Intisari-Online.com -Ery Mefri, lahir di Solok, 23 Juni 1958, merupakan putra tunggal Jamin Manti Jo Sutan, seorang maestro Tari dan tokoh tradisi Minangkabau.
Sejak kecil pria ini sudah akrab dengan suara gendang dan Ayahnya berdendang saat mengajar murid-muridnya menari.
Ery pun yakin menetapkan pilihan hidupnya menjadi penari sejak di bangku kelas 2 SMP.
Ia kemudian melanjutkan sekolah di Sekolah Menengah Karawitan Indonesia (SMKI) di Padang Panjang.
Selama 4,5 tahun, Ery berlatih menari dengan tekun dan tanpa lelah.
Hal yang sama dilakukannya ketika ia bekerja sebagai pegawai negeri dan berkantor di Taman Budaya Padang sejak 1982 (hingga pensiun tahun 2014).
Barulah pada tahun 1983, Ery Memutuskan untuk menjadi koreografer dan mendirikan Sanggar Tari Nan Jombang.
Karya pertamanya berjudul “Nan Jombang”.
Nama ini diambil dari sebutan Sang Ayah yang dalam Bahasa Minang berarti "pria yang tampan dan berwibawa".
Berbeda dengan kebanyakan putra Minang yang merantau ke luar kota, Ery justru bertekad untuk menetap selamanya di Ranah Minang.
Ia ingin membuktikan bahwa dirinya bisa menjadi hebat di kampung sendiri.
Baca Juga: CHI Awards 2023, Ajang Apresiasi Para Pejuang Seni Tari Tradisional Indonesia
Nama Ery Mefri muncul ke panggung dunia pada tahun 2004 berkat peran Kementerian Pariwisata Lewat Indonesia Performing Arts –ajang tahunan yang mempertemukan para seniman Indonesia dengan para manajer dan pengusaha hiburan dari mancanegara.
Tahun 2007 Kelompok Nan Jombang pertama kali diundang tampil ke Brisbane, Australia dan dilanjutkan ke negara-negara lain.
Karyanya Yang paling sering ditampilkan di mancanegara adalah “Rantau Berbisik” diangkat dari kisah Ery saat merantau ke Jakarta.
Sebagai salah satu bentuk solidaritas Ery terhadap para seniman Padang, Ery menggagas festival “Galanggang Tari Sumatra” (kini menjadi KABA Festival sejak 2014) dan Festival Nan Jombang Tanggal Tiga (dilakukan tanggal 3 setiap bulannya).
“Filosofi tanggal 3 itu diambil dari pepatah Minang, 'Tigo Tungku Sajarangan' yang menggambarkan hubungan manusia: dengan sesama manusia (ninik mamak), dengan alam (cerdik pandai) dan dengan Tuhan (alim ulama),” jelas penerima Anugerah Kebudayaan kategori Pencipta, Pelopor, dan Pembaharu dari Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan serta Kementerian Hukum dan HAM tahun 2016.
Di usianya yang 65 tahun ini ia sangat bahagia mendapat dua kado terindah dari Tuhan.
Pertama, tanggal 1 November lalu Ery menggelar “Perayaan Akbar 40 tahun Ery Mefri Berkarya” di Ladang Tar iNan Jombang, Padang; sekaligus meresmikan museum tari dan peluncuran buku biografinya berjudul, “Salam Tubuh pada Bumi”.
Kedua adalah penghargaan dari CHI Awards 2023 sebagai Penerus Seni Tari Nusantara.
Penghargaan ini tentu menguatkan eksistensi dan semangat Ery untuk terus berkarya dan mempersiapkan para penari muda sebagai generasi penerusnya.