Kisah Raja Saul, Pemimpin Pertama Israel yang Terbunuh di Tangan Orang Filistin

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Ilustrasi - Raja Saul merupakan pemimpin Israel yang terbunuh oleh orang Filistin.
Ilustrasi - Raja Saul merupakan pemimpin Israel yang terbunuh oleh orang Filistin.

Intisari-online.com -Raja Saul adalah raja pertama yang dipilih oleh Allah untuk memimpin bangsa Israel.

Namun, ia tidak berhasil menjadi berkat bagi bangsa itu, karena ia sering menyalahi perintah-perintah Allah dan mengikuti kehendaknya sendiri.

Saul dipilih oleh Allah melalui Samuel, seorang nabi dan hakim terakhir Israel.

Saul adalah seorang pemuda yang tampan dan tinggi, yang berasal dari suku Benyamin, suku terkecil di Israel.

Ia diurapi oleh Samuel menjadi raja di depan seluruh bangsa Israel (1 Samuel 10:17-27).

Pada awal pemerintahannya, Saul terlihat menjanjikan.

Ia memimpin pasukan Israel untuk memerangi bani Amon ketika mereka mengancam Yabesh-Gilead.

Dan Saul berhasil mengalahkan bangsa Amon tersebut (1 Samuel 11:1-15).

Namun, Saul mulai menunjukkan sifat-sifat yang tidak menyenangkan Allah.

Ia tidak sabar untuk menunggu kedatangan Samuel untuk memimpin upacara persembahan kurban sebelum ia memimpin peperangan melawan bangsa Filistin.

Ia sendiri yang mempersembahkan kurban, padahal itu bukan tugasnya sebagai raja, melainkan sebagai imam.

Baca Juga: Dulu Pernah Tinju Tentara Israel Tangan Kosong, Aktivis Perempuan Palestina Ahed Tamimi Ditangkap Lagi

Hal ini menunjukkan bahwa Saul tidak menghormati Allah dan Samuel.

Akibatnya, Allah berfirman kepada Samuel bahwa Saul tidak akan bertahan lama sebagai raja, dan bahwa Allah telah mencari seorang pengganti yang setia kepada-Nya (1 Samuel 13:1-14).

Kesalahan Saul yang kedua adalah ketika ia menolak perintah Allah untuk menghabisi orang Amalek dan seluruh ternaknya.

Allah menginginkan agar Saul melakukan penghukuman atas orang Amalek, yang telah berbuat jahat kepada bangsa Israel ketika mereka keluar dari Mesir.

Namun, Saul menyayangkan untuk membinasakan ternak yang baik-baik, dan ia juga mengambil Agag, raja Amalek, sebagai tawanan.

Saul berdalih bahwa ia ingin mempersembahkan ternak itu kepada Allah, tetapi sebenarnya ia ingin mendapatkan keuntungan dan kemuliaan bagi dirinya sendiri.

Hal ini menunjukkan bahwa Saul tidak taat kepada Allah dan tidak takut kepada-Nya.

Akibatnya, Allah menyesal telah mengangkat Saul menjadi raja, dan Samuel mengumumkan bahwa Allah telah mencabut kerajaan dari Saul dan memberikannya kepada orang lain yang lebih baik daripadanya (1 Samuel 15:1-35).

Kesalahan Saul yang ketiga adalah ketika ia cemburu dan bermusuhan dengan Daud, orang yang telah dipilih Allah sebagai pengganti Saul.

Daud adalah seorang pemuda yang berani dan saleh, yang berhasil membunuh Goliat, raksasa dari bangsa Filistin, dengan menggunakan batu dan ketapel.

Daud mendapat pujian dan hormat dari seluruh bangsa Israel, bahkan dari Yonatan, putra Saul, yang menjadi sahabat karib Daud.

Baca Juga: Ternyata Ini Awal Mula Korea Utara Mendukung Palestina dan Membantu Hamas dalam Perlawanan Terhadap Israel

Namun, Saul merasa terancam oleh popularitas Daud, dan ia mencoba membunuh Daud berkali-kali. Saul juga mengejar-ngejar Daud ke seluruh penjuru negeri, padahal Daud tidak pernah berbuat jahat kepada Saul.

Hal ini menunjukkan bahwa Saul tidak mengasihi Allah dan sesama, tetapi hanya mengasihi dirinya sendiri.

Akibatnya, Saul kehilangan dukungan dan kasih sayang dari rakyatnya, bahkan dari keluarganya sendiri (1 Samuel 16-31).

Kesalahan Saul yang terakhir adalah ketika ia pergi menghubungi seorang perempuan pemanggil roh di En-Dor untuk bertanya kepada roh Samuel guna mengetahui apa yang akan terjadi dalam peperangan melawan orang Filistin yang akan segera dihadapinya.

Ini adalah perbuatan yang sangat tercela di mata Allah, karena Saul telah meninggalkan Allah dan mencari bantuan dari roh-roh jahat.

Saul melakukan hal ini karena ia merasa putus asa, karena Samuel telah meninggal, dan Allah tidak menjawab doa-doa dan pertanyaan-pertanyaan Saul.

Akibatnya, Saul mendengar dari roh Samuel bahwa ia dan anak-anaknya akan mati dalam peperangan, dan bahwa Allah telah menyerahkan Israel ke tangan orang Filistin (1 Samuel 28:1-25).

Saul kemudian meninggal dalam peperangan melawan bangsa Filistin.

Karena terjepit dan tidak rela jatuh ke tangan musuhnya hidup-hidup, Saul menjatuhkan dirinya ke pedang yang dibawa oleh pembantunya.

Anak-anaknya, termasuk Yonatan, juga terbunuh dalam peperangan itu.

Mayat-mayat mereka kemudian dipermalukan oleh orang Filistin, yang menggantungkannya di tembok kota Bet-San.

Baca Juga: Rahasia Tersembunyi Jerussalem, Tanah yang Diperebutkan Sejak Ribuan Tahun Lalu

Hal ini menunjukkan bahwa Saul tidak mendapat berkat dan perlindungan dari Allah, tetapi hanya mendapat kutuk dan penghinaan (1 Samuel 31:1-13).

Dari kisah Saul, kita dapat belajar bahwa menjadi pemimpin yang baik bukanlah perkara mudah.

Sebagai pemimpin, kita harus taat dan setia kepada Allah, menghormati otoritas yang Allah berikan, mengasihi rakyat yang dipimpin, dan tidak cemburu atau bermusuhan dengan orang lain yang lebih berbakat atau lebih disukai daripada kita.

Jika kita melakukan hal-hal yang tidak menyenangkan Allah, kita akan kehilangan berkat dan kemuliaan dari Allah, dan kita akan mengalami akibat-akibat yang buruk.

Semoga kita dapat mengambil pelajaran dari kisah Saul, dan berusaha menjadi pemimpin yang berkenan di mata Allah.

Artikel Terkait