Intisari-online.com - Apakah Anda pernah menyaksikan Reog Ponorogo, kesenian tradisional yang menampilkan topeng macan berhias bulu merak yang sangat besar? Tahukah Anda bahwa di balik kesenian ini tersimpan kisah cinta yang menyayat hati antara dua kerajaan?
Reog Ponorogo adalah kesenian tradisional asal Jawa Timur, khususnya Kabupaten Ponorogo. Kesenian ini menampilkan topeng macan yang dihiasi bulu merak yang sangat besar yang dipakai oleh penari utama.
Selain itu, ada juga penari lain yang memakai topeng-topeng hewan atau manusia, serta penari kuda lumping yang mengisi pertunjukan ini.
Reog Ponorogo tidak hanya sebagai hiburan rakyat, tetapi juga memiliki makna filosofis dan sejarah yang panjang.
Salah satu kisah yang menjadi latar belakang Reog Ponorogo adalah kisah cinta tragis antara Raja Kelana Sewandana dari Kerajaan Bantarangin dengan Putri Sanggalangit dari Kerajaan Kediri.
Menurut legenda, Raja Kelana Sewandana adalah seorang raja yang tampan, sakti, dan gagah berani. Ia ingin melamar Putri Sanggalangit, putri cantik dan cerdas dari Kerajaan Kediri.
Namun, perjalanan untuk melamar sang putri tidaklah mudah. Ia harus berhadapan dengan Raja Singa Barong, raja Kediri yang juga ingin mempersunting Putri Sanggalangit.
Raja Singa Barong memiliki pasukan yang kuat dan tangguh, yang terdiri dari hewan singa dan burung merak.
Sementara itu, Raja Kelana Sewandana didampingi oleh Bujang Anom, wakilnya yang setia, dan para warok, pengawal raja yang memiliki ilmu hitam dan mistik. Kedua kerajaan pun bertempur sengit, menunjukkan kesaktian dan kekuatan mereka.
Pertempuran ini berlangsung selama berhari-hari, tanpa ada yang menang atau kalah. Akhirnya, kedua belah pihak sepakat untuk berdamai dan mengakhiri peperangan.
Raja Singa Barong pun mengalah dan memberikan restu kepada Raja Kelana Sewandana untuk melamar Putri Sanggalangit.
Namun, nasib malang menimpa Raja Kelana Sewandana. Ketika ia sampai di istana Kediri, ia mendapati bahwa Putri Sanggalangit telah meninggal dunia karena sakit. Ia pun merasa sangat sedih dan kecewa, karena tidak bisa mempersunting pujaan hatinya. Ia pun memutuskan untuk kembali ke kerajaannya dengan hati yang hancur.
Penulis | : | Yoyok Prima Maulana |
Editor | : | Yoyok Prima Maulana |
KOMENTAR