Surabaya Membara, Kisah Para Pejuang yang Siap Menghadapi Pasukan Sekutu

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Rakyat Surabaya melakukan perlawanan ketika Belanda melakukan propaganda November 1945.
Ilustrasi - Rakyat Surabaya melakukan perlawanan ketika Belanda melakukan propaganda November 1945.

Intisari-online.com - Surabaya, 9 November 1945. Kota pahlawan ini sedang bersiap-siap untuk menghadapi pertempuran yang akan menentukan nasib kemerdekaan Indonesia.

Pasukan Sekutu yang dipimpin oleh Inggris telah mengumumkan bahwa mereka akan melancarkan serangan balasan terhadap para pejuang Surabaya yang telah membunuh komandan mereka, Brigadir Mallaby, pada 30 Oktober 1945.

Serangan ini dijadwalkan akan dimulai pada pukul 06.00 pagi besok, 10 November 1945.

Para pejuang Surabaya tidak gentar menghadapi ancaman tersebut.

Mereka telah bersumpah untuk mempertahankan kota ini dengan darah dan nyawa mereka.

Mereka telah mengalami berbagai macam penderitaan dan pengorbanan sejak Jepang menyerah kepada Sekutu pada 15 Agustus 1945.

Mereka telah melihat bagaimana pasukan Sekutu berusaha mengembalikan kekuasaan Belanda di Indonesia dengan cara-cara licik dan kejam.

Mereka telah merasakan bagaimana pasukan Sekutu menghina dan menganiaya rakyat Indonesia yang ingin merdeka.

Mereka telah membaca pamflet Hawthorn yang memerintahkan mereka untuk menyerahkan senjata mereka kepada pasukan Sekutu atau menghadapi hukuman mati.

Mereka telah menolak ultimatum tersebut dengan tegas dan berani.

Para pejuang Surabaya terdiri dari berbagai lapisan masyarakat, mulai dari pemuda, pelajar, buruh, pedagang, hingga tentara dan polisi.

Baca Juga: Syarat-syarat Suatu Peristiwa Dikatakan Sebagai Sejarah, Ini Daftarnya

Mereka berasal dari berbagai organisasi perjuangan, seperti TKR (Tentara Keamanan Rakyat), Laskar Rakyat, Barisan Pemberontak, Hizbullah, Sabilillah, hingga BKR (Badan Keamanan Rakyat).

Mereka bersenjatakan berbagai macam alat perang, mulai dari bambu runcing, golok, parang, pisau, samurai, hingga senapan, pistol, mortir, dan granat.

Mereka bergerak secara gerilya, menyerang pasukan Sekutu dari berbagai arah, dan bersembunyi di rumah-rumah warga, masjid, gereja, sekolah, dan pabrik.

Mereka memiliki semangat juang yang tinggi, didorong oleh rasa cinta tanah air, agama, dan kemanusiaan.

Para pejuang Surabaya juga mendapat dukungan dari rakyat Surabaya yang tidak mau diam melihat kota mereka direbut oleh pasukan Sekutu.

Mereka membantu para pejuang dengan memberikan informasi, makanan, minuman, obat-obatan, dan perlindungan.

Mereka juga ikut berpartisipasi dalam pertempuran dengan cara-cara yang mereka mampu, seperti melempari batu, botol, dan bom molotov ke arah pasukan Sekutu, membakar ban, dan mengibarkan bendera merah putih.

Mereka juga menyanyikan lagu-lagu perjuangan, seperti Indonesia Raya, Halo-Halo Bandung, dan Surabaya-Surabaya, untuk menyemangati para pejuang.

Di tengah-tengah persiapan pertempuran, para pejuang Surabaya juga tidak lupa untuk berdoa kepada Tuhan Yang Maha Kuasa, memohon perlindungan, keberkahan, dan kemenangan.

Mereka juga mengucapkan salam perpisahan kepada keluarga, sahabat, dan rekan-rekan mereka, dengan harapan bahwa mereka akan bertemu lagi di surga.

Mereka juga menyampaikan pesan-pesan terakhir mereka kepada bangsa Indonesia, agar tetap berjuang untuk merdeka, bersatu, dan berdaulat.

Baca Juga: Apa Makna Peristiwa Sumpah Pemuda bagi Generasi Muda Indonesia?

Mereka juga menyatakan rasa syukur dan bangga mereka kepada Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Hatta, yang telah memproklamasikan kemerdekaan Indonesia pada 17 Agustus 1945.

Surabaya membara. Kota ini akan menjadi saksi sejarah dari pertempuran yang akan mengguncang dunia.

Para pejuang Surabaya siap menghadapi pasukan Sekutu dengan penuh keberanian dan kehormatan. Mereka siap mati untuk merdeka.

Mereka adalah pahlawan-pahlawan yang tidak akan pernah terlupakan. Mereka adalah Surabaya.

Artikel Terkait