Intisari-online.com - Soekarno, Presiden Pertama Indonesia, pernah menjadi target pembunuhan beberapa kali dalam sejarah.
Salah satu yang paling menegangkan adalah kejadian pada 14 Mei 1962, saat Soekarno sedang menjalankan sholat Idul Adha di halaman Istana Negara.
Saat jamaah Islam sedang dalam posisi rukuk, terdengar teriakan keras dan tembakan.
Seorang simpatisan Darul Islam/Tentara Islam Indonesia (DI/TII), Sanusi Firkat, mencoba menembak Soekarno dengan pistol dari jarak dekat.
Namun, berkat aksi cepat dan heroik dari empat ajudan presiden, rencana pembunuhan itu berhasil digagalkan.
Keempat ajudan itu adalah Mangil Martowidjojo, Amoen Soedradjat, Abdul Karim dan Soesilo.
Mangil, yang saat itu merupakan Perwira Tinggi Polisi dari Detasemen Kawal Presiden, melihat tangan kanan Sanusi mengacungkan pistol dari sudut matanya.
Ia langsung lari ke depan dan meloncat untuk melindungi Soekarno dengan tubuhnya.
Sementara itu, Amoen, Abdul Karim dan Soesilo, yang mengenakan pakaian sipil, juga berusaha menangkap dan menaklukkan Sanusi.
Dalam peristiwa itu, Amoen dan Soesilo tertembak di bagian kaki dan tangan.
Soekarno sendiri selamat dari serangan itu tanpa luka.
Baca Juga: 2 Contoh Teks Khutbah Idul Adha Keteladanan Nabi Ibrahim dalam Peristiwa 'Pengorbanan' Nabi Ismail
Ia kemudian dibawa ke dalam Istana oleh Mangil dan Soedarso. Setelah sadar dari kejutan, ia langsung menanyakan kondisi ajudannya yang terluka.
"Mangil, piye kondisine Amoen?" tanya Soekarno dengan bahasa Jawa, seperti dikutip dari buku "Kesaksian Mangil tentang Soekarno".
Mangil menjawab bahwa Amoen dan Soesilo sudah dibawa ke rumah sakit untuk mendapatkan perawatan.
Ia juga melaporkan bahwa Sanusi berhasil ditangkap bersama lima orang lainnya yang terlibat dalam rencana pembunuhan itu.
Sanusi ternyata adalah salah satu loyalis tokoh DI/TII, SM.
Kartosoewirjo, yang memerintahkan pembunuhan Soekarno.
Dalam persidangan, Sanusi dan lima rekannya dihukum mati oleh pengadilan militer.
Sedangkan Kartosoewirjo sendiri ditangkap pada 1962 dan dieksekusi pada 1965 setelah permintaan grasinya ditolak oleh Soekarno.
Peristiwa 14 Mei 1962 menjadi salah satu bukti kesetiaan dan pengabdian para ajudan presiden kepada Soekarno.
Mereka rela bertaruh nyawa untuk menjaga keselamatan orang nomor satu di republik ini.
Ajudan Presiden Indonesia adalah anggota Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) atau Tentara Nasional Indonesia (TNI) yang bertugas melaksanakan pengamanan secara fisik terhadap keselamatan Presiden Indonesia, Wakil Presiden Indonesia, beserta keluarga utamanya.
Pengamanan dilakukan dalam jarak dekat.
Ajudan Presiden Indonesia juga bertugas untuk memberikan dukungan berbentuk staf dan pelayanan administrasi sehari-hari kepada Presiden Indonesia, Wakil Presiden Indonesia beserta keluarga utamanya.
Ajudan Presiden Indonesia melaksanakan tugasnya dalam kegiatan resmi maupun kegiatan rutin sehari-hari.
Syarat utama untuk menjadi ajudan presiden adalah berpangkat perwira menengah (kolonel) untuk ajudan presiden dan wakil presiden, dan berpangkat perwira pertama untuk ajudan istri atau suami presiden dan wakil presiden.
Ajudan presiden berada di bawah koordinasi sekretaris militer presiden. Ketika bertugas, mereka juga dibantu oleh asisten ajudan yang berasal dari perwira pertama TNI AD, TNI AL, TNI AU, dan Polri.
Fungsi utama dari ajudan presiden adalah pelaksanaan pengamanan fisik pasif, yaitu menghadapi kontijensi dan situasi keamanan di tempat pada suatu acara yang akan dihadiri.
Mereka juga mengomunikasikan hal-hal yang berkenaan dengan suatu acara, pengamanan maupun hal-hal yang berhubungan dengan kegiatan presiden dan wakil presiden kepada pihak terkait.
Fungsi selanjutnya adalah melaksanakan tugas pelayanan administrasi maupun hal yang bersifat protokoler.
Para ajudan perlu mendalami hal-hal seperti rencana acara atau kegiatan yang akan dilaksanakan, sehingga dapat menginformasikan atau mengingatkan presiden dan wakil presiden terkait hal-hal yang perlu dipersiapkan.
Lebih lanjut, ajudan perlu menguasai masalah yang berkaitan dengan aturan protokoler yang bersifat nasional dan internasional.
Fungsi terakhir adalah pelaksanaan pengamanan dan menjaga kerahasiaan dokumen-dokumen negara sesuai klasifikasi.