Seperti Apa Penerapan Pemisahan Kekuasaan (Distribution of Power) di Indonesia?

Ade S

Penulis

Gedung Parlemen DPR-MPR, Jakarta, Sabtu (19/10/2019). Artikel ini menjelaskan seperti apa penerapan pemisahan kekuasaan (distribution of power) di Indonesia berdasarkan UUD 1945.
Gedung Parlemen DPR-MPR, Jakarta, Sabtu (19/10/2019). Artikel ini menjelaskan seperti apa penerapan pemisahan kekuasaan (distribution of power) di Indonesia berdasarkan UUD 1945.

Intisari-Online.com -Apakah Anda tahu bahwa Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan (distribution of power)?

Sistem ini bertujuan untuk mencegah terjadinya penyalahgunaan kekuasaan oleh pihak-pihak tertentu.

Lalu, seperti apa penerapan pemisahan kekuasaan (distribution of power) di Indonesia? Artikel ini akan membahas hal tersebut secara lengkap dan mudah dipahami.

Pemisahan Kekuasaan (Distribution of Power) di Indonesia

Pemisahan kekuasaan (distribution of power) adalah konsep politik yang mengatur bahwa kekuasaan negara dibagi menjadi beberapa lembaga yang berbeda dan saling mengawasi.

Konsep ini berasal dari pemikiran Montesquieu, seorang filsuf Prancis, yang mengkritik sistem monarki absolut yang berlaku di Eropa pada abad ke-18.

Di Indonesia, pemisahan kekuasaan diatur dalam Undang-Undang Dasar (UUD) 1945. UUD 1945 menetapkan bahwa ada dua jenis pembagian kekuasaan, yaitu secara horizontal dan vertikal.

Pembagian kekuasaan secara horizontal adalah pembagian kekuasaan berdasarkan fungsi dari lembaga-lembaga tertentu, yaitu legislatif, eksekutif, dan yudikatif.

Pembagian ini dilakukan pada level pemerintah pusat dan pemerintah daerah.

Pembagian kekuasaan secara vertikal adalah pembagian kekuasaan berdasarkan tingkatan pemerintahan, yaitu pusat, provinsi, kabupaten/kota, dan desa.

Pembagian ini bertujuan untuk memberikan otonomi dan kewenangan kepada pemerintah daerah sesuai dengan asas desentralisasi.

Baca Juga: Mengapa Indonesia Lebih Memilih Bentuk Negara Kesatuan? Apa Kelebihan dan Kekurangannya?

Pasal-pasal tentang Pembagian Kekuasaan di Indonesia

Berikut ini adalah beberapa pasal dalam UUD 1945 yang menunjukkan bahwa Indonesia menganut sistem pembagian kekuasaan:

- Pasal 1 ayat (2) menyatakan bahwa kedaulatan berada di tangan rakyat dan dilaksanakan menurut UUD. Hal ini menunjukkan bahwa rakyat adalah sumber kekuasaan tertinggi di Indonesia.

- Pasal 4 ayat (1) menyatakan bahwa presiden memegang kekuasaan pemerintahan menurut UUD. Hal ini menunjukkan bahwa presiden adalah pemegang kekuasaan eksekutif di Indonesia.

- Pasal 20 ayat (1) menyatakan bahwa DPR memegang kekuasaan membentuk undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa DPR adalah pemegang kekuasaan legislatif di Indonesia.

- Pasal 24 ayat (1) menyatakan bahwa kekuasaan kehakiman merupakan kekuasaan yang merdeka untuk menyelenggarakan peradilan guna menegakkan hukum dan keadilan. Hal ini menunjukkan bahwa kekuasaan yudikatif di Indonesia adalah independen dan tidak tergantung pada kekuasaan lainnya.

- Pasal 18 ayat (1) menyatakan bahwa negara kesatuan Republik Indonesia dibagi atas daerah-daerah provinsi dan daerah-daerah provinsi itu dibagi atas kabupaten dan kota, yang tiap-tiap provinsi, kabupaten, dan kota itu mempunyai pemerintahan daerah yang diatur dengan undang-undang. Hal ini menunjukkan bahwa Indonesia menerapkan pembagian kekuasaan secara vertikal.

Hubungan Kerja Antara Eksekutif, Legislatif, dan Yudikatif

Meskipun Indonesia menganut sistem pemisahan kekuasaan, bukan berarti bahwa eksekutif, legislatif, dan yudikatif tidak memiliki hubungan kerja sama sama.

Justru, hubungan kerja antara ketiga lembaga ini diperlukan untuk menjaga keseimbangan dan harmoni dalam penyelenggaraan negara.

Hubungan kerja antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif dapat berupa koordinasi, konsultasi, atau kerjasama.

Baca Juga: Perbandingan Antara Negara Kesatuan dan Negara Serikat: Apa Kelebihan dan Kekurangan Masing-masing

Contohnya, presiden dapat mengajukan rancangan undang-undang kepada DPR, DPR dapat melakukan pengawasan terhadap kinerja pemerintah, dan MA dapat menguji materi undang-undang yang dibuat oleh DPR dan presiden.

Hubungan kerja antara eksekutif, legislatif, dan yudikatif bukan merupakan campur tangan antarlembaga, asalkan dilakukan sesuai dengan kewenangan dan batasan yang ditetapkan oleh UUD.

Campur tangan antarlembaga adalah tindakan yang melanggar atau mengganggu kewenangan dan fungsi dari lembaga lain.

Contohnya, presiden yang mencampuri proses peradilan, DPR yang mengintervensi kebijakan pemerintah, atau MA yang mengabaikan putusan MK.

Demikianlah artikel yang membahas seperti apa penerapan pemisahan kekuasaan (distribution of power) di Indonesia.

Semoga artikel ini dapat memberikan informasi yang bermanfaat dan menambah wawasan Anda tentang sistem politik di Indonesia.

Baca Juga: Apa Makna Isi Pasal 18B Ayat (2) Undang-Undang Dasar 1945?

Artikel Terkait