Intisari-online.com - Ternate adalah salah satu pulau di Kepulauan Maluku yang memiliki sejarah panjang dan kaya akan rempah-rempah.
Dua rempah yang paling terkenal dari Ternate adalah cengkeh dan pala, yang menjadi komoditas perdagangan yang sangat diminati oleh bangsa-bangsa Eropa sejak abad ke-16.
Cengkeh dan pala tidak hanya memiliki nilai ekonomi yang tinggi, tetapi juga memiliki makna sejarah dan identitas bagi masyarakat Ternate.
Cengkeh adalah bunga kering dari pohon Syzygium aromaticum, yang termasuk dalam keluarga Myrtaceae.
Cengkeh memiliki aroma dan rasa yang kuat, serta khasiat obat untuk mengobati berbagai penyakit.
Cengkeh juga digunakan sebagai bahan pembuatan rokok kretek, minyak atsiri, parfum, dan bumbu masakan.
Pohon cengkeh merupakan tanaman asli dari Kepulauan Maluku (Ternate dan Tidore) yang dahulu dikenal oleh para penjelajah sebagai Spice Islands.
Pala adalah biji berwarna coklat kemerahan yang berada di dalam buah Myristica fragrans, dari keluarga Myristicaceae.
Pala memiliki aroma dan rasa yang harum, serta khasiat obat untuk mengatasi gangguan pencernaan, nyeri otot, insomnia, dan depresi.
Pala juga digunakan sebagai bahan pembuatan minuman, kue, es krim, selai, dan bumbu masakan.
Pohon pala juga merupakan tanaman asli dari Kepulauan Maluku (Banda) yang menjadi sumber utama produksi pala di dunia.
Baca Juga: Apakah Makna Penting yang Ada Dalam Praktik Gotong Royong?
Cengkeh dan pala menjadi simbol sejarah Ternate karena peran mereka dalam mempengaruhi jalannya sejarah politik dan ekonomi di wilayah tersebut.
Kedua rempah ini menjadi rebutan antara Portugis, Spanyol, Belanda, Inggris, dan Prancis, yang berusaha memonopoli perdagangan rempah-rempah di Maluku.
Perang antara bangsa-bangsa Eropa ini berdampak pada hubungan antara kerajaan-kerajaan lokal di Maluku, seperti Ternate, Tidore, Bacan, Jailolo, dan Makian.
Salah satu contoh peristiwa sejarah yang berkaitan dengan cengkeh dan pala adalah eradikasi (pemusnahan) pohon-pohon cengkih oleh Belanda pada tahun 1652.
Belanda melakukan hal ini untuk mengendalikan harga cengkeh di pasar dunia dan menghapus persaingan dari produsen lain.
Eradikasi ini menyebabkan kerugian besar bagi masyarakat Ternate yang bergantung pada cengkeh sebagai sumber penghasilan utama mereka.
Namun, ada beberapa pohon cengkih yang berhasil diselamatkan oleh masyarakat Ternate dari keganasan Belanda.
Pohon-pohon cengkih ini dikenal sebagai Cengkih Afo, yang berarti cengkih tua dalam bahasa Ternate.
Cengkih Afo merupakan pohon-pohon cengkih tertua di dunia yang masih hidup hingga saat ini.
Usia pohon-pohon ini diperkirakan antara 200 hingga 400 tahun.
Pohon-pohon Cengkih Afo ini menjadi saksi bisu sejarah rempah Maluku dan menjadi objek wisata sejarah di Ternate.
Baca Juga: Manfaat Tradisi Nganggung, Kegiatan Gotong Royong Yang Dilakukan Masyarakat Melayu Bangka Belitung
Cengkeh dan pala juga menjadi simbol identitas Ternate karena menjadi bagian penting dari budaya dan tradisi masyarakat Ternate.
Cengkeh dan pala digunakan sebagai bahan upacara adat, ritual keagamaan, pernikahan, pemakaman, penyembuhan, dan lain-lain.
Kemudian Cengkeh dan pala juga menjadi lambang kejayaan dan kebanggaan masyarakat Ternate sebagai penghasil rempah-rempah terbaik di dunia.
Cengkeh dan pala merupakan warisan budaya yang harus dilestarikan dan dikembangkan oleh masyarakat Ternate.
Tidak hanya itu Cengkeh dan pala memiliki manfaat ekonomi, tetapi juga memiliki nilai sejarah dan identitas yang tinggi.
Cengkeh dan pala adalah simbol dari kekayaan alam, kearifan lokal, dan semangat perjuangan masyarakat Ternate.