Intisari-online.com -Pada tanggal 10 Juli 2023, pemerintah Belanda secara resmi menyerahkan 335 benda bersejarah Indonesia yang selama ini disimpan di Museum Volkenkunde di Leiden.
Benda-benda tersebut merupakan bagian dari harta karun Lombok yang dijarah oleh tentara kolonial Belanda pada tahun 1894, saat mereka menyerang dan menghancurkan Kerajaan Lombok.
Di antara benda-benda yang dikembalikan, ada satu yang paling menarik perhatian, yaitu bros berlian Lombok, sebuah perhiasan berbentuk buah aprikot yang terbuat dari emas dan berlian 75 karat.
Bros berlian Lombok ini memiliki sejarah dan makna yang penting bagi bangsa Indonesia, khususnya masyarakat Lombok, sebagai saksi bisu peradaban, perjuangan, dan penderitaan mereka di masa lalu.
Harta karun Lombok adalah kumpulan benda-benda berharga yang berasal dari Puri Cakranegara, istana raja Lombok yang bernama Anak Agung Nengah Sakti.
Benda-benda tersebut meliputi perhiasan, peralatan, senjata, patung, lukisan, dan dokumen-dokumen kerajaan.
Menurut sejarawan Belanda Ewald Vanvugt, nilai harta karun Lombok pada tahun 1985 mencapai 750 ribu gulden, atau sekitar 6,8 miliar rupiah.
Namun, nilai sejarah dan budaya dari benda-benda tersebut tentu jauh lebih tinggi dari nilai materinya.
Harta karun Lombok dijarah oleh Belanda pada akhir Perang Lombok, sebuah konflik yang terjadi antara tahun 1893 dan 1894.
Perang ini dipicu oleh persaingan antara dua dinasti kerajaan Lombok, yaitu Karangasem dan Pejanggik, yang masing-masing didukung oleh Belanda dan Bali.
Belanda mengintervensi konflik ini dengan mengirimkan ekspedisi militer ke Lombok, dengan dalih melindungi kepentingan ekonomi dan politik mereka di pulau tersebut.
Baca Juga: Temukan Harta Karun Peninggalan Mataram Kuno, Sosok Pekerja Tol Solo-Jogja Mengaku Dapat Wangsit
Namun, ekspedisi pertama yang dipimpin oleh Jenderal Van der Wijck mengalami kegagalan dan mengakibatkan korban jiwa yang besar di pihak Belanda.
Belanda kemudian mengirimkan ekspedisi kedua yang lebih besar dan lebih brutal, yang dipimpin oleh Jenderal Vetter.
Ekspedisi ini berhasil menguasai Lombok dan menewaskan ribuan orang, termasuk raja Lombok dan keluarganya, yang melakukan puputan atau bunuh diri massal.
Setelah mengalahkan Kerajaan Lombok, Belanda menggeledah Puri Cakranegara dan desa-desa sekitarnya, dan mengambil segala benda berharga yang mereka temukan.
Benda-benda tersebut kemudian dibawa ke Batavia (Jakarta) dan kemudian ke Belanda, untuk dijadikan koleksi museum, hadiah, atau barang dagangan.
Bros berlian Lombok sendiri diberikan oleh Gubernur Jenderal Van Heutsz kepada Ratu Wilhelmina sebagai hadiah pernikahannya pada tahun 1901.
Bros tersebut kemudian disimpan di Museum Volkenkunde sejak tahun 1978.
Selama lebih dari satu abad, harta karun Lombok menjadi milik Belanda, tanpa ada upaya dari pihak Indonesia untuk memintanya kembali.
Baru pada tahun 2013, pemerintah Indonesia mulai melakukan negosiasi dengan pemerintah Belanda untuk merepatriasi benda-benda bersejarah tersebut, sebagai bagian dari kerjasama budaya antara kedua negara.
Proses repatriasi ini melibatkan penelitian dan komunikasi yang panjang, serta menghadapi berbagai kendala, seperti masalah hukum, administrasi, dan logistik.
Akhirnya, pada tahun 2023, pemerintah Belanda setuju untuk mengembalikan 335 benda bersejarah Indonesia, termasuk bros berlian Lombok, tanpa syarat apapun.
Baca Juga: Menguak Misteri Pulau Rempang, Harta Karun Tersembunyi dari Batam.
Repatriasi bros berlian Lombok dan benda-benda lainnya adalah sebuah langkah penting untuk mengembalikan warisan budaya bangsa Indonesia yang hilang akibat penjajahan.
Benda-benda tersebut bukan hanya memiliki nilai estetika, tapi juga nilai sejarah, yang bisa memberikan pelajaran dan inspirasi bagi generasi sekarang dan mendatang.
Bros berlian Lombok adalah simbol kekayaan dan kebanggaan Kerajaan Lombok, yang juga menjadi saksi bisu perjuangan dan penderitaan rakyat Lombok melawan penjajah Belanda.
Dengan kembalinya bros berlian Lombok ke tanah air, diharapkan masyarakat Indonesia, khususnya masyarakat Lombok, bisa merasakan rasa hormat dan penghargaan atas warisan budaya mereka, serta menjaga dan melestarikannya dengan baik.