Intisari-Online.com - Menurunnya kualitas hutan menjadi ancaman bagi keanekaragaman hayati dan keutuhan alam Indonesia. Tak terkecuali bagi hutan yang stastusnya sudah dijadikan sebagai taman nasional, seperti yang terjadi di kawasan Taman Nasional Gunung Halimun Salak (TNGHS).
Balai TNGHS menyebutkan degradasi di kawasan Halimun Salak mencapai 19,4 persen atau sekitar 22.000 hektar. Degradasi tersebut berupa fragmentasi dan deforestasi. Hutan asli telah berubah struktur tegakkannya (pohon kayu), menjadi hutan sekunder, hutan produksi, dan hutan tanaman. Banyak kawasan hutan yang berubah menjadi semak belukar dan padang ilalang. Degradasi ini paling mengkhawatirkan karena luasnnya mencapai 8.323,5 hektar. Laju kerusakan hutan rata-rata 1,3 persen per tahun. Titik-titik kerusakannya berada di perbatasan Taman Nasional dengan lahan permukiman atau pertanian milik masyarakat.
Berbagai upaya dilakukan oleh pengelola TNGHS untuk mengatasi problem degradasi hutan. Di antaranya dengan mencetuskan program Adopsi Pohon dan Masyarakat Kampung Konservasi. Program tersebut diharapkan tak hanya memulihkan kawasan hutan yang terdegradasi di Taman Nasional saja. Tetapi juga diharapkan bisa mendorong partisipasi masyarakat dalam menjaga keutuhan ekosistem hutan. Dengan begitu, terciptanya keutuhan hutan bisa berdampak nyata bagi kesejahteraan masyarakat. Di sini filosofi “leuweung hejo, masyarakat ngejo” (hutan hijau, masyarakat sejahtera secara ekonomi) menjadi prinsip dasar yang menjadi acuan program tersebut.
Gayung bersambut lantaran ada beberapa pihak swasta yang ikut menyokong program ini. Salah satunya adalah PT. Amerta Indah Otsuka, produsen minuman isotonik POCARI SWEAT dan makanan bernutrisi SOYJOY. Keterlibatan PT. Amerta Indah Otsuka ini tentu saja sebagai bentuk tanggung jawab sosial perusahaan mereka. Lagi pula sebagai produsen minuman, mereka berkepentingan mempertahankan keutuhan ekosistem hutan agar pasokan air tetap terjaga.
Conservation International Indonesia, Perkumpulan GEDEPAHALA, TNGHS, dan masyarakat setempat juga ikut terlibat dalam program adopsi pohon bertajuk “Satu Hati Peduli Lingkungan” ini. Sebanyak 25.000 pohon di tanam pada lahan seluas 40 hektar di kawasan TNGHS yang terdegradasi pada Kamis 13 Desember 2012.
Pohon yang ditanam berupa pohon keras seperti, rasamala puspa, dan aren. Pohon rasamala dan puspa merupakan pohon asli TNGHS yang memiliki daya tahan cukup tinggi. Pohon ini ditanam di dalam kawasan Taman Nasional. Sedangkan pohon aren dipilih sebagai pohon produktif yang dapat dimanfaatkan oleh masyarakat sekitar, dan ditanam di perbatasan kawasan sebagai area sabuk hijau (greenbelt). Diperkirakan dalam waktu minimal 5 tahun ke depan, pohon aren bisa memberikan dampak ekonomi bagi masyarakat sekitar. Misalnya, melalui pengolahan sagu, kolang-kaling, atau ijuk yang dihasilkan pohon aren tersebut.
Namun demikian, program penanaman pohon (di kawasan hutan) dan penghijauan ini tak pernah mudah. Tak ada kepastian dan jaminan pohon yang ditanam bakal tetap hidup untuk waktu lama. Oleh karena itu, dukungan dan keterlibatan aktif berbagai pihak terkait serta masyarakat bakal menentukan keberhasilan program adopsi pohon.
Program akan semakin berhasil dengan adanya manfaat yang bisa dirasakan semua pihak yang terlibat. Maka, program adopsi pohon dengan program kampung konservasi hutan yang berbasis pemberdayaan ekonomi masyarakat dianggap format paling tepat.
Kepala Balai Besar Taman Nasional Gunung Halimun Salak, Agus Priambudi, menyatakan, program adopsi pohon ini sejalan dengan program Kementerian Kehutanan “Gerakan Menanam 1 Miliar Pohon”. Tujuannya, mengembalikan kondisi hutan yang semula berfungsi sebagai hutan monokultur menjadi fungsi hutan konservasi hutan hujan tropis dataran tinggi. “Jika berhasil, program ini dapat memulihkan ekosistem hulu sehingga dapat menjalankan fungsinya sebagai penyeimbang sumber kehidupan bagi aktivitas urban di kota-kota besar se-Jawa Barat dan wilayah ibu kota Jakarta,” papar Agus.