Intisari-Online.com -Tak hanya faktor internal, perkembangan atau kemajuan sebuah kekuasaan terkadang juga butuh faktor eksternal.
Begitulah yang terjadi pada Kesultanan Baten.
Salah satu faktor kemajuan dari Kesultanan Banten adalah takluknya Malaka di tangan Portugis.
Bagaimana kisahnya?
Kesultanan Banten tak kalah besarnya dibanding Kesultanan Mataram di Jawa Tengah.
Mengutip Kompas.com, salah satu faktor kemajuan dari Kesultanan Banten adalah posisinya yang strategis, yaitu di ujung barat Pulau Jawa, lebih tepatnya di Tanah Sunda, Provinsi Banten.
Tapi tentu saja itu bukan satu-satunya faktor.
Seperti disebut di awal, ada juga faktor eksternal.
Di antaranya adalah jatuhnya Malaka ke tangan Portugis sehingga banyak pedagang muslim yang awalnya berdagang di Malaka bergeser ke Banten.
Ibu kota Kesultanan Banten adalah Surosowan, Banten Lama, Kota Serang.
Kerajaan Banten didirikan oleh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati pada abad ke-16.
Kendati demikian, Sunan Gunung Jati tidak pernah bertindak sebagai raja.
Raja pertama Kesultanan Banten adalah Sultan Maulana Hasanuddin, yang berkuasa antara 1552-1570 M.
Sedangkan masa kejayaan Kerajaan Banten berlangsung ketika pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa (1651-1683 M).
Sultan Ageng Tirtayasa berhasil memajukan kekuatan politik dan angkatan perang Banten untuk melawan VOC.
Hal itu pula yang kemudian mendorong Belanda melakukan politik adu domba hingga menjadi salah satu penyebab runtuhnya Kerajaan Banten.
Sebelum periode Islam, Banten adalah kota penting yang masih dalam kekuasaan Pajajaran.
Pada awalnya, penguasa Pajajaran bermaksud menjalin kerjasama dengan Portugis untuk membantunya dalam menghadapi orang Islam di Jawa Tengah yang telah mengambil alih kekuasaan dari tangan raja-raja bawahan Majapahit.
Tapi sebelum Portugis sempat mengambil manfaat dari perjanjian dengan mendirikan pos perdagangan, pelabuhan Banten telah diduduki oleh orang-orang Islam.
Sunan Gunung Jati berhasil menguasai Banten pada 1525-1526 M.
Kedatangan Sunan Gunung Jati ke Banten adalah bagian dari misi Sultan Trenggono dari Kerajaan Demak untuk mengusir Portugis dari nusantara.
Setelah berhasil menguasai Banten, Sunan Gunung Jati segera mengambil alih pemerintahan, tetapi tidak mengangkat dirinya sebagai raja.
Pada 1552 M, Sunan Gunung Jati kembali ke Cirebon dan menyerahkan Banten kepada putra keduanya, Sultan Maulana Hasanuddin.
Sejak saat itu, Sultan Maulana Hasanuddin resmi diangkat sebagai raja pertama Kerajaan Banten.
Setelah menjadi raja, Sultan Maulana Hasanuddin melanjutkan cita-cita ayahnya untuk meluaskan pengaruh Islam di tanah Banten.
Bahkan Banten mempunyai peranan penting dalam penyebaran Islam di nusantara, khususnya di wilayah Jawa Barat, Jakarta, Lampung, dan Sumatera Selatan.
Menurut catatan sejarah Banten, sultan yang berkuasa masih keturunan Nabi Muhammad, sehingga agama Islam benar-benar menjadi pedoman rakyatnya.
Meski ajaran Islam memengaruhi sebagian besar aspek kehidupan, masyarakatnya telah menjalankan praktik toleransi terhadap pemeluk agama lain.
Terlebih lagi, banyak orang India, Arab, Cina, Melayu, dan Jawa yang menetap di Banten.
Salah satu bukti toleransi beragama pada masa pemerintahan Kesultanan Banten adalah dibangunnya sebuah klenteng di pelabuhan Banten pada 1673 M.
Kehidupan sosial masyarakat Banten semakin makmur pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Sebab, sultan sangat memerhatikan kesejahteraan rakyatnya, salah satu caranya dengan menerapkan sistem perdagangan bebas.
Kehidupan ekonomi Kerajaan Banten
Sebelum menjadi kesultanan, Banten merupakan penghasil rempah-rempah lada yang menjadi komoditas perdagangan.
Pada masa pemerintahan Sultan Maulana Hasanuddin, hal itu dimanfaatkan untuk mengembangkan Banten menjadi bandar perdagangan yang lebih besar.
Setelah Sultan Maulana Yusuf berkuasa, menggantikan Maulana Hasanuddin, sektor pertanian juga dikembangkan untuk mendukung perekonomian rakyatnya.
Masa kejayaan Kerajaan Banten
Kerajaan Banten berhasil mencapai puncak kejayaan pada masa pemerintahan Sultan Ageng Tirtayasa.
Beberapa hal yang dilakukannya untuk memajukan Kesultanan Banten di antaranya, sebagai berikut.
- Memajukan wilayah perdagangan Banten hingga ke bagian selatan Pulau Sumatera dan Kalimantan
- Banten dijadikan tempat perdagangan internasional yang memertemukan pedagang lokal dengan pedagang Eropa
- Memajukan pendidikan dan kebudayaan Islam Melakukan modernisasi bangunan keraton dengan bantuan arsitektur Lucas Cardeel
- Membangun armada laut untuk melindungi perdagangan dari kerajaan lain dan serangan pasukan Eropa
Selain itu, Sultan Ageng Tirtayasa dikenal sebagai raja yang gigih menentang pendudukan VOC di Indonesia.
Di bawah kekuasaannya, kekuatan politik dan angkatan perang Banten maju pesat.
Kemunduran Kerajaan Banten
Kegigihan Sultan Ageng Tirtayasa dalam melawan VOC mendorong Belanda melakukan politik adu domba.
Politik adu domba ditujukan kepada Sultan Ageng Tirtayasa dengan putranya, Sultan Haji, yang kala itu sedang terlibat konflik.
Siasat VOC pun berhasil, hingga Sultan Haji mau bekerjasama dengan Belanda demi meruntuhkan kekuasaan ayahnya.
Pada 1683, Sultan Ageng Tirtayasa ditangkap dan dipenjara sehingga harus menyerahkan kekuasaannya kepada putranya.
Penangkapan Sultan Ageng Tirtayasa menjadi tanda berkibarnya kekuasaan VOC di Banten.
Meski Sultan Abu Nashar Abdul Qahar atau Sultan Haji diangkat menjadi raja, tetapi pengangkatan tersebut disertai beberapa persyaratan yang tertuang dalam Perjanjian Banten.
Sejak saat itu, Kesultanan Banten tidak lagi memiliki kedaulatan dan penderitaan rakyat semakin berat.
Dengan kondisi demikian, sangat wajar apabila masa pemerintahan Sultan Haji dan sultan-sultan setelahnya terus diwarnai banyak kerusuhan, pemberontakan, dan kekacauan di segala bidang.
Perlawanan rakyat Banten terhadap VOC berlangsung hingga awal abad ke-19.
Untuk mengatasi hal itu, pada 1809 Gubernur Jenderal Daendels menghapus Kesultanan Banten.
Begitulah, salah satufaktor kemajuan dari Kesultanan Banten adalah takluknya Malaka di tangan Portugis. Semoga bermanfaat.
Dapatkan artikel terupdate dari Intisari-Online.com di Google News