh kharismatik asal Kerajaan Mataram abad ke-19.
Djoego hanyalah nama samaran. Aslinya Kanjeng Kiai Zakaria II, keturunan penguasa Mataram Surakarta yang memerintah pada abad ke-18.Sedangkan Raden Mas Iman Soedjono, keturunan penguasa Keraton Mataram Yogyakarta yang berkuasa pada abad yang sama.
Semasa hidup, keduanya dikenal sebagai tokoh keagamaan, pendakwah (dai), dan juga sebagai pemimpin dan panutan masyarakat yang dekat dengan rakyat kecil, terutama di Jawa Timur.Mereka pun disegani karena sifat-sifat patriotiknya. Keduanya, konon, adalah pengikut setia Pangeran Diponegoro di zaman perang melawan Belanda (1825 - 1830).
Kiai Zakaria II sendiri adalah cicit dari Sunan Paku Buwono I, penguasa Keraton Mataram tahun 1705 - 1719. Sedangkan R.M. Iman Soedjono adalah cucu Bendoro Pangeran Haryo Balitar, dan cicit Sri Sultan Hamengku Buwono I yang bertahta di Keraton Yogyakarta tahun 1755 - 1792.
Setelah Diponegoro tertangkap Kompeni di Magelang, anggota laskarnya kocar-kacir dan pecah. Dalam pengembaraannya ke arah timur, Kiai Zakaria II sampai di Desa Sanan, Kesamben, Blitar (Jatim).la menyandang nama samaran Sadjoego, yang arti harfiahnya sendirian, agar tidak diketahui musuh (Belanda). Di sanalah ia menetap, hingga meninggal pada tanggal 22 Januari 1871.
Jenazahnya baru dikebumikan empat hari kemudian, Kamis Kliwon 25 Januari 1871, mengingat perjalanan dari Blitar ke Gunung Kawi bukan perjalanan yang mudah.
Iring-iringan pembawa jenazah harus melalui jalan setapak, menembus hutan lebat, lereng-lereng terjal dan tebing-tebing curam. Sebelum meninggal, ia berpesan kepada Iman Soedjono agar jazadnya nanti dikuburkan di lereng Gunung Kawi.
Sepeninggal sesepuhnya, R.M. Iman Soedjono memutuskan untuk menetap di Desa Wonosari, tempat Mbah Djoego dimakamkan itu. Dialah yang kemudian merawat pusaranya, di samping sehari-harinya bertani padi gaga dan palawija.
Sementara itu, Iman Soedjono tetap melakukan dakwah kepada para pengikutnya maupun tamu yang datang ke rumahnya, sekaligus berziarah ke makam Mbah Djoego.
Enam tahun setelah Mbah Djoego meninggal, yakni tanggal 12 Suro 1805 yang bertepatan dengan tanggal 8 Februari 1876, R.M. Iman Soedjono pun berpulang dan dimakamkan dalam satu liang lahat bersama almarhum Mbah Djoego, sesuai dengan wasiat pendahulunya itu."
Markas lelembut
Sejak dari kapan-kapan yang namanya kuburan, makam, pesarean atau entah apa namanya, umumnya berkonotasi angker, seram dan Iain-lain yang bisa bikin badan meriang.Konon, menurut yang diyakini sementara orang, kuburan itu merupakan markas segala macam marga lelembut atau roh halus, bahkan pos hantu berkumpul.
Tapi, yang ini rada lain. Berkesan mewah, berhiaskan lampu-lampu kristal megah, berlantai karpet merah, dengan bangunan berbentuk nisan raksasa, daya angker yang melekat pada sosok Makam Gunung Kawi seperti cair.
Padahal seperti umumnya areal sebuah kuburan Jawa, makam itu pun dikepung pohon-pohon beringin dan entah pohon apa lagi yang besar-besar dan rimbun. Meski begitu, suasana khas sebuah kuburan suma sekali bukannya tak ada.
Suasana itu akan tercium tatkala orang memasuki ruangan tempat batu nisan berada. Aroma asap kemenyan yang berbaur dengan wangi asap hio dan harum bunga mawar, mau tak mau akan membawa pikiran orang ke alam magis dan sakral.
Namun, ruangan seluas 300 m2 yang mampu menampung hampir seribu manusia duduk bersila itu berubah pengap, manakala tiba saatnya peziarah memasuki pendopo makam untuk nyekar dan menyampaikan maksudnya lewat Mbah Asim Nitiredjo, sang juru kunci.
Waktu untuk berziarah memang diatur. Entah apa maksudnya. Pagi dimulai pukul 09.00, siang 14.00 dan malamnya 19.00. Sedangkan khusus bagi mereka yang mau berziarah keliling pendopo makam, dijatah mulai pukul 24.00 - 01.00.
Jumlah pengunjung atau peziarah memang agak mencolok. Pada hari-hari biasa saja, makam yang kondangnya sebagai tempat berburu hoki itu didatangi ratusan orang.
Apalagi ketika tiba malam Jumat Legi atau Senin Pahing, yang diyakini oleh yang percaya sebagai malam-malam paling afdol buat ngalap berkah, jumlah pengunjung melejit. Sejak pagi hingga petang hari arus anak manusia seperti tak putus-putus.
Tak heran jika malam-malam seperti itu, sekitar 5,000 orang tumplek blek di sana. Jumlah itu bakal mencapai klimaksnya pada tanggal 12 Suro (Muharam) setiap tahunnya, ketika berlangsung tahlil akbar, upacara khusus memperingati wafatnya salah seorang yang dimakamkan di sana.
Ketika itu jumlah pengunjung bisa menembus angka belasan ribu. "Kompleks makam seluas 1 ha itu seperti tak mampu menampung membludaknya pengunjung," kata seorang penduduk setempat.
Pengunjung Makam Gunung Kawi yang berada pada ketinggian sekitar 800 m dari permukaan laut itu, datang dari berbagai kalangan. Mulai dari anak-anak sampai orang tua, pria atau wanita. Ada pegawai, pengusaha, pejabat, tokoh atau pemimpin masyarakat dan juga rakyat kecil.
Mereka bukan hanya berasal dari Kota Malang, Surabaya atau daerah-daerah lain yang berdekatan dengan lokasi makam, tetapi juga dari berbagai penjuru tanah air. Malah dari catatan buku tamu, bisa dijumpai pengunjung asal mancanegara.
Dari Singapura, Malaysia, RRC, Taiwan, Hong Kong, Jepang, India, Kangda, AS, Suriname, Inggris, Belanda, Jerman Barat, Australia, bahkan dari berbagai daerah di Timur Tengah. Sulit dilacak apa maksud kedatangan para wisnian ini."
***
Di antara sekian objek wisata di Malang Raya, Pesarean Gunung Kawi - demikian masyarakat sekitar menyebut objek wisata ziarah ini - menduduki peringkat atas. Khususnya untuk wisata ziarah. Di sana dimakamkan dua tokoh Keraton Mataram abad ke-19, yakni Kanjeng Kyai Zakaria II dan Raden Mas Imam Soedjono.
Keduanya lebih dikenal sebagai Eyang Djoego, keturunan penguasa Mataram Kartasura, dan Eyang Soedjo, keturunan penguasa Mataram Yogyakarta).
Setiba di kompleks pesarean kita akan melihat adanya tiga gapura dengan relief perang Diponegoro terukir di dinding. Sementara di bagian tengah terbentang anak tangga sejauh 750 m dengan sudut kemiringan hampir 35 derajat. Di kiri kanan tangga berjejer kios-kios makanan dan minuman.
Cobalah untuk berhenti di salah satu kios jika capai. Atau merasa dingin karena tempat ini berada di ketinggian sekitar 800 mdpl. Hangatkan badan dengan memesan wedang ronde atau angsle.
Atau malah memborong ubi gunung kawi yang khas itu: berwarna ungu dan rasanya manis. Di kios-kios ini pula akan kita dapati perlengkapan ritual, bunga untuk berziarah, warung makan, bahkan hotel.
Selanjutnya kita akan menemukan bangunan ciam si, yang berarti ramal nasib. Hampir semua pengunjung, dari muda-mudi sampai kakek nenek, pengusaha atau rakyat biasa, akan meramalkan nasib mereka di sini. Tentu sesuai dengan keinginan mereka. Dari soal jodoh sampai rezeki.
Berseberangan dengan bangunan ciam si kita akan mendapati dua loket pendaftaran syukuran. Di loket ini kita bisa mendaftarkan jadwal syukuran yang akan kita lakukan. Syukuran bisa kita lakukan seminggu setelah pendaftaran. Pengelola membagi tiga waktu syukuran: pukul 10.00, 15.00, dan 21.00 WIB.
Tak jauh dari loket pendaftaran syukuran, kita akan melihat gapura tinggi yang menjadi pintu masuk utama pesarean atau makam. Dari gapura tersebut kita akan melihat klenteng Dewi Quan Im dan Pesarean Gunung Kawi.
Untuk masuk ke areal makam kita harus melepas alas kaki dan bersikap seperti hendak menghadap raja. Di sana seorang juru kunci akan membantu kita menghantarkan persembahan yang kita bawa, baik bunga tabur atau tumpeng syukuran. Inilah puncak ritual yang dapat kita lakukan ketika mengunjungi Pesarean Gunung Kawi.
Usai berziarah masih ada satu aktivitas yang dapat kita lakukan, yakni duduk-duduk di bawah pohon dewandaru, atau yang disebut pohon kesabaran. Pohon yang terletak di depan makam ini ditanam oleh Eyang Jugo dan Eyang Sujo sebagai perlambang daerah itu aman dari marabahaya.
Kabarnya, dahan, buah, atau daun yang jatuh merupakan perlambang rezeki. Kalau sedang duduk-duduk lalu kita kejatuhan daun, pertanda kita akan memperoleh rezeki.
Kunjungan ke Pesarean Gunung Kawi akan lengkap jika kita juga mengunjungi tempat petilasan Prabu Sri Kameswara yang lebih dikenal dengan nama Keraton. Jaraknya sekitar 5 km dari Pesarean Gunung Kawi. Untuk mencapainya kita harus melewati jalan beraspal sempit dan berkelak-kelok.
Menurut cerita, pada tahun 1200 lokasi ini pernah menjadi tempat pertapaan pangeran dari Kerajaan Kediri, Prabu Kameswara, ketika menghadapi kemelut politik di kerajaannya. Konon, setelah bertapa di sini sang prabu berhasil menyelesaikan kekacauan politik di kerajaannya. Kini petilasan itu menjadi tempat pemujaan, biasanya dilakukan pada hari Kamis Legi, Jumat Kliwon, atau malam satu Suro.
Jika kita menggunakan mobil pribadi, kita bisa melalui rute Malang - Kepanjen - Talang Agung - Kecamatan Ngajum - Desa Kebobang - Dusun Bumirejo - Desa Wonosari. Jika menggunakan kendaraan umum, gunakan bus Malang - Blitar dan turun di perempatan Talang Agung. Dari sini dilanjutkan angkutan kota rute Talang Agung - Wonosari.
Pesarean Gunung Kawi
Desa Wonosari, Kecamatan Wonosari, Kabupaten MalangTelepon: 0341-370167Buka: pukul 08.00 - 01.00 WIB
Begitulah sekelumit sejarah Gunung Kawi, tempat makam dua keturunan bangsawan Keraton Mataram, yang kini jadi tempat ngalap berkah dan rezeki.
Dapatkan berita terupdate dari Intisari-Online.com di Google News