Intisari-Online.com - Bantul merupakan salah satu kabupaten d Daerah Istimewa Yogyakarta yang memiliki garis pantai. Salah satu pantai yang cukup dikenal adalah Samas. Sampai sekitar tahun 90-an pantai ini bersaing dengan Pantai Parangtritis di sisi timur.
Kini, Pantai Samas tak hanya menyajikan keindahan bentang pasir dan gulungan ombak. Namun juga penangkaran penyu. Adalah Rujito yang memulai merawat penyu sejak tahun 2000. Itu dilakukan karena Pantai Samas kerap disinggahi sejumlah penyu untuk bertelur. Pantai yang terletak di Desa Srigading, Kecamatan Sanden, Bantul, itu merupakan habitat penyu karena memiliki hamparan pasir luas.
Di Samas juga ada sejumlah vegetasi yang disukai penyu, misalnya pandan, rumput, dan kacang-kacangan. Sementara jenis penyu yang biasa bertelur di Pantai Samas ada empat, yakni penyu belimbing (Dermochelys coriacea), penyu sisik (Eretmochelys imbricata), penyu lekang (Lepidochelys olivacea), dan penyu hijau (Chelonia mydas).
Undang-Undang Nomor 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam dan Ekosistemnya menggolongkan penyu sebagai hewan yang dilindungi. Mereka yang memperjualbelikan hewan itu terancam penjara paling lama lima tahun atau denda paling banyak Rp 100 juta. Akan tetapi, penegakan aturan itu masih lemah karena penjualan telur, daging, atau cangkang penyu terus terjadi.
Rujito memelopori usaha konservasi penyu bersama sejumlah nelayan yang tergabung dalam Forum Konservasi Penyu Bantul (FKPB). Mereka juga mendapat dukungan dari beberapa komunitas pencinta lingkungan dan Balai Konservasi Sumber Daya Alam (BKSDA) Yogyakarta. Pada 2003, FKPB yang diketuai Rujito beserta BKSDA Yogyakarta dan sejumlah lembaga lain mendirikan tempat konservasi penyu di pinggir Pantai Samas.
Tempat itu, antara lain, terdiri atas sumur pasir buatan dan kolam pemeliharaan penyu. Para nelayan juga mendapat pelatihan cara memelihara penyu, baik saat penetasan telur maupun perawatan dari BKSDA Yogyakarta. ”Padahal, sampai 1990-an, nelayan di Samas kerap memburu penyu untuk dijual daging dan telurnya,” ujar Rujito seperti dikutip Kompas.com.
Rujito dulu juga pemburu penyu. Saat tak melaut, dia bersama teman-temannya sering nongkrong di pinggir laut, menunggu penyu yang naik ke pantai untuk bertelur. ”Biasanya kami tangkap penyu setelah bertelur. Dagingnya kami ambil, kepalanya kami buang lagi ke laut,” tuturnya. Kesadaran Rujito baru berubah ketika dia diajak berdiskusi dengan sejumlah pihak, termasuk peneliti penyu dari sebuah universitas terkemuka di Yogyakarta.
Selain untuk melestarikan penyu, kolam konservasi di Pantai Samas juga dikelola menjadi objek wisata dan tempat pendidikan bagi banyak pihak. Para turis domestik dan asing sering berkunjung ke sana mengamati perilaku penyu. Mahasiswa dan pelajar dari sejumlah wilayah di DIY juga kerap belajar soal kehidupan penyu di Samas. Beberapa tahun terakhir, pelepasliaran tukik di Pantai Samas menjadi atraksi yang menarik minat banyak orang.
”Sejak 2001, sudah sekitar 4.000 penyu yang dipelihara lalu dilepasliarkan di pantai ini,” ujar Rujito.
Nah, ke Pantai Samas tak lengkap tanpa ikut melepasliarkan tukik.