Dengan segala keterbatasan, aku mencoba peruntunganku. Sejak tahun 1985, aku mondar mandir ke ibukota. Aku masih ingat bagaimana perasaanku waktu pertama kali turun dari kereta di stasiun Senen. Semuanya masih berupa tanda tanya!
Di dalam kondisi penuh ketidakpastian itu, aku terkenang pada kedua ibu yang selalu membangun rasa percaya diri dengan cara yang amat sederhana. Oleh karena itu, semangatku terus menyala meski tak ada lagi tempat mengadu, bermanja, atau sungkem untuk mendapat restu.
Meskipun aku sebenarnya tak suka melihat ke belakang untuk mengenang pengalaman pahit waktu diriku belum mendapat tempat di rimba dunia hiburan. Namun, diam-diam aku sering merindukan kedua sosok perempuan yang memberikan bekal ketegaran dan sikap pantang mundur yang luar biasa. Satu kenangan manis yang tercatat begitu dalam di hati sanubariku.
Seandainya kedua perempuan itu masih hidup, pasti aku akan dapat menemukan telaga kesejukan dan pendukung semangatku yang menggebu-gebu semasa mengadu nasib di ibukota.
Meminjam istilah kamera pertelevisian, aku masih dapat mengarahkan lensa zoom in dan zoom out. Aku selalu terkenang pada "adegan" waktu Ibu sengaja datang menjumpaiku dan memberiku sebuah buku tulis tebal. "Belajarlah yang rajin! Kamu harus jadi orang kelak." Kamera itu seolah merekam semua kenangan masa lalu yang kami miliki bersama begitu jelas dan mengharukan!
Aku masih dapat membayangkan ibuku, Sutimah, A small lady, feminine, melancholic face dan yang satu lagi ibu Daminah yang tinggi semampai dan hatinya penuh kasih sayang. Seandainya saja mereka berdua masih ada di sekitarku ... aku akan membuktikan bahwa aku tidak lupa daratan. Aku tidak kaget pada kemapanan. Aku tidak mabuk ketenaran... seperti yang diajarkannya dan yang dibisikkannya ke hati nuraniku semasa kecil hingga remaja dahulu. Mereka berdua benar-benar berhasil memberikan motivasi sederhana, namun luar biasa maknanya. Penasihat spiritualku menganjurkan agar aku lebih rajin memanjatkan doa untuk arwah kedua ibuku tadi. Katanya, "Daripada memajang foto mereka untuk sekadar dipandang, tak ada gunanya." Oleh karena itu bila sekarang ada yang ngotot minta foto mereka, aku akan tegas menjawab ndak tau di mana.
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR