Buah langka yang satu ini mengingatkan kita pada kawasan Menteng di Jakarta. Konon di wilayah tersebut, di masa pendudukan Belanda, banyak tumbuh pohon menteng (Baccaurea racemosa).
Sekarang hampir susah menemukan pohon ini di kawasan elite Menteng. Bahkan banyak orang tidak tahu bahwa nama Menteng berawal dari sebuah pohon. Hal yang sebenarnya jamak dijumpai di Jakarta. Seperti wilayah Gandaria dan Bintaro, yang juga berasal dari nama sebuah pohon.
Lantas, seperti apakah pohon menteng? Pohon menteng berupa perdu dengan tinggi antara 15 - 25 m dan diameter 25 - 70 cm. Kulit batang kasar dan berwarna keputihan. Daunnya lebih banyak terkumpul di ujung ranting, berbentuk lonjong dengan tepi bergerigi dan ujung yang lancip. Daun menteng mempunyai panjang 7 - 20 cm, lebar 3 - 7,5 cm. Daging buahnya mirip duku, sangat sedikit, dengan biji yang besar. Warna buahnya hijau berubah kekuningan saat matang.
Di Jawa Tengah, menteng disebut dengan mundung. Menteng, kepundung, atau (ke)mundung adalah pohon penghasil buah dengan nama yang sama yang dapat dimakan. Rasa buahnya biasanya masam (kecut) meskipun ada pula yang manis.
Tanaman ini asli dari Pulau Jawa. Menteng dulu biasa ditanam di pekarangan namun sekarang sulit ditemui akibat desakan jumlah penduduk dan penanaman tanaman buah lain yang lebih disukai. Di sekitar Jakarta dan Bogor kadang-kadang masih ditemukan penjual buah menteng. Biasanya berbuah pada bulan Desember - Maret.
Buah menteng ini bisa dijadikan setup, asinan, dan bahan baku minuman sejenis wine.
Sayangnya keberadaan pohon maupun buah Menteng semakin langka. Bahkan di kecamatan Menteng Jakarta Pusat yang nama daerahnya berasal dari nama pohon ini pun semakin sulit didapati. Sayang jika spesies yang berkaitan erat dengan asal usul salah satu daerah terpadat di Indonesia ini punah.
Jika masih punya sedikit ruang di rumah, cobalah berburu bibit menteng dan tanam dalam pot. Hitung-hitung menyelamatkan pohon langka sekaligus penghijauan lingkungan.