Mengenal Hamengkubuwono VII, Raja Mataram Islam yang Kaya Raya dan Dermawan

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Hamengkubuwono VII
Hamengkubuwono VII

Intisari-online.com - Hamengkubuwono VII adalah raja ketujuh dari Kesultanan Yogyakarta, yang memerintah dari tahun 1877 hingga 1921.

Dia lahir dengan nama Gusti Raden Mas Murtejo pada tanggal 4 Februari 1839, sebagai putra tertua dari Sultan Hamengkubuwono VI.

Dia naik tahta menggantikan ayahnya pada tanggal 22 Desember 1877.

Masa pemerintahan Hamengkubuwono VII ditandai dengan banyaknya perkembangan di bidang ekonomi, pendidikan, dan budaya.

Dia berhasil memanfaatkan peluang dari pendirian pabrik gula di Yogyakarta, yang berjumlah 17 buah.

Setiap pendirian pabrik memberikan keuntungan sebesar F200.000,00 kepada Sultan.

Hal ini membuatnya sangat kaya sehingga mendapat julukan Sultan Sugih.

Selain kaya, Hamengkubuwono VII juga dikenal sebagai raja yang bijaksana dan dermawan.

Dia banyak membangun fasilitas umum, seperti jalan, jembatan, irigasi, dan rumah sakit.

Dia juga mendirikan sekolah-sekolah modern, baik untuk putra maupun putri.

Bahkan mengirim beberapa putranya belajar ke Belanda untuk menimba ilmu.

Baca Juga: Hanya Ditemani Seekor Anjing, Beginilah Cerita Mboh Iyem Menjaga Gua Langse, Tempat Pendiri Mataram Islam Bertapa

Hamengkubuwono VII juga menghargai kebudayaan Jawa dan Islam.

Dia memperluas wilayah kerajaannya dengan cara damai dan diplomatis.

Juga meningkatkan kesejahteraan rakyatnya dengan cara adil dan bijaksana.

Dia menghormati ulama dan kyai sebagai pemimpin agama.

Ia juga melestarikan seni dan budaya Jawa, seperti wayang, gamelan, tari, dan batik.

Pada tanggal 29 Januari 1921, Hamengkubuwono VII yang saat itu berusia 81 tahun memutuskan untuk turun tahta dan mengangkat putra mahkotanya yang keempat (Gusti Raden Mas Sujadi, bergelar Gusti Pangeran Harya Purbaya) sebagai penggantinya.

Dia meninggal pada tanggal 30 Desember 1921 dan dimakamkan di Saptarengga Mausoleum, Pajimatan Imogiri Tombs.

Hamengkubuwono VII adalah salah satu raja Mataram Islam yang paling berpengaruh dalam sejarah Indonesia.

Dia membawa Yogyakarta ke arah modernisasi tanpa meninggalkan tradisi dan nilai-nilai luhur.

Dia layak dihormati dan diingat sebagai raja yang kaya raya dan dermawan.

Hamengkubuwono VII memiliki banyak putra dan putri dari beberapa permaisuri dan selir.

Salah satu putranya yang terkenal adalah Gusti Raden Mas Akhaddiyat, yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegara I.

Baca Juga: Mengunjungi Cepuri Parangkusumo, Konon Jadi Saksi Bisu Pertempuan Pendiri Mataram Islam Dan Nyi Roro Kidul

Dia adalah putra mahkota yang pertama dan seharusnya menggantikan ayahnya sebagai Sultan.

Namun, dia tiba-tiba meninggal dunia pada tahun 1919 dan sampai saat ini belum jelas penyebab kematiannya.

Putra mahkota yang kedua adalah Gusti Raden Mas Sujadi, yang bergelar Gusti Pangeran Harya Purbaya.

Dia adalah putra dari permaisuri pertama, Gusti Kanjeng Ratu Sultan.

Dia menggantikan ayahnya sebagai Sultan dengan gelar Hamengkubuwono VIII pada tahun 1921.

Putra mahkota yang ketiga adalah Gusti Raden Mas Suryodiningrat, yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegara II.

Dia adalah putra dari permaisuri kedua, Gusti Kanjeng Ratu Kencana.

Dia diberhentikan dari jabatannya karena alasan kesehatan pada tahun 1918.

Putra mahkota yang keempat adalah Gusti Raden Mas Juminah, yang bergelar Kanjeng Gusti Pangeran Adipati Anom Hamengkunegara III.

Dia adalah putra dari selir, Nyai Ratu Kusumawardani.

Lalu menggantikan kakaknya sebagai putra mahkota pada tahun 1918 dan kemudian menjadi bupati Kulon Progo pada tahun 1921.

Dia adalah kakek dari seniman Indonesia, Bagong Kussudiardja.

Salah satu putrinya yang terkenal adalah Ratu Angger, yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu Adil.

Beliau adalah putri dari permaisuri pertama, Gusti Kanjeng Ratu Sultan. Dia menikah dengan Mangkunegara VII, raja Mangkunegaran pada tahun 1896.

Dia dikenal sebagai wanita cantik dan cerdas yang memiliki pengaruh besar dalam politik dan budaya Jawa.

Salah satu putrinya yang lain adalah Ratu Madoeretna, yang bergelar Gusti Kanjeng Ratu Kencono.

Dia adalah putri dari permaisuri kedua, Gusti Kanjeng Ratu Kencana.

Lalu menikah dengan Paku Alam VIII, raja Pakualaman pada tahun 1900.

Ia dikenal sebagai wanita salehah dan dermawan yang banyak membantu rakyat miskin dan yatim piatu.

Hamengkubuwono VII meninggalkan warisan berupa keturunan yang berbakat dan berbudi luhur.

Mereka melanjutkan perjuangan ayahnya dalam membangun Yogyakarta menjadi daerah istimewa yang maju dan berbudaya.

Artikel Terkait