Intsiari-Online.com -Dalam sejarah perkembangan bahasa di Indonesia pernah mengalami beberapa kali pergantian ejaan bahasa.
Berikut ini yang bukan ejaan yang pernah dipakai di Indonesia...
Kita tahu, bahasa Indonesia telah ditetapkan sebagai bahasa persatuan ketika peristiwa Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928.
Lalu sehari setelah kemerdekaan Indonesia, tepatnya pada 18 Agustus 1945, Bahasa Indonesia disahkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Tapi sebelum bahasa Indonesia dijadikan sebagai bahasa nasional, dulunya bahasa ini berasal dari Bahasa Melayu.
Sejak abad ke-7, Bahasa Melayu telah menjadi bahasa perhubungan atau lingua franca di kawasan Nusantara.
Selain berasal dari Bahasa Melayu, bahasa Indonesia juga telah mengalami berbagai perubahan pedoman ejaan.
Perkembangan Ejaan
Sejak masa kolonialisme hingga sekarang, tercatat ejaan Indonesia sudah mengalami perkembangan dan perubahan sebanyak tujuh kali, yaitu:
- Ejaan Van Ophuijsen
- Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik
- Ejaan Pembaharuan atau Ejaan Prijono-Katoppo
- Ejaan Melindo
- Ejaan-ejaan Baru
- Ejaan yang Disempurnakan
- Ejaan Bahasa Indonesia
1. Ejaan Van Ophuijsen
Ejaan Van Ophuijsen adalah ejaan yang pernah digunakan pada zaman kolonialisme Belanda.
Ejaan Van Ophuijsen dirangkai oleh Van Ophuijsen, seorang ahli bahasa dari Belanda, bersama dengan dua pakar bahasa dari Melayu, yaitu Nawawi Soetan Makmoer dan Moh. Taib Sultan Ibrahim.
Ejaan Van Ophuijsen sendiri merupakan hasil dari penggabungan ejaan Latin dan ejaan Belanda.
Setelah rancangan ejaan selesai dibuat, ejaan Van Ophuijsen diresmikan oleh pemerintah Belanda pada 1901, dan digunakan selama 46 tahun.
Contoh ejaan Van Ophuijsen adalah jang (yang), saja (saya), patjar (pacar), dan tjara (cara).
2. Ejaan Soewandi atau Ejaan Republik
Pada masa awal kemerdekaan, ejaan Van Ophuijsen diganti dengan ejaan Soewandi atau ejaan Republik.
Ejaan ini disebut Ejaan Republik karena terbentuk berdekatan dengan Hari Proklamasi.
Sementara itu, ejaan ini disebut juga sebagai Ejaan Soewandi karena Soewandi pada masa itu menjabat sebagai Menteri Pendidikan dan Kebudayaan.
Ejaan Soewandi diresmikan pada 19 Maret 1947.
Adapun ciri-ciri ejaan Soewandi atau ejaan Republik adalah:
- Huruf oe menjadi u, seperti goeroe menjadi guru
- Bunyi yang dinyatakan dengan (‘) ditulis dengan k, seperti ta’ menjadi tak, pa’ menjadi pak, dan ma’lum menjadi maklum
- Kata ulang boleh ditulis dengan angka, seperti ubur-ubur menjadi ubur2, bermain-main menjadi bermain.
- Awal ‘di-’ dan kata depan ‘di’ keduanya ditulis serangkai dengan kata yang mengikutinya, seperti dirumah dan disawah
3. Ejaan Pembaharuan atau Ejaan Prijono-Katoppo
Pada 1957, Profesor Prijono dan Elvianus Katoppo bersama panitia lainnya merancang sistem ejaan bahasa Indonesia baru yang disebut Ejaan Pembaharuan.
Terbentuknya Ejaan Pembaharuan merupakan hasil keputusan dari Kongres Bahasa Indonesia II di Medan, Sumatera Utara.
Akan tetapi, hasil kerja itu tidak pernah diumumkan secara resmi sehingga Ejaan Pembaharuan belum pernah diberlakukan.
Salah satu ciri khas dari Ejaan Pembaharuan adalah disederhanakannya huruf-huruf yang berupa gabungan konsonan dengan huruf tunggal.
Contoh Ejaan Pembaharuan adalah santay menjadi santai, harimaw menjadi harimau, dan amboy menjadi amboi.
4. Ejaan Melindo
Ejaan Melindo adalah ejaan hasil kerja sama antara Indonesia dengan Malaysia pada 1959 Harapannya, Ejaan Melindo dapat mulai digunakan sejak Januari 1962 di Indonesia.
Namun, karena hubungan diplomatik antara Indonesia dan Malaysia sedang tidak baik, maka penggunaan Ejaan Melindo pun gagal diberlakukan.
Contoh Ejaan Melindo adalah sedjajar menjadi sejajar, mentjutji menjadi mencuci, dan menana menjadi menganga
5. Ejaan-ejaan Baru
Ejaan Baru adalah lanjutan dari perintisan Ejaan Melindo.
Oleh sebab itu, para perancangnya juga dapat dikatakan masih sama, yakni Lembaga Bahasa dan Kesusastraan (LBK) sekarang Pusat Bahasa, serta panitia ejaan dari Malaysia.
Panitia ini kemudian berhasil merumuskan ejaan baru yang disebut Ejaan Baru.
Panitia ini bekerja atas dasar surat keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No. 062/67, tanggal 19 September 1967.
Contoh Ejaan Baru adalah sjarat, djalan, perdjaka, tjakap, tjipta, dan sunji.
6. Ejaan yang Disempurnakan
Pada 16 Agustus 1972, Presiden RI meresmikan penggunaan ejaan baru, yaitu Ejaan yang Disempurnakan.
Ejaan yang Disempurnakan adalah tata bahasa dalam bahasa Indonesia yang mengatur penggunaan bahasa Indonesia dalam tulisan, mulai dari penggunaan huruf kapital dan huruf miring.
Disebut Ejaan yang Disempurnakan karena ejaan tersebut merupakan hasil penyempurnaan dari beberapa ejaan sebelumnya.
Contoh Ejaan yang Disempurnakan adalah djarum menjadi jarum, tjut menjadi cut, njata menjadi nyata, dan sjarat menjadi syarat.
Selain itu, kata ulang juga ditulis penuh dengan mengulang unsur-unsurnya, seperti anak2 menjadi anak-anak dan bermain2 menjadi bermain-main.
7. Ejaan Bahasa Indonesia
Saat ini, ejaan yang digunakan adalah Ejaan Bahasa Indonesia atau disingkat EBI.
EBI mulai diberlakukan setelah keluarnya Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Nomor 50 Tahun 2015.
Adapun karakteristik dari Ejaan Bahasa Indonesia adalah: Penambahan huruf vokal diftong ei, seperti geiser dan survei Penggunaan huruf tebal untuk judul buku dan bab
Begitulah, dalamsejarah perkembangan bahasa di Indonesia pernah mengalami beberapa kali pergantian ejaan bahasa, seperti disebut di atas.