22 Juni 1527, Peristiwa Bersejarah Ketika Pelabuhan Sunda Kelapa Dibebaskan dari Cengkeraman Portugis

Afif Khoirul M
Afif Khoirul M

Editor

Sejarah pelabuhan Sunda Kelapa, yang direbut oleh Fatahillah.
Sejarah pelabuhan Sunda Kelapa, yang direbut oleh Fatahillah.

Intisari-online.com -Jakarta, kota metropolitan yang menjadi ibu kota Indonesia, memiliki sejarah panjang dan berliku.

Kota ini bermula dari sebuah pelabuhan kecil bernama Sunda Kelapa yang menjadi pusat perdagangan rempah-rempah di Nusantara.

Pelabuhan ini menarik perhatian bangsa-bangsa asing, terutama Portugis, yang ingin menguasai sumber daya alam di wilayah ini.

Pada tahun 1522, Kerajaan Sunda yang berpusat di Pakuan Pajajaran (Bogor) mengadakan perjanjian dengan Portugis.

Dengan tujuan, untuk membangun benteng di Sunda Kelapa sebagai perlindungan dari serangan musuh, terutama Kesultanan Demak yang beragama Islam.

Namun, perjanjian ini ternyata menjadi bumerang bagi Kerajaan Sunda, karena Portugis justru berusaha memperluas pengaruhnya di pelabuhan tersebut.

Pada tahun 1526, Sultan Trenggana dari Demak mengirimkan pasukan perangnya di bawah pimpinan Fatahillah (Faletehan) untuk menaklukkan Sunda Kelapa.

Fatahillah adalah seorang panglima yang berasal dari Pasei, Aceh, yang pernah ditaklukkan oleh Portugis pada tahun 1521.

Ia memiliki dendam terhadap bangsa penjajah tersebut dan ingin membebaskan Nusantara dari cengkeramannya.

Fatahillah bersekutu dengan Kesultanan Cirebon dan Banten untuk menghadapi Portugis dan sekutunya, Kerajaan Sunda.

Ia memimpin armada laut yang terdiri dari kapal-kapal tradisional seperti lancaran dan pangajawa yang lebih ringan dan lincah daripada kapal-kapal galleon milik Portugis yang besar dan berat.

Baca Juga: 20 Ucapan Hari Hutan Hujan Sedunia 2023, Peristiwa Penting Bagi Bumi

Juga memiliki pasukan darat yang terlatih dan berani.

Setelah melalui pertempuran sengit, baik di laut maupun di darat, akhirnya pada tanggal 22 Juni 1527, Fatahillah berhasil mengusir Portugis dari Sunda Kelapa.

Ia kemudian mengganti nama pelabuhan itu menjadi Jayakarta, yang berarti kota kemenangan. Jayakarta menjadi cikal bakal kota Jakarta yang kita kenal sekarang.

Peristiwa 22 Juni 1527 ini merupakan salah satu momen penting dalam sejarah perjuangan bangsa Indonesia melawan kolonialisme asing.

Peristiwa ini juga menandai awal penyebaran Islam di wilayah Jawa Barat dan sekitarnya.

Oleh karena itu, setiap tahunnya tanggal 22 Juni diperingati sebagai hari jadi kota Jakarta.

Setelah Jayakarta dibebaskan dari Portugis, kota ini berkembang menjadi pusat perdagangan dan politik di Jawa Barat.

Fatahillah membangun benteng, masjid, dan istana di sekitar pelabuhan.

Ia juga mengirimkan utusan ke berbagai kerajaan di Nusantara untuk menjalin hubungan baik dan menyebarluaskan agama Islam.

Namun, kejayaan Jayakarta tidak berlangsung lama.

Pada tahun 1619, Belanda yang tergabung dalam VOC (Vereenigde Oostindische Compagnie) menyerang kota ini dengan armada besar yang dipimpin oleh Jan Pieterszoon Coen.

Baca Juga: 30 Ucapan Ulang Tahun Jakarta 2023, Kenang Peristiwa 496 Tahun Silam

Belanda berhasil mengalahkan pasukan Jayakarta yang dipimpin oleh Pangeran Jayawikarta, keponakan Fatahillah.

Belanda kemudian mengganti nama Jayakarta menjadi Batavia, yang berasal dari nama suku nenek moyang mereka, Batavieren.

Belanda membangun kota ini dengan gaya Eropa, dengan membuat kanal-kanal, jalan-jalan, dan bangunan-bangunan bergaya kolonial.

Batavia menjadi pusat pemerintahan dan perdagangan VOC di Asia.

Selama lebih dari tiga abad, Batavia berada di bawah kekuasaan Belanda.

Kota ini mengalami berbagai perubahan sosial, ekonomi, dan budaya akibat campur tangan kolonial.

Penduduk asli Batavia terpinggirkan dan terbagi menjadi kelompok-kelompok etnis, agama, dan kelas sosial yang berbeda.

Pada awal abad ke-20, Batavia mulai menjadi pusat pergerakan nasional yang menentang penjajahan Belanda.

Di kota ini, berbagai organisasi dan tokoh perjuangan bangsa Indonesia bermunculan, seperti Budi Utomo, Sarekat Islam, Muhammadiyah, Partai Nasional Indonesia, Sukarno, Hatta, Tan Malaka, dan lain-lain.

Pada tahun 1928, di Batavia juga diselenggarakan Kongres Pemuda Kedua yang melahirkan Sumpah Pemuda dan semangat persatuan Indonesia.

Pada tahun 1942, Jepang menggantikan Belanda sebagai penjajah baru di Indonesia.

Jepang mengubah nama Batavia menjadi Jakarta Tokubetsu Shi atau Jakarta.

Artikel Terkait