Menghijaukan Anak Sejak Dini

Jeffrey Satria

Penulis

Menghijaukan Anak Sejak Dini
Menghijaukan Anak Sejak Dini

Intisari-Online.com -Kebiasaan ramah lingkungan atau kebiasaan ‘hijau’ memang harus diterapkan sedini mungkin. Mematikan lampu bila tak terpakai atau membuang sampah pada tempatnya adalah kebiasaan-kebiasaan yang seyogianya ditanamkan oleh orangtua sedini mungkin.Namun, seiring bertambah usia, tugas membiasakan kebiasaan ‘hijau’ pada sang anak tak lagi jadi beban orangtua semata. Institusi pendidikan beserta pemerintah ada baiknya mau ikut campur dalam membiasakan kebiasaan baik ini.

Untuk urusan membiasakan kebiasaan hijau, kita boleh belajar dari Amerika Serikat. Sekolah di Negeri Paman Sam sudah menerapkan sebuah kurikulum ‘hijau’ yang tak terbatas hanya pada para murid saja, tetapi juga pada guru dan manajemen sekolah.

Sekolah di negara bagian Pennsylvania misalnya, mengusahakan sebuah program manajemen penghematan energi yang komprehensif. Sekolah bekerja sama dengan perusahaan layanan internet, Cisco, mengintegrasikan pengawasan pemakaian penyejuk udara (AC) dan pemanas ruangan dengan jaringan internet.

Matthew Frederickson, direktur informasi dan teknologi Council Rock, salah satu sekolah di Pennsylvania, menyatakan bahwa dengan memonitor penggunaan fasilitas elektronik, penghematan secara luar biasa dapat terjadi. Pernyataan itu agaknya tak berlebihan melihat bukti bahwa Council Rock berhasil mengurangi pemakaian energi hingga 42,7%! Itu artinya mereka berhasil memotong pengeluaran sebesar AS$ 5,3 juta per tahunnya. Bukan angka yang kecil tentunya.

Selain memonitor dan mengontrol penggunaan AC serta pemanas, Matthew dan tim juga bekerja sama dengan Symantec, perusahaan pengembang aplikasi anti-virus dunia, untuk mengelola penggunaan komputer. Dengan aplikasi Symantec Ghost, Matthew menjadwalkan penon-aktifan komputer secara otomatis setiap sore. Berkat kerja sama ini, Matthew dan timnya berhasil menghemat biaya listrik lebih dari AS$ 100.000 tiap tahunnya.

University of Pennsylvania juga tak ragu memasang instalasi panel listrik di lingkungan kampusnya. Walau biayanya tak murah, namun investasi ini terbukti menguntungkan di kemudian hari. Pihak universitas berhasil memotong menghemat biaya listrik hingga 46% tiap tahunnya!

Marilah coba berandai-andai. Bila ada 54 universitas yang mau mengikuti langkah University of Pennsylvania, maka pemerintah AS dapat menghemat pemakaian energi listrik hingga 1 miliar kilowatt! Environmental Protection Agency (EPA), atau agen perlindungan lingkungan AS menyatakan bahwa penghematan tersebut berdampak pada pengurangan emisi karbon dioksida yang setara dengan 160 kendaraan bermotor.

Kurikulum ‘hijau’ juga diaplikasikan oleh sekolah Mount Sinai di Long Island. Manajemen sekolah dan guru-guru menempelkan memo (post-it) bertuliskan “matikan bila tidak digunakan” di setiap komputer dan saklar-saklar lampu sekolah. Hasilnya juga mengejutkan karena mereka berhasil menghemat tagihan listrik sebesar AS$ 350.000 per tahun. Sederhana tapi berdampak besar!

Beberapa sekolah lain bahkan menunjuk seseorang, khusus sebagai manajer pengelolaan tenaga. Sang manajer wajib menginspeksi ruang-ruang kelas di pagi dan malam hari. Para guru yang sering lupa mematikan lampu atau komputer, biasanya panik ketika melihat manajer sedang berjalan di lorong sekolah.

Bila ada guru yang menolak mematikan komputer atau lampu setelah jam pelajaran, maka sang manajer akan mengirimkan surel keesokan harinya. Surel tersebut akan berisi ceramah sang manajer tentang banyaknya uang yang bisa dihemat oleh sekolah. Bila tak juga mempan, sang manajer punya wewenang untuk melaporkan si guru kepada atasan sekolah.

William Balicki, manajer energi sebuah sekolah di New York menyatakan bahwa tugasnya mirip seperti polisi. Ia harus datang jam 4 pagi dan memastikan bahwa staf kebersihan dan petugas keamanan mematikan lampu ruang kelas, lampur tempat parkir, dan pendingin udara. Ia juga rajin menempelkan stiker atau memo yang bertuliskan “matikan setelah dipakai” di saklar-saklar lampu dan komputer. “Ini semua hanya soal kebiasaan saja kok,” ujarnya.

Ya, benar kata William, ini semua hanya kebiasaan. Ngomong-ngomong kapan Indonesia mau memulai ya?