Pedas dan Gurihnya Mi Aceh di Jakarta

Agus Surono

Editor

Pedas dan Gurihnya Mi Aceh di Jakarta
Pedas dan Gurihnya Mi Aceh di Jakarta

Intisari-Online.com - Jam baru menunjukkan pukul 11.00, tapi kira-kira sepertiga dari 120 kursi Waroeng Jaly-Jaly seluas 100 m2 sudah diduduki pengunjung – kebanyakan pria. Ada yang sendiri atau duduk berdua. Bahkan ada yang berenam. Rata-rata mereka menyantap mi goreng sambil ngobrol.

Pria Aceh tak ubahnya warga Eropa yang gemar nongkrong dan ngobrol di kafe. Tak heran, ada 15 - 20 warung kopi di satu kecamatan di Aceh. Warung kopi menyediakan mi, roti cane, dan martabak.

Namun, menurut Razalie Abdul Jalil (49), pemilik Waroeng Jaly-Jaly, "Orang Aceh itu maunya makan banyak tapi murah. He-hehe ..." Makanya, nama awal Waroeng Jaly-Jaly yang berdiri sejak 1992 ini adalah Ceng Nyang alias seceng (istilah untuk menyebut Rp 1.000,-) tapi kenyang.

Itu dulu. Kini untuk seporsi mi aceh dengan daging kudu ditebus dengan uang Rp 9.000,- seporsi. Jika ditambah udang, menjadi Rp14.000 dan Rp24.000 jika dengan kepiting. Ada tiga jenis olahan masakan mi aceh, yaitu goreng, tumis (setengah basah, sedikit kuah dengan takaran bumbu seperti untuk mi goreng – orang Jawa bilang nyemek)), dan rebus (dengan bumbu lebih banyak untuk membuat kuah kaldu kental).

"Tapi pelanggan di sini lebih suka mi goreng. Padahal mi rebus lebih enak karena kuahnya," kata Bang Jaly.

Aslinya, mi aceh tak pakai telur karena minya sendiri sudah gurih plus campuran daging sapi, kepiting, atau udang. Tapi, menuruti permintaan pelanggan - biasanya bukan orang Aceh - akhimya disediakan juga telur ayam yang baru dicampur lagi bila diminta. Orang Aceh suka pedas, tapi pelanggan non-Aceh biasanya minta kurang pedas. Jadi, takaran bumbunya pun dikurangi. Alhasil, pedasnya mi aceh karena "berani" bumbu.

Mi aceh dihidangkan dengan taburan bawang goreng, emping, irisan jeruk nipis, acar mentimun, cabai rawit, dan bawang merah. Acarnya segar renyah dan bau khas bawang merah yang menyengat itu sama sekali luntur. Padahal, aku Bang Jaly, acar itu cuma dibubuhi cuka, garam, dan gula pasir biasa. Dilancarkan dengan kopi saring atau jus mentimun. Hmmh, mantap!

"Rasanya hampir sama dengan yang di Aceh, tapi lebih enak yang di Medan," komentar Hari, kelahiran Aceh berayah asal Medan yang 10 tahun terakhir tinggal di Jakarta. "Minimal seminggu sekali mampir ke sini (Waning Jaly-Jaly di Tanah Kusir - Red), makan mi goreng," katanya beranjak pergi dengan sedan mewahnya.

Walau bisa berkompromi dengan telur, "Mi Aceh wajib pakai taoge," tunjuk Bang Ridwan, si juru masak, pada wadah berisi taoge, kol, bawang daun, tomat iris. Minya dibuat sendiri tiap pagi. "Mi telur yang beredar di pasaran kurang pas buat mi aceh yang lebih banyak campuran telurnya," kata Bang Jaly buka rahasia. Semuanya bersatu dalam belanga dengan 17 macam rempah, termasuk daun kari alias salam koja atau on temurui, kata orang Aceh, yang mudah didapat di pasar tradisional seputar Jakarta.

Bumbu ini diolah sendiri, termasuk cabai kering dari cabai merah keriting. Mi aceh menjadi senjata andalan Bang Jaly dalam memperkenalkan masakan Aceh ke konsumen di luar Aceh. Pria penyandang gelar Sarjana Teknik dari Universitas Muhammadiyah, Jakarta, ini sempat bekerja di perusahaan Prancis di Timur Tengah, 1984 - 1987.

Minat Bang Jaly pada masakan tak lepas dari Rumah Makan Uwak Maneh milik orangtuanya di Bieruen, Aceh. Sebelum membuka Waroeng Jaly-jaly, ia sempat empat tahun menjadi manajer di KFC dan setahun menangani 10 gerai Hook Fastfood, noodle restaurant and fried chicken milik rekanannya.

Selain mi aceh, Jaly menonjolkan rujak aceh. Duet makanan khas Aceh itu menjadi teman nongkrong orang Aceh di Jakarta di tengah keributan orang lalu-lalang. Sambil menyantap mi, mereka pun omong politik seputar Aceh. Maklum, awal 1990-an, Gerakan Aceh Merdeka (GAM) sedang ramai-ramainya. Ternyata kiat pemasok rujak aceh ke sebuah perkulakan besar sejak 2005 ini berhasil. Konsumen biasa juga terpikat.

Selain cabang diTanah Kusin Waroeng Jaly-jaly bisa pula dijumpai di Gandul, Cinere, Ciganjur. "Itu punya keponakan saya yang sedang belajar usaha. Saya sendiri juga merintis untuk menjadikannya waralaba," kata Bang Jaly. (Christantiowati/Wisata Jajan Jabodetabek, 2006)

Waroeng Jaly-Jalya. Ruang Bawah Tangga Jalur I Terminal Blok M.Telp.: 7206575,72797494b. Jln. Raya Tanah Kusir.Telp.: 7238630

Rumah Makan MeutiaJln. Raya Bendungan Hilir Kav. 36 A No.16, Jakarta Pusat.Telp.: 5736718

Rumah Makan SederhanaJln. Gandaria Tengah HI/3, Kebayoranbaru, Jakarta Selatan.Telp.: 7226635