Intisari-online.com - Kesultanan Buton adalah salah satu kerajaan Islam yang pernah berdiri di Baubau, Sulawesi Tenggara, antara abad ke-16 hingga abad ke-20.
Kesultanan ini memiliki sejarah, sistem pemerintahan, dan peninggalan yang menarik untuk diketahui, konon tidak pernah dijajah Belanda.
Kesultanan Buton bermula dari Kerajaan Buton yang didirikan pada tahun 1332 M.
Namun, pada saat itu kerajaan ini belum menganut agama Islam.
Kerajaan ini sempat diperintah oleh dua raja perempuan, yaitu Wa Kaa Kaa dan Bulawambona.
Setelah itu, kekuasaan dilanjutkan oleh Raja Bataraguru, Raja Tuarade, Raja Rajamulae, dan Raja Murhum.
Pada masa pemerintahan Raja Murhum, pengaruh Islam mulai masuk ke Buton.
Ada beberapa pendapat tentang asal-usul masuknya Islam ke Buton. Ada yang mengatakan bahwa Islam datang dari Ternate, ada juga yang mengatakan bahwa Islam datang dari Johor.
Yang pasti, Raja Murhum memeluk Islam dan mengubah gelarnya menjadi Sultan Murhum Kaimuddin Khalifatul Khamis.
Dengan demikian, Kerajaan Buton berubah menjadi Kesultanan Buton.
Baca Juga: Keturunan Syekh Bentong, Inilah Latar Belakang Ibu Raden Patah yang Dibenci Permaisuri Majapahit
Kesultanan Buton terletak di pulau yang strategis dengan jalur pelayaran yang menghubungkan pulau-pulau penghasil rempah di kawasan timur Nusantara.
Meskipun Belanda dan Portugis sudah masuk ke Indonesia sejak abad ke-17, kedua bangsa Eropa tersebut tidak pernah berani menjajah Kesultanan Buton.
Hal ini karena Kesultanan Buton memiliki kekuatan militer dan pertahanan yang kokoh.
Kesultanan Buton juga membangun benteng yang luas dan megah untuk melindungi wilayahnya dari serangan musuh.
Benteng ini dibangun pada tahun 1634 pada masa pemerintahan Sultan La Buke.
Benteng ini memiliki panjang 2.740 meter dan melingkupi area seluas 401.900 meter persegi. Benteng ini juga dilengkapi dengan 16 menara pengintai dan 12 pintu gerbang.
Kesultanan Buton pernah terlibat perang dengan Belanda beberapa kali, yaitu pada tahun 1637, 1752, 1755, dan 1776.
Namun, setiap kali perang, Kesultanan Buton berhasil mengatasi Belanda.
Bahkan, Kesultanan Buton tidak pernah mengalami kerja paksa atau monopoli perdagangan dari Belanda.
Kesultanan Buton juga aktif memerangi bajak laut yang mengganggu jalur pelayaran.
Kesultanan Buton memiliki sistem pemerintahan yang cukup ideal dengan adanya raja, perdana menteri, tentara, dan rakyat.
Baca Juga: Hubungan Kerajaan Aceh dengan Belanda Dari Pengakuan Kedaulatan Hingga Peperangan
Raja merupakan pemimpin tertinggi yang memiliki kekuasaan absolut.
Raja juga merupakan pemimpin agama yang bertanggung jawab atas penyebaran dan pengembangan Islam di Buton.
Perdana menteri merupakan pejabat yang membantu raja dalam menjalankan pemerintahan.
Perdana menteri juga merupakan pemimpin militer yang memimpin pasukan perang.
Perdana menteri dipilih oleh raja dari kalangan bangsawan yang memiliki kemampuan dan kepercayaan.
Tentara merupakan badan pertahanan yang melindungi kesultanan dari serangan musuh.
Tentara terdiri dari pasukan berkuda, pasukan berpedang, pasukan bersenjata api, dan pasukan laut.
Tentara dipimpin oleh perdana menteri dan dibantu oleh beberapa panglima.
Rakyat merupakan penduduk kesultanan yang terdiri dari berbagai suku dan agama. Rakyat hidup dengan damai dan sejahtera di bawah perlindungan raja.
Rakyat juga memiliki hak dan kewajiban yang diatur oleh undang-undang.
Undang-undang yang dianut oleh Kesultanan Buton adalah Undang-Undang Wolio.
Undang-undang ini merupakan kumpulan hukum adat yang berisi tentang tata cara pemerintahan, hubungan sosial, pernikahan, waris, pidana, dan lain-lain.
Undang-undang ini ditulis dalam bahasa Wolio, yaitu bahasa asli Buton.
Kesultanan Buton meninggalkan beberapa peninggalan yang masih bisa dilihat hingga sekarang.
Salah satu peninggalan yang paling terkenal adalah Benteng Keraton Buton.
Benteng ini merupakan benteng terluas di dunia yang menjadi saksi bisu sejarah kesultanan. Benteng ini juga menjadi ikon wisata di Baubau.
Selain benteng, peninggalan lainnya adalah Istana Malige. Istana ini merupakan istana peninggalan Sultan Buton ke-37, yaitu Sultan Muhammad Idrus.
Istana ini merupakan rumah panggung yang memiliki bentuk empat tingkat.
Istana ini juga menyimpan berbagai benda bersejarah, seperti pusaka, perhiasan, pakaian, dan dokumen.
Peninggalan lainnya adalah Masjid Agung Keraton Buton. Masjid ini merupakan masjid tertua di Sulawesi Tenggara yang dibangun pada tahun 1683.
Masjid ini memiliki arsitektur yang unik dengan atap berbentuk limas dan menara berbentuk kerucut. Masjid ini juga menjadi pusat kegiatan keagamaan di Buton.