Intisari-Online.com – Denting piano bernada berat dan beralun ekspresif melantun dari atas panggung. Pianis bersama orkestra berhasil mengekspresikan pesan beban berat yang hendak disampaikan oleh komposer Sergei V. Rachmaninoff (1873 – 1943) dalam Piano Concerto no. 2 Opus 18, Bagian Kedua.
Sajian musik itu menjebol semua “pintu air” yang telah ia gembok. Spontan air matanya mengalir deras.
Seminggu lalu, ia tampil di depan panel pemberi beasiswa untuk mempresentasikan makalah sebagai prasyarat untuk menerima beasiswa S-2 jurusan bisnis. Apa mau dikata, panel pakar menilai ide dalam makalahnya kurang berbobot. Ditambah lagi, bisnis bunga ibunya yang ia kelola sedang menurun drastis.
“Barangkali bisnis bukan bidangku. Aku salah menilai kemampuan diri,” begitu ia menyimpulkan. Kepercayaan dirinya hanyut, semangatnya turun ke titik nadir.
Lamunannya buyar ketika di atas panggung, pianis bertutur. “Nomor yang baru saja dibawakan tadi menampilkan kondisi depresi karena kehilangan percaya diri pada diri Rachmaninoff. Tapi setelah beberapa tahun, ia berhasil mengatasinya dan menempatkan namanya di deretan komposer dan pianis besar.”
Telinganya terbuka lebar-lebar, menyerap bagian lanjutan Piano Concerto no. 2 Bagian Ketiga yang dibawakan dengan energetik, gembira, dan optimis. Energi Rachmaninoff merasuk ke dalam jiwanya dan pelan-pelan wajahnya bercahaya. “Kalau komposer dan pianis segenius Rachmaninoff saja pernah didera enggak percaya diri, apalagi orang biasa seperti aku?” Harus dilawan.
Ah, penyakti hilangnya pe-de ternyata bukan miliknya seorang. Percaya diri itu “makhluk” peka yang perlu dijaga. Kalau tidak, niscaya ia babak-belur dihajar kegagalan. (Lily Wibisono – Intisari Juli 2015)
Penulis | : | K. Tatik Wardayati |
Editor | : | K. Tatik Wardayati |
KOMENTAR