Intisari-Online.com – Seorang pria selalu mengeluh dan mengeluh. Tidak ada keceriaan di wajahnya, tidak ada rasa optimis di hatinya. Ia berpikir Tuhan telah melakukan “kesalahan” mengizinkannya lahir ke dunia fana ini. Ia merasa dunia baginya hanya tempat penderitaan. Keadaannya yang sangat sederhana itulah alasan baginya untuk menyimpulkan bahwa dialah yang paling susah dan menderita.
Pada suatu kesempatan, ia berjalan tanpa arah dan tujuan. Ia hanya mau menghabiskan waktu saja. Pada suatu langkah, ia melewati perkampungan yang sangat miskin. Ia melihat anak-anak sedang bermain di halaman. Mereka sangat sederhana. Ada yang tidak pakai baju dan bahkan sandal pun tiada. Namun anak-anak ini sangat ceria dan gembira. Mereka bermain. Mereka tidak merasa ada yang kurang. Mereka juga tidak cemas hari esok.
Tidak lama kemudian, ia juga melihat para orang tua sedang bekerja di ladang. Terik matahari bukanlah halangan untuk bekerja. Wajah mereka sangat gembira walau sengatan matahari itu membuat kulit mereka hitam legam. Orang tua yang sedang bekerja itu memandang pria itu dengan lembut, manis dan simpatik. Ia merasa tersentuh dengan sikap mereka. Dari kemiskinan terpancar kegembiraan. Dari senyum mereka terhias rasa optimis. Dan dari pandangan mereka terbentang sebuah asa di masa depan. Ia berkata dalam hatinya, “Ternyata aku bukanlah yang paling susah dan menderita.”
Ia melanjutkan perjalanan. Tak berapa lama kemudian ia melewati sebuah pabrik. Puluhan karyawan bekerja di sana. Mereka bekerja keras. Sekali lagi ia melihat para karyawan itu gembira dan ceria. Mereka tetap berbagi rasa walau peluh keringat mengucur di sekujur tubuh mereka. Pada tahap ini, si pria ini malu akan dirinya. Rupanya apa yang ia alami tidak seberapa bila dibandingkan dengan mereka. Perbedaannya ialah dia terlalu banyak meratapi diri dan menyesali keadaannya tanpa ada usaha dan perjuangan.
Pria itu kembali ke rumah. Ia mulai “merancang” hidupnya. Ia tidak mau lagi mengeluh dan meratap. Ia harus mulai dan mulai. Ia berpikir kalau bukan diriku yang peduli dengan diriku sendiri, siapa lagi?
Pernahkah kita merasa orang yang paling susah? Atau berpikir sebagai orang yang paling menderita? Barangkali kita juga perlu pergi melakukan “petualangan” hidup seperti pria tadi sehingga kita bisa melihat realitas di sekitar kita. Tetapi, bukan itu yang penting. Yang paling utama ialah berpikir positif dan optimis. Tuhan memberi kesempatan bagi kita untuk maju dan mengecap bahagia kita.
Keluhan tidak akan memberikan apapun kepada kita. Menggerutu juga hanya akan memaksa kita berdiam diri tanpa melakukan apapun. Keluhan dan gerutuan ini akan “menciptakan” kita menjadi pribadi yang pesimis, pasif, dan menunggu. Daripada mengeluh lebih baik kita berbuat. Daripada menggerutu lebih baik kita mencoba dan berjuang. Perjuangan yang dilandasi dengan kesabaran akan berbuah manis dan indah.
Jangan bermimpi bisa terbang seperti burung kalau kita tidak membuat sayap terlebih dahulu. Jangan berangan-angan berlayar di samudera luas kalau kita tidak memperbaiki perahu dan membentangkan layar. Jangan bermimpi menjadi orang kaya kalau kita tidak mau berjuang dan bekerja. Tuhan memberi kesempatan dan peluang bagi setiap orang. Seseorang akan sampai pada kebahagiaan bila ia berhasil melalui penderitaan. Mereka juga akan bisa sukses karena belajar dan mengecap apa itu kemiskinan dan belajar darinya. (KBS)