Intisari-online.com -Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) adalah salah satu provinsi di Indonesia yang memiliki sejarah dan budaya yang kaya.
Provinsi ini berdiri pada tahun 1950, setelah mendapatkan pengakuan dari pemerintah pusat sebagai daerah otonom khusus.
Namun, perjuangan untuk mencapai status istimewa ini tidaklah mudah. Di baliknya, ada peran besar dari Sultan Hamengkubuwono IX, yang merupakan pemimpin Keraton Yogyakarta dan tokoh nasional.
Sultan Hamengkubuwono IX lahir pada tahun 1912 dengan nama Gusti Raden Mas Dorodjatun.
Ia adalah putra kesembilan dari Sultan Hamengkubuwono VIII dan Raden Ajeng Kustilah.
Sejak kecil, ia sudah dididik untuk menjadi seorang pemimpin yang cerdas, berani, dan berjiwa nasionalis. Ia menempuh pendidikan di Belanda dan menguasai beberapa bahasa asing. Ia juga aktif dalam organisasi mahasiswa dan gerakan kemerdekaan Indonesia.
Pada tahun 1940, ia naik tahta menjadi Sultan Hamengkubuwono IX, menggantikan ayahnya yang meninggal dunia.
Ia menjadi sultan muda yang berusia 28 tahun.
Lima tahun kemudian, Indonesia memproklamasikan kemerdekaannya dari penjajahan Belanda.
Sultan Hamengkubuwono IX menyambut proklamasi ini dengan antusias dan memberikan dukungan penuh kepada Republik Indonesia.
Ia mengeluarkan maklumat pada tanggal 5 September 1945, yang menyatakan bahwa Keraton Yogyakarta bergabung dengan Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI).
Maklumat ini merupakan langkah bersejarah yang menunjukkan loyalitas dan patriotisme Sultan Hamengkubuwono IX kepada bangsa dan negara.
Ia juga membentuk Komite Nasional Indonesia Daerah (KNID) di Yogyakarta, sebagai wadah perjuangan rakyat Yogyakarta dalam mempertahankan kemerdekaan Indonesia.
Selain itu, ia juga membuka keratonnya untuk menjadi markas besar Tentara Keamanan Rakyat (TKR), cikal bakal Tentara Nasional Indonesia (TNI).
Ia bahkan rela melepas mahkota dan gelarnya untuk menjadi seorang prajurit.
Sultan Hamengkubuwono IX juga berperan penting dalam menghadapi agresi militer Belanda yang ingin merebut kembali Indonesia.
Ketika ibu kota Indonesia dipindahkan dari Jakarta ke Yogyakarta pada tahun 1946, ia menyediakan istananya untuk menjadi tempat tinggal Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta.
Ia juga terlibat dalam perundingan dengan Belanda, baik di Linggarjati maupun di Renville.
Ia berusaha untuk mencari jalan damai tanpa mengorbankan kedaulatan Indonesia.
Namun, ketika Belanda melancarkan agresi militer kedua pada tanggal 19 Desember 1948, Sultan Hamengkubuwono IX tidak tinggal diam.
Kemduian memimpin perlawanan rakyat Yogyakarta melawan penjajah.
Ia juga berhasil menyelamatkan Presiden Soekarno dan Wakil Presiden Mohammad Hatta dari penangkapan Belanda.
Baca Juga: Baru Saja Gabung, Kaesang Pangarep Langsung Jadi Ketua Umum PSI, Kok Bisa?
Kemudian mengangkat Sjafruddin Prawiranegara sebagai presiden sementara yang berkedudukan di Sumatra.
Juga mengirim utusan ke Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) untuk meminta bantuan internasional.
Perlawanan Sultan Hamengkubuwono IX dan rakyat Yogyakarta berhasil membangkitkan semangat juang seluruh rakyat Indonesia.
Pada tanggal 1 Maret 1949, terjadi Serangan Umum 1 Maret yang berhasil merebut kembali ibu kota Yogyakarta dari tangan Belanda.
Serangan ini merupakan puncak dari perjuangan rakyat Yogyakarta dan menjadi bukti bahwa Indonesia masih ada dan berdaulat.
Serangan ini juga mendapat perhatian dunia dan menekan Belanda untuk mengakui kemerdekaan Indonesia.
Setelah Indonesia merdeka, Sultan Hamengkubuwono IX tetap berkontribusi bagi pembangunan negara.
Ia menjadi Gubernur Daerah Istimewa Yogyakarta yang pertama pada tahun 1950, setelah mendapatkan persetujuan dari pemerintah pusat untuk menjadikan Yogyakarta sebagai daerah otonom khusus.
Ia juga menjabat sebagai menteri negara dalam beberapa kabinet, antara lain Kabinet Ali Sastroamidjojo I, Kabinet Djuanda, Kabinet Kerja I, dan Kabinet Ampera.
Juga menjadi Wakil Presiden Indonesia kedua pada tahun 1973, mendampingi Presiden Soeharto.
Selain itu, Sultan Hamengkubuwono IX juga dikenal sebagai Bapak Pramuka Indonesia. Ia merupakan Ketua Kwartir Nasional Gerakan Pramuka yang pertama pada tahun 1961.
Baca Juga: Sah, Kaesang Pangarep Resmi Gabung Ke PSI, Giring Yang Langsung Menyerahkan KTA-nya
Ia sangat peduli dengan pembinaan generasi muda Indonesia melalui kegiatan pramuka.
Kemudian juga memberikan contoh dengan menjadi pramuka dewasa dan mengenakan seragam pramuka dalam berbagai kesempatan.
Sultan Hamengkubuwono IX meninggal dunia pada tanggal 2 Oktober 1988 di Jakarta. Ia dimakamkan di Imogiri, Bantul, Yogyakarta.
Ia digantikan oleh putranya, Sultan Hamengkubuwono X, yang masih memimpin Keraton Yogyakarta hingga saat ini.
Sultan Hamengkubuwono IX meninggalkan warisan yang tak ternilai bagi bangsa Indonesia. Ia adalah sosok yang berani, bijaksana, dan berbudi luhur.
Ia adalah sultan yang mencintai rakyatnya dan negaranya. Ia adalah pahlawan yang berjasa bagi kemerdekaan dan kemajuan Indonesia.