Intisari-Online.com - Telaga Sarangan berada di Kabupaten Magetan, Jawa Timur. Berada di lereng Gunung Lawu yang berarti tak jauh dari perbatasan Jawa Tengah - Jawa Timur.
Saat ke Tawangmangu saya sekalian mampir ke Telaga Sarangan. Sekaligus mengetes kemampuan kendaraan. Soalnya dari Tawangmangu ke Telaga Sarangan harus melalui jalan menanjak berkelok atau turunan curam. Kendaraan yang kurang waras pasti kepayahan melalui jalur ini.
Telaga Sarangan memiliki luas 30 hektar dengan kedalaman sekitar 28 meter. Ada yang unik dari telaga ini, yakni pulau yang ada di tengah telaga dan dikeramatkan oleh penduduk sekitar. Menurut penduduk setempat, di pulau itu bersemayam roh leluhur pencipta Telaga Sarangan, yaitu Kyai Pasir dan Nyai Pasir.
Dari legenda itu penduduk setempat juga sering menyebut Telaga Sarangan sebagai Telaga Pasir. Awal mulanya terbentuk telaga berasal dari cerita sepasang suami istri yang bernama Kyai dan Nyai Pasir. Bertahun-tahun mereka hidup berdampingan sebagai suami istri tetapi belum dikaruniai seorang anak. Lalu Kyai dan Nyai Pasir bersemedi memohon kepada Sang Hyang Widhi agar dikaruniai anak.
Akhirnya mereka pun medapat seorang anak lelaki yang diberi nama Joko Lelung. Untuk mencukupi kebutuhan hidup sehari-hari mereka bercocok tanam dan berburu. Karena pekerjaan yang dirasa berat maka Kyai dan Nyai Pasir bersemedi memohon kesehatan dan umur panjang kepada Sang Hyang Widhi. Dalam semedinya, pasangan suami istri tersebut mendapat wangsit bahwa keinginannya akan terwujud jika ia dapat menemukan dan memakan telur yang ada di dekat ladangnya.
Ketika Nyai Pasir menemukan telur tersebut, ia membawanya pulang dan memasaknya. Telur kemudian dibagi dua, satu dimakan oleh Kyai Pasir dan yang satunya dimakan oleh Nyai Pasir. Setelah memakan telur tersebut Kyai Pasir pergi ke ladang. Dalam perjalanan itu badannya terasa panas dan gatal. Kyai Pasir tak kuasa menahan gatal itu dan menggaruknya hingga menimbulkan luka lecet di seluruh tubuh.
Akhirnya tubuh Kyai Pasir berubah menjadi ular naga yang sangat besar. Hal yang sama juga terjadi dengan Nyai Pasir. Keduanya lalu berubah menjadi ular naga yang sangat besar dan berguling-guling di pasir sehingga menimbulkan cekungan yang semakin lama semakin besar dan dalam. Dari dalam cekungan keluar air yang sangat deras dan menggenangi cekungan tadi.
Menyadari kemampuan yang dimilikinya, Kyai Pasir dan Nyai Pasir berniat untuk membuat cekungan sebanyak-banyaknya untuk menenggelamkan Gunung Lawu.
Mengetahui kedua orangtuanya berubah menjadi naga besar dan memiliki niat buruk, maka Joko Lelung bersemedi agar niat tersebut dapat diurungkan. Semedi Joko Lelung pun diterima oleh Hyang Widhi. Saat kedua orangtuanya sedang berguling-guling membuat cekungan baru, timbul wahyu kesadaran agar Kyai dan Nyai pasir mengurungkan niat menenggelamkan Gunung Lawu.
Begitulah asal mula Telaga Pasir atau Telaga Sarangan yang sampai kini masih diyakini oleh penduduk setempat. Bahkan setiap menjelang bulan Ruwah (bulan puasa) selalu diadakan upacara bersih desa dan labuh sesaji dengan memberikan hasil desa untuk tolak bala dan memperingati terbentuknya Telaga Pasir. Upacara ini juga bertujuan untuk memberikan penghormatan kepada roh leluhur yang merupakan cikal bakal Desa Sarangan yaitu Kyai Pasir.