Tiap-tiap zaman punya kekhasannya dalam tren kebijakan perumahan rakyat di Indonesia. Mulai zaman Hindia Belanda, zaman awal kemerdekaan, hingga zaman Orde Baru.
Intisari-Online.com -Kebijakan perumahan rakyat di Indonesia sudah ada sejak zaman Belanda. Ketika itu, perumahan rakyat memang difokuskan oleh para pegawai sipil pemerintah kolonial Hindia Belanda.
Yang menarik adalah pakem atau tren perumahan yang terjadi dari masa ke masa, dari zaman Hindia Belanda hingga zaman Orde Baru.
Tren Kebijakan Perumahan di Periode Pra-Kemerdekaan
Menurut Sri Astuti Indriyati dalam bukunya Sejarah & Perkembangan Perumahan di Indonesia (2023), selama abad 18 dan 19, pemerintah Hindia Belanda sudah mulai menyediakan rumah untuk masyarakat sipil yang dikenal sebagai Indische Woonhuizen (IW). IW ini dibangun khusus untuk orang kaya di atas sebidang tanahyang luas jauh dari jalan raya dan dirancang dengan gaya klasik tropis.
Rumah model ini punya ciri-ciri khusus, seperti ini:
- Rumah satu lantai
- Desain tata letak sederhana dengan 2 teras
- Desain koridor tengah dengan 2 atau 3 kamar tidur
- Adanya "Bijgebouwen" atau rumah samping dengan tata letak huruf U.
- Tinggi podium tergantung kondisi lahan (lahan basah/kering)
- Perbedaan ditunjukkan dengan penggunaan desain atap dan jumlah pilar yang digunakan untuk teras depan.
Soal gaya, perumahan yang disediakan pemerintah kolonial ini mengusung gaya klasisme tropis, sebuah desain yang mencoba menyesuaikan dengan karakteristik lokal alih-alih penuh ornamen klasik. Itulah kenapa IW di Indonesia tak banyak yang bergaya Eropa klasik.
Lalu seperti apa gaya klasisme tropis itu? Begini ciri-cirinya:
Langit-langit tinggi, ventilasi besar, dan desain jendela lebar tinggi. Ini menyesuaikan dengan iklim Indonesia yang panas dan lembab. Jendela lebar dan tinggi memungkinkan sistem ventilasi silang yang baik di dalam ruangan.
Menggunakanmaterial lokal seperti batu bata, plesteran putih, genteng kodok, dan batu terakota. Ada juga yang menggunakan marmer tapi jarang karena harus impor dari Eropa.
Pakem yang disebut di atas bertahan hingga akhir abad ke-19, dan berubah seiring dengan masuknya modernisme di awal abad 20. Tak hanya pemikiran, modernisme juga membawa pengaruh atas perubahan gaya perumahan di Indonesia.
Di masa ini, tren pembangunanperumahan mengalami kemunduran secara kuantitas. Selain itu, ada batasan juga terkait luas lahan. Dan sejak itulah muncul tren rumah dua lantai. Hingga kemudian lahirlahPeraturan Perumahan Pegawai Negeri Sipil atau yang dikenal sebagai Burgelijke Woning Regeling (BWR) yang meliputi 'Rumah Pedesaan' dan Perbaikan Kampong.
Dan pada 1934, pemerintahan kolonial Hindia Belanda akhirnya menyediakan perumahan khusus untuk pegawai negeri. Rumah-rumah yang disebut 'Rumah Pedesaan' ini disediakan untuk orang yang bekerja untuk pemerintah. Perbedaan kelasperumahan pun dirancang menyesuaikan tingkat pendapatan dan posisi.
Tak hanya perumahan untuk para pegawai negeri sipil, seperti disinggung di paragraf sebelumnya, pemerintah Belanda jugamemberlakukan kebijakan untuk mempromosikan program kesehatan perumahan di beberapa daerah, yang disebut Kampong Improvement atau Kampong Verbetering untuk mengatasi penyakit hama atau hama penyakit.
Untuk ketersediaan perumahan,pemerintah kemudian mendirikan perusahaan pengembang perumahan yang dikenal sebagai NV Volkshuisvesting pada 1926. Tugas perusahaan ini adalah menyediakan dan menyewakan rumah bagi penduduk di beberapa wilayah di Indonesia.
Terutama di kota-kota besar di Indonesia.
Tren kebijakan perumahan di awal kemerdekaan
Setelah Indonesia merdeka, perumahan menjadi persoalan yang diprioritaskan. Wujudnya adalah adanya beberapa kongres perumahan.Kongres Perumahan pertama diselenggarakan di Bandung pada 23-30 Agustus 1950.
Kongres tersebut dihadiri oleh para perwakilan dari 63 daerah dan kotamadya yang ada di Indonesia. Termasuk kepala empat provinsi, perwakilan Pekerjaan Umum (PU), anggota Persekutuan Organisasi Pemuda, dan organisasi petani. Tokoh-tokoh sipil lainnya juga disertakan.
Meskipun hasil dari kongres ini sederhana belaka, tetap saja ini menjadi tonggak sejarah pembangunan perumahan rakyat di sebuah negara yang baru berusia lima tahun. Ada tiga poin penting yang harus tetap kita perhatikan dari kongres ini:
-Sebuah proposal telah diajukan kepada Pemerintah bahwa perusahaan pengembang perumahan harus didirikan di tingkat provinsi serta dukungan diberikan oleh pemerintah kepada perusahaan tersebut untuk fasilitas yang diperlukan untuk melaksanakan programnya.
-Mendorong pemerintah untuk terus merumuskan norma dan kondisi perumahan, seperti:
a. standar luas lantai minimal 36 M2 untuk rumah dengan desain dua kamar tidurb. standar ruang lantai minimal 17,5 M2 untuk desain rumah sampingc. tinggi atap standar minimum 2,75md. standar untuk jendela dan ukuran ventilasi, tak boleh kurang dari 10% dari total luas lantai
- Usulan kepada pemerintah untuk segera membentuk perusahaan pengembang perumahan serta lembaga pendukungnya untuk mengurus proyek pembangunan perumahan, dengan dana yang dijamin akan dialokasikan dari anggaran pemerintah setiap tahun.
Tren kebijakan perumahan rakyat masa Orde Baru
Kebijakan kesejahteraan Orde Baru didasarkan padarencana pembangunan 25 tahun yang dikenal sebagai Rencana Pembangunan Jangka Panjang Republik Indonesia. rencana pembangunan ini terdiri atas lima fase. Di dalamnya juga termasuk soal program perumahan rakyat.
Program perumahan rakyat, di masa Orde Baru, dimasukkan dalam Repelita I dan Repelita II. Di situ juga ditetapkan kebijakan-kebijakan khusus terkait perumahan.
Dalam Repelita I, perumahan dianggap penting bagi pembangunan negara secara keseluruhan. Upaya yang dilakukan pemerintah untuk itu terdiri dari penyediaan pembiayaan perumahan rakyat, pengembangan tanah, dan pembangunan tempat tinggal untuk disewakan atau dijual.
Sebagai bentuk kepedulian pemerintah Orde Baru terhadap soal-soal perumahan lainnya terwujud dalam sebuah konferensi perumahan yang diadakan di Jakarta pada 4-6 Mei 1972. Tak pelak, periode ini dikenal sebagaitonggak kedua dalam sejarah pembangunan perumahan di Indonesia.
Dalam kongres itu, ada tiga hal utama yang harus dipertimbangkan dalam rangkameningkatkan pembangunan perumahan di Indonesia:
- skema keuangan perumahan
- kebijakan dan program pembangunan perumahan kelembagaan
- lembaga pendukung.
Demikianlah, tren kebijakan perumahan rakyat di Indonesia dari masa ke masa. Sejak sebelum kemerdekaan, awal-awal kemerdekaan, hingga zaman Orde Baru.
Sumber:
Sri Astuti Indriyati,Sejarah & Perkembangan Perumahan di Indonesia(2023), Penerbit Widina, Bandung
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News