Kerajaan Sriwijaya membalas serangan Kerajaan Medang (Mataram Kuno) lewat tangan Kerajaan Wurawari. Dharmawangsa Teguh tewas.
Intisari-Online.com -Semua berawal ketika Raja Kerajaan Medan atau Mataram Kuno, Dhamawangsa Teguh, memutuskan menyerang Kerajaan Sriwijaya.
Saat itu Kerajaan Medang sudah pindah ke Jawa Timur.
Masa pemerintahan Dharmawasang Teguh sendiri berlangsung antara 985 hingga 1017 Masehi.
Apa motif mertua Airlangga itu menyerang Sriwijaya Sang Penguasa Sumatera?
Benar, motif Dharmawangsa adalah motif ekonomi.
Dia ingin Kerajaan Medang merebutpusat perdagangan di Selat Malaka.
Menurut berita Tiongkok dari Dinasti Song, antara Kerajaan Sriwijaya dan Kerajaan Medang terlibat persaingan untuk menguasai jalur perdagangan Asia Tenggara.
Sekitar 988, Kerajaan Sriwijaya sudah mengalami perkembangan pesat.
Khususnya dalam jalur perdagangan.
Kondisi itu mau tak mau membuatDharmawangsa Teguh melakukan penyerangan terhadap Kerajaan Sriwijaya.
Dia ingin pusat perdagangan di Selat Malaka dapat direbut dan dikuasi oleh Medang.
Akan tetapi, serangan Raja Dharmawangsa untuk menaklukkan Sriwijaya ternyata tidak berhasil.
Malangnya, Kerajaan Sriwijaya justru memberi serangan balasan terhadap Kerajaan Medang yang disebut sebagai Serangan Worawari.
Rangkaian serangan ini disebut sebagai peristiwa Pralaya Medang.
Adapun pralaya adalah kehancuran dunia karena konon peristiwa ini telah menewaskan banyak petinggi kerajaan.
Sejarawan menyebut Pralaya Medang terjadi setelah Raja Dharmawangsa Teguh memutuskan untuk menikahkan putrinya dengan Airlangga, pangeran keturunan Bali yang masih merupakan keponakannya sendiri.
Raja Wurawari, yang memiliki ambisi untuk menikahi putri Raja Dharmawangsa Teguh demi mewarisi takhta kerajaan pun merasa kecewa.
Raja Wurawari kemudian bersekutu dengan Kerajaan Sriwijaya, yang sebelumnya pernah diserang oleh Raja Dharmawangsa Teguh.
Bersama dengan Kerajaan Sriwijaya, Raja Wurawari menyerang Kerajaan Medang secara mendadak, yang membuat Raja Dharmawangsa Teguh kalang kabut.
Serangan ini mengakibatkan Raja Dharmawangsa wafat dan runtuhnya Kerajaan Medang.
Sebagaimana tertulis pada Prasati Pucangan, Pralaya Medang terjadi setelah dilangsungkannya pernikahan antara Airlangga dengan putri Raja Dharmawangsa Teguh.
Ibu kota Kerajaan Medang yang terletak di Watan tiba-tiba diserbu dan dibakar oleh Raja Wurawari.
Serangan mendadak ini tentunya tidak pernah diperhitungkan oleh Raja Dharmawangsa Teguh.
Selain karena istana sedang mengadakan pesta perkawinan, Raja Wurawari adalah bawahannya sendiri.
Setelah Kerajaan Medang hancur menjadi abu dan hampir seluruh keluarga Raja Dharmawangsa Teguh tewas, Raja Wurawari memilih untuk kembali ke kerajaannya.
Prasasti Pucangan (Colcatta Stone), menceritakan petaka besar yang menimpa kerajaan Medang di Wwatan itu.
Peristiwanya terjadi pada tahun 938 Saka atau 1016 Masehi.
"pralaya rin yawadwipa i rikan sakakala 939 ri pralaya haji Wurawari maso mijil sanke lwaram ekarnawa rapanikan sayawadwipa rilankala, akweh sira wwan mahawisesa pjah karuhun samanankana dwasa sri maharaja dewata pjah lumah rin san hyan dharma parhyangan i wwatan rin citramasa sakakala 939 skan wala."
Terjemahan umum menurut Agus Santosa di buku Arjunawiwaha, yaitu:
"Pralaya atau petaka di tanah Jawa terjadi tahun 938 Saka karena serangan raja Wurawari yang datang menyerbu dari Lwaram, seluruh pulau Jawa tampak bagaikan lautan (susu). Banyak orang penting gugur, khususnya juga waktu itu sri maharaja gugur dan dimakamkam di candi suci di Wwatan pada bulan Caitra tahun 938 Saka."
Ada dua nama penting di prasasti tersebut, yaitu Lwaram dan Wwatan.
Belum ada kesepakatan tunggal tentang di mana letak Lwaram dan Wwatan ini.
Namun pendapat umum menyebut Lwaram ini pusat kerajaan Wurawari yang dulunya berlokasi di Cepu (Blora).
Ada sebuah desa bernama Ngloram di Cepu, yang kerap dikaitkan dengan Lwaram Wurawari, kerajaan vasal dari Sriwijaya.
Prasasti Pucangan juga menyebutkan bahwa Airlangga berhasil selamat dari peristiwa Pralaya Medang dengan cara melarikan ke dalam hutan bersama abdinya, Narottama.
Pada 1019, Airlangga kemudian mendirikan kerajaan baru yang dikenal sebagai Kerajaan Kahuripan.
Sejak naik takhta, Raja Airlangga memusatkan perhatiannya untuk menaklukkan kembali wilayah-wilayah yang pernah melepaskan diri dari Kerajaan Medang.
Raja Airlangga juga menyerang Raja Wurawari dan semua musuh yang memiliki andil dalam runtuhnya Kerajaan Medang atau Mataram Kuno di Jawa Timur ini.