Intisari-Online.com -Di kalangan pemerhati sejarah Mesir Kuno, nama Tutankhamun adalah nama yang begitu populer.
Tapi tidak dengan permaisurinya, Ankhesenamun.
Nasibnya tragis, dia bahkan disebut hilang ditelan sejarah.
Ankhesenamun konon adalah adik tiri Tutankhamun sebelum menjadi istrinya.
Ankhesenamun juga pernah dinikahi ayahnya sendiri, Firaun Akhenaten.
Ankhesenamun kemudian menjadi bangsawan Mesir Kuno pertama yang mencoba menikahi seorang pangeran asing dan menjadikannya firaun.
Namun usahanya tersebut gagal dan setelah itu nama Ankhesenamun hilang dari sejarah.
Ankhesenamun lahir pada sekitar tahun 1350 SM.
Di masa mudanya,Ankhesenamun dikenal sebagaiAnkhesenpaaten.
Dia merupakan putri dari Firaun Akhenaten dan Ratu Nefertiti dari dinasti ke-18 Mesir Kuno.
Akhenaten tercatat sebagai salah satu firaun paling kontroversial karena mengubah sistem keagamaan Mesir Kuno dari politeisme menjadi monoteisme dengan menyembah Dewa Amun.
Akhenaten juga memindahkan pusat kekuasaan Mesir Kuno dari Thebes ke kompleks baru bernama Akhetaten, yang kemudian dikenal sebagai Amarna.
Di kota itulah Ankhesenamun dibesarkan.
Menurut dugaan Zahi Hawass, seorang sejarawan Mesir Kuno,Ankhesenamun dibesarkan di Akhetaten bersama Tutankhamun, putra Akhenaten dari istrinya yang lain.
Ankhesenamun dan Tutankhamun adalah saudara seayah, yang pada akhirnya dinikahkan dan memerintah Mesir Kuno bersama-sama sepeninggal Akhenaten.
Sebelum itu, sebagian sejarawan meyakini Ankhesenamun dinikahi oleh Akhenaten ketika belum genap berusia 13 tahun dan melahirkan seorang putri bernama Ankhesenpaaten Tasherit.
Namun, sejumlah ahli tidak sepakat dan berpendapat bahwa Ankhesenpaaten Tasherit adalah putri Akhenaten dari istrinya yang bernama Kiya.
Menjadi permaisuri Tutankhamun Pada 1336, Akhenaten meninggal dan sekitar tiga tahun kemudian, Tutankhamun naik takhta.
Tutankhamun menjadikan kakak tirinya, Ankhsenamun, sebagai permaisuri dan bersama-sama mereka mencoba memulihkan ketertiban dan keseimbangan di negerinya.
Tugas pertama yang mereka lakukan adalah mengembalikan kepercayaan politeisme di Mesir Kuno, yang sempat dilarang oleh Akhenaten.
Kuil-kuil dibuka kembali dan beragam upacara kembali digelar sesuai tradisi masyarakat Mesir Kuno.
Saat itu, usia Tutankhamun baru 8 atau 9 tahun, sementara Ankhsenamun berusia 13 atau 14 tahun.
Pasangan ini memerintah Mesir Kuno didampingi dua penasihat, yakni Ay dan Horemheb.
Dilihat dari penggambran mereka dalam karya seni yang terpahat pada makam Tutankhamun, pernikahan mereka tampaknya tidak hanya atas dasar kepentingan politik, tetapi memang dilandasi rasa cinta.
Ankhsenamun tampaknya dengan setia mendampingi Tutankhamun hingga suaminya itu meninggal secara mendadak di usia 19 tahun, atau sepuluh tahun setelah memerintah.
Sesuai tradisi, sepeninggal Tutankhamun, Ay menjadi penerusnya karena anaknya dengan Ankhsenamun tidak ada yang lahir dengan selamat.
Agar peran Ay diakui, dia harus ditunangkan dengan janda raja, untuk upacara pemakaman Tutankhamun.
Meski mengikuti tradisi, Ankhsenamun memiliki rencana sendiri karena ia tidak mau menjadi istri sah Ay, yang jauh lebih tua.
Beberapa sejarawan bahkan menyebut Ay adalah kakek Ankhsenamun.
Ankhsenamun menyurati Raja Suppiluliuma I dari Het, agar ia dinikahkan dengan putranya.
Dalam suratnya, Ankhsenamun mengatakan apabila putra Suppiluliuma I menikahinya, maka akan menjadi firaun atau Raja Mesir.
Setelah memastikan tawaran tersebut bukan jebakan, Suppiluliuma I mengirim putranya, Zananza, ke Mesir untuk menikahi Ankhsenamun.
Namun, Pangeran Zananza tewas di perjalanan setelah dibunuh atas perintah Horemheb dan Ay.
Hawass mengatakan bahwa hal itu mungkin dilakukan karena pernikahan seorang ratu Mesir dengan pangeran asing akan sangat mempermalukan bangsa Mesir.
Setelah pembunuhan Pangeran Zananza, Ankhsenamun seakan hilang dari sejarah.
Bagaimana nasibnya setelah insiden itu, maupun tahun kematiannya tidak diketahui.
Apabila jadi menikah dengan Ay, nama Ankhsenamun tidak disebutkan dalam makam Ay yang ditemukan di Valley of the Kings atau Lembah Para Raja di Mesir, yang dikenal sebagai situs pemakaman para firaun dan keluarga bangsawan lainnya.
Setelah tiga tahun memerintah, Ay meninggal dan takhta Mesir Kuno jatuh ke tangan Horemheb.
Untuk melegitimasi kekuasaannya, Horemheb, mengklaim bahwa dewa-dewa lama telah memilihnya untuk mengembalikan tatanan Mesir Kuno dan menghapus nama keluarga raja yang sesat dari sejarah.
Raja sesat yang dimaksud adalah Akhenaten, sehingga semua monumen yang didirikan pada masa pemerintahannya berusaha dihancurkan atau dirusak oleh Horemheb.
Selain itu Horemheb juga menghapus semua jejak Tutankhamun, yang sejatinya telah berusaha mengembalikan tatanan Mesir Kuno selama satu dekade pemerintahannya.
Tindakan itu menimbulkan dugaan bahwa Horemhab atau Ay juga membunuh Ankhsenamun.
Namun, dugaan tersebut belum menemukan bukti pendukung.
Satu yang pasti, Ankhsenamun lenyap dari sejarah setelah mengirimkan surat kepada Raja Het.
Begitulah nasib burukAnkhesenamun, permaisuri Tutankhamun yang hilang ditelan sejarah.