Intisari-online.com - Sebuah kecelakaan maut terjadi antara Kereta Api (KA) Turangga relasi Surabaya-Bandung dengan KA Lokal Bandung Raya di petak Jalan Cicalengka, Kabupaten Bandung, pada Jumat (5/1/2024) sekitar pukul06.00 WIB.
Dilaporkan menurut Kompas.com, kecelakaan itu menewaskan tiga orang.
Menurut Kepala Humas PT Kereta Api Indonesia (KAI) Daop 2 Bandung, Joni Martinus, kecelakaan itu terjadi saat KA Turangga melaju dari arah timur menuju barat, sedangkan KA Lokal Bandung Raya melaju dari arah berlawanan.
Kedua kereta bertabrakan di tikungan, sehingga menyebabkan kerusakan parah pada lokomotif dan gerbong depan KA Turangga, serta gerbong belakang KA Lokal Bandung Raya.
"Korban meninggal dunia adalah masinis KA Turangga, asisten masinis KA Turangga, dan pegawai kereta yang sedang bertugas di gerbong makan KA Turangga. Kami masih melakukan identifikasi terhadap korban," kata Joni.
Selain korban meninggal, kecelakaan itu juga mengakibatkan sejumlah penumpang mengalami luka-luka, baik ringan maupun berat.
Joni mengatakan bahwa pihaknya telah mengevakuasi korban ke rumah sakit terdekat, serta memberikan bantuan dan fasilitas kepada para penumpang yang selamat.
"Kami telah menyiapkan bus untuk mengangkut penumpang KA Turangga yang akan melanjutkan perjalanan ke Bandung, serta penumpang KA Lokal Bandung Raya yang akan kembali ke Cicalengka. Kami juga telah menyiapkan posko kesehatan dan trauma healing di stasiun Cicalengka dan Bandung," ujar Joni.
Joni menambahkan bahwa pihaknya masih menyelidiki penyebab kecelakaan tersebut, serta melakukan perbaikan jalur dan sarana kereta yang rusak.
Kecelakaan antara KA Turangga dan KA Lokal Bandung Raya ini merupakan kecelakaan kereta api terparah yang terjadi di Indonesia sejak Desember 2023, ketika KA Feeder Kereta Cepat Whoosh menabrak mobil minibus di perlintasan sebidang di Kabupaten Bandung Barat, yang menewaskan tiga orang.
Kecelakaan-kecelakaan ini menimbulkan pertanyaan tentang keselamatan dan keamanan transportasi kereta api di Indonesia, serta perlunya peningkatan pengawasan dan pencegahan di perlintasan sebidang.
Sebelumnya kecelakaan kereta api paling mengerikan adalah tragedi Bintaro 1987 silam.
Pada tanggal 19 Oktober 1987, sekitar pukul 06.45 WIB, terjadi sebuah kecelakaan kereta api yang menggemparkan Indonesia.
Dua kereta api, yaitu KA 225 Lokal Rangkas jurusan Rangkasbitung–Jakarta Kota dan KA 220 Patas Merak jurusan Tanah Abang–Merak, bertabrakan secara langsung di tikungan S di Pondok Betung, Bintaro, Jakarta Selatan.
Kecelakaan ini menewaskan 156 orang dan melukai 300 orang lainnya, serta merusak dua lokomotif dan empat gerbong penumpang. Kecelakaan ini merupakan bencana kereta api terburuk dalam sejarah perkeretaapian di Indonesia, bahkan di dunia.
Penyebab kecelakaan ini adalah kelalaian petugas PPKA (Pengatur Perjalanan Kereta Api) Stasiun Sudimara, Djamhari, yang memberikan sinyal aman bagi KA 225, padahal belum ada pernyataan aman dari Stasiun Kebayoran.
Hal ini dilakukan karena tidak ada jalur yang kosong di Stasiun Sudimara untuk menampung KA 225 yang terlambat berangkat dari Stasiun Rangkasbitung.
Sementara itu, KA 220 yang berangkat tepat waktu dari Stasiun Tanah Abang, sudah mendapat sinyal aman dari Stasiun Kebayoran untuk melintas di jalur yang sama dengan KA 225.
Akibatnya, kedua kereta api bertemu di tengah jalan dan tidak sempat menghindar.
Dampak kecelakaan ini sangat mengerikan. Kedua lokomotif dan empat gerbong penumpang hancur berkeping-keping.
Korban tewas dan luka-luka berserakan di sekitar lokasi kejadian. Beberapa korban terjepit di antara rangkaian kereta api yang saling menjepit.
Proses evakuasi korban sangat sulit dan memakan waktu lama. Bantuan datang dari berbagai pihak, mulai dari ABRI, pemadam kebakaran, relawan, hingga masyarakat umum.
Baca Juga: Bak Jadi Jalanan Maut Ini Jejak Kecelakaan di Tol Ungaran, Apa Penyebabnya?
Korban yang selamat dibawa ke beberapa rumah sakit terdekat, seperti RS Fatmawati, RS Setia Mitra, RS TNI-AL Mintoharjo, RS Pertamina, RS Pondok Indah, RS Jakarta, dan RS Cipto Mangunkusumo.
Akibat kecelakaan ini, pemerintah mengambil beberapa langkah untuk mencegah terulangnya tragedi serupa.
Pertama, pemerintah mengganti sistem sinyal manual menjadi sinyal otomatis di jalur kereta api.
Kedua, pemerintah menaikkan standar kualifikasi dan pelatihan bagi para petugas PPKA.
Ketiga, pemerintah meningkatkan pengawasan dan penegakan hukum terhadap pelanggaran peraturan perkeretaapian. Keempat, pemerintah memberikan santunan dan bantuan kepada para korban dan keluarganya.
Tragedi Bintaro 1987 adalah peristiwa yang tidak akan pernah terlupakan oleh bangsa Indonesia. Peristiwa ini mengingatkan kita akan pentingnya keselamatan dan kedisiplinan dalam bertransportasi.