Gulali Kini Tak Lagi Sederhana

Agus Surono

Editor

Gulali Kini Tak Lagi Sederhana
Gulali Kini Tak Lagi Sederhana

Intisari-Online.com - Di masa kini banyak anak yang tak kenal lagi dengan gulali. Ini memang makanan "jadul", jaman dulu. Jika ingin melihat sosoknya, beberapa pedagang gulali bisa ditemui di pinggiran kota atau kampung-kampung padat penduduk.

Dulu, gulali tampil begitu sederhana. Warnanya tak menyolok, cokelat bening karena terbuat dari gula cair seperti karamel. Di Malang, pedagang gulali berseliweran. Tak heran, sebab dulunya pertanian tebu mendominasi di daerah ini.

Dulunya, gulali dibawa dengan cara dipikul. Kini sudah mulai dijajakan di atas sepeda. Cara pembuatannya masih tradisional, yaitu dengan memasak gula pasir dengan wajan hingga menjadi karamel.

Salah satu pedagang adalah Munir (65). Memang, sebagian besar pedagang gulali yang tersisa di Malang adalah orang tua. Munir biasa berjualan berkeliling Kota Malang dengan naik sepeda. Gerobakan sepeda miliknya dilengkapi kompor untuk memanaskan gula.

Gulali yang ia jual tentu saja sudah mengalami transformasi mengikuti zaman. Dulu gulali sekadar digulung seadanya menjadi gumpalan lalu diberi tangkai. Oleh Munir, gulali dikreasikan menjadi aneka bentuk, seperti burung sampai empeng bayi. Tangan Munir terampil mengolah gulali menjadi bentuk-bentuk yang menarik perhatian anak-anak.

"Ada yang dibentuk sendiri, tapi juga ada yang pakai cetakan," tutur Munir.

Selain itu, gulali yang dijualnya juga berwarna, tak sekadar berwarna cokelat. Gulali menjadi mirip lolipop dengan aneka warna cerah seperti hijau dan merah. Pewarna yang dipakai merupakan pewarna makanan.

Ada salah satu bentuk yang unik yaitu bentuk burung. Jika ditiup di bagian ekor, maka akan berbunyi layaknya peluit. Harga gulali juga variatif mulai dari Rp2.000 tergantung dari ukuran dan kerumitan dalam membuat bentuk gulali. (Ni Luh Made Pertiwi F/Kompas.com)