Ciri-ciri Historiografi Tradisional, Termasuk Feodalistik-Aristokratis

Ade S

Editor

Panitia menunjukkan replika kitab Negarakertagama, Selasa (7/10/2014), dalam pameran Museum Masuk Kampus. Temukan ciri-ciri historiografi tradisional yang unik, termasuk aspek feodalistik-aristokratis dalam penulisan sejarah kerajaan Nusantara.
Panitia menunjukkan replika kitab Negarakertagama, Selasa (7/10/2014), dalam pameran Museum Masuk Kampus. Temukan ciri-ciri historiografi tradisional yang unik, termasuk aspek feodalistik-aristokratis dalam penulisan sejarah kerajaan Nusantara.

Intisari-Online.com -Dalam labirin waktu, sejarah kerajaan Nusantara terukir melalui narasi-narasi klasik.

Kita sering menemukan diri kita terpesona oleh kisah-kisah yang dituturkan melalui prasasti dan lontar.

Ciri-ciri historiografi tradisional mengungkapkan lebih dari sekadar fakta; mereka membawa kita ke era di mana magis dan nyata berpadu.

Setiap kata yang tertulis adalah saksi bisu dari kejayaan masa lalu.

Melalui tulisan-tulisan ini, kita menyelami kedalaman tradisi dan kepercayaan yang telah lama ada.

Mereka mengajarkan kita tentang pentingnya memahami konteks budaya dalam sejarah.

Dengan mempelajari ciri-ciri ini, kita membuka pintu ke pemahaman yang lebih dalam tentang warisan kita.

PengertianHistoriografi Tradisional

Penulisan sejarah di era kerajaan Hindu-Buddha dan Islam di Nusantara dikenal sebagai historiografi tradisional.

Pujangga kerajaan sering menciptakan karya-karya ini untuk membenarkan kedudukan raja atau penguasa yang berkuasa.

Media tulis alami seperti prasasti batu, lontar, kulit binatang, dan kertas menjadi sarana utama dalam pencatatan historiografi ini.

Baca Juga: Dampak Historiografi Kolonial bagi Masyarakat Indonesia, Ada Tiga Hal

Ciri-ciri Historiografi Tradisional

Melansir Kompas.com, menurut Agus Mulyana dan Darmiati dalam "Historiografi di Indonesia: Dari Magis Religius hingga Strukturis" (2009), historiografi tradisional memiliki karakteristik unik, termasuk:

- Kekentalan unsur religio-magis dalam narasinya.

- Fokus pada kehidupan istana, yang mencerminkan pandangan istana-sentris.

- Penggunaan sebagai alat legitimasi kekuasaan oleh raja.

- Pembahasan yang feodalistik-aristokratis, terbatas pada sejarah bangsawan dan keturunan raja.

- Pengaruh budaya lokal yang kuat, atau region-sentris.

Kelemahan Historiografi Tradisional

Kuntowijoyo dalam "Pengantar Ilmu Sejarah" (2005) mengidentifikasi beberapa kelemahan dalam historiografi tradisional, antara lain:

- Subjektivitas tinggi yang mengarah pada keraguan terhadap objektivitas dan netralitas narasi sejarah.

Baca Juga: Bagaimana Pengertian Historiografi Menurut Soedjatmoko? Ini Jawabannya

- Kurangnya metodologi penulisan yang jelas.

- Pembatasan narasi hanya pada aspek-aspek tertentu dari kehidupan.

- Ketiadaan sumber sejarah yang dapat diverifikasi.

- Pencampuran antara unsur supranatural dengan realitas, yang menyulitkan dalam menemukan kebenaran historis.

Kelebihan Historiografi Tradisional

Di sisi lain, historiografi tradisional juga menawarkan kelebihan, seperti:

- Gaya penulisan yang romantis dan klasik, menambah daya tarik bagi pembaca.

- Demonstrasi legitimasi raja dan gambaran politik kerajaan.

- Pemakaian konsep genealogi yang runtut dan kronologis.

Contoh-Contoh Historiografi Tradisional

Beberapa karya historiografi tradisional yang terkenal meliputi:

- Kitab Pararaton

- Kitab Negarakertagama

- Babad Tanah Jawi

- Babad Tanah Pasundan

- Hikayat Raja-Raja Pasai

Memahami ciri-ciri historiografi tradisional memberikan kita wawasan tentang bagaimana masa lalu direkam dan diinterpretasikan.

Ini adalah jembatan antara generasi, menghubungkan kita dengan leluhur kita melalui kisah dan tradisi yang abadi.

Baca Juga: Mengapa Historiografi Dianggap Langkah Paling Berat Dalam Penelitian Sejarah?

Artikel Terkait