Mengubah Sampah Menjadi Rupiah

J.B. Satrio Nugroho

Editor

Mengubah Sampah Menjadi Rupiah
Mengubah Sampah Menjadi Rupiah

Intisari-Online.com - Mata kreativitaslah yang berperan besar untuk melihat nilai lebih dari limbah yang bagi kebanyakan orang dianggap sampah tanpa guna. Tangan dingin berperan kemudian, mengubah sampah menjadi barang yang tak perlu mengabaikan kualitas.

Hal itulah yang ditunjukkan oleh Gatot Sulistio Adeasmara, 37 tahun. Pria yang akrab dipanggil Ade ini mengolah limbah bengkel mobil berupa filter oli menjadi barang mewah yang berkualitas, seperti lampu hias.

Pria lulusan Fakultas Arsitektur Universitas Pancasila ini memang bekerja di bidang desain interior. Beberapa hasil karyanya juga sudah menghiasi beberapa restoran dan hotel di Indonesia. Dia juga mendirikan PT Skala 6 Protektama sejak 2001 bersama enam kawannya, bergerak di bidang desain interior. Tapi bagaimana dia akhirnya tertarik dengan limbah bengkel?

Ade mengisahkan, ide membuat lampu hias dari filter oli mobil ini berawal dari ketidaksengajaan. Pada suatu waktu di tahun 2004, Ade ditawari pihak PT Astra International Surabaya untuk mendayagunakan limbah filter oli yang menggunung di sana menjadi barang yang bisa berguna.

PT Astra International rupanya memang mempunyai program pemanfaatan komponen otomotif supaya tidak sekadar menjadi limbah yang menggunung. “Blok mesin yang sudah tidak terpakai dan ban bekas, misalnya, dikreasikan menjadi kerajinan tertentu. Nah, sekarang filter oli, nih,” tutur Ade.

Akhirnya Ade menantang kreativitasnya untuk mengubah limbah filter oli itu menjadi barang yang bernilai ekonomi. Setelah membuat beberapa karya dari filter oli tersebut dan mengirimkannya kembali ke Astra, karya kreasi Ade disukai, bahkan menyabet penghargaan mengenai daur ulang limbah otomotif yang dibuat oleh PT Astra.

Akhirnya sampai kini PT Astra menyetok limbah filter oli secara gratis ke workshop Ade di Jalan Rawa Indah, Pondok Terong, Depok. “Dikirim sekitar sebulan dua kali, sekitar dua kardus, berisi sekitar 100 biji,” terang Ade.

Peminat lampu meja dari filter oli ini lumayan besar. Dituturkan Ade, kebanyakan permintaan ekspor daripada permintaan dari lokal. “Dikirim ke Dubai, Prancis, Slovania, Pakistan, Malaysia. Kalau pesanan lokal biasanya untuk proyek pekerjaan arsitektur atau desainer,” terangnya. Pesanan itu berkat rajin mengikuti pameran interior dan furnitur.

Lampu hias ade terbilang unik. Bahan dasar utamanya adalah komponen yang terdapat dalam filter oli mobil yang disambung dengan teknik pengelasan. Juga ditambah unsur kain di bagian kapnya. Lampu hias dari filter oli itu dibuat dalam berbagai ukuran dan desain. Harganya berkisar dari Rp35.000 sampai Rp2.000.000.

Dia banyak memasukkan unsur batik sebagai ornamen dalam karyanya. Ada batik khas Bali, Lampung, Aceh, Jawa, dan ragam hias dari berbagai daerah lain di Indonesia. “Juga ada yang kombinasi dengan motif modern,” Ade menjelaskan. Batiknya bukan digambar di atas media seperti biasanya, namun dilakukan dengan melubangi besi dengan motif batik.

Terlihat sepintas teknik pemotongan besi dengan motif batik itu membuat besi tersebut bertekstur seperti kerajinan kulit sapi pada wayang kulit; bagian potongannya menjadi rustic (bergerigi). “Itu disengaja. Kalau mau potongannya halus juga bisa, pakai las laser,” terang Ade. Tekstur bergerigi itulah yang justru motif batik pada karya Ade menjadi berkarakter dan dinamis.

Awalnya, Ade mengerjakan sendiri pengelasan untuk membuat lampu hias itu, namun lama-kelamaan, karena permintaan yang semakin banyak, akhirnya dia melatih beberapa orang teknik mengelas tersebut. “Pengelasan itu perlu ketelatenan. Tingkat kesulitan pengelasan lebih tinggi dibandingkan dengan pengecatan,” papar Ade. Sampai saat ini, Ade sudah mempekerjakan empat karyawan untuk membuat kerajinan dari filter oli tersebut.

Terbukti, dari mata kreativitas, dikombinasi dengan tangan dingin, sampah pun bisa menjadi barang yang ciamik dengan nilai ekonomis yang menarik.