Beringin kembar yang berdiri kokoh di sekitar Keraton Mataram Islam, termasuk Keraton Yogyakarta, punya makna terkait kehidupan.
Intisari-Online.com -Barangkali banyak dari kita bertanya-tanya, apa fungsi dua beringin--biasa disebut beringin kembar--yang berdiri di alun-alun Keraton Solo atau Keraton Yogyakarta?
Apakah beringin-beringin itu punya makna khusus bagi eksistensi dinasti Mataram Islam?
Ada juga cerita, barangsiapa bisa lewat di tengah dua beringin itu dalam kondisi mata tertutup, niscaya keinginannya akan terkabul.
Benarkah?
Pohon beringin di sekitar keraton, baik Keraton Surakarta maupun Keraton Yogyakarta, bukan sekadar hiasan atau mempercantik tata ruang kota.
Sebagian besar masyarakat Jawa memandang pohon beringin sebagai pohon hayat.
Sering kali pohon beringin besar dan rimbun dianggap menimbulkan rasa gentar dan hormat.
Menurut cerita, pohon beringin termasuk "benda" yang diangkut saat boyongan dari Keraton Kartasura ke Keraton Surakarta.
Rombongan pengangkut yang membawa empat buah pohon beringin pusaka berjalan di depan.
Diikuti oleh rombongan pengangkut lainnya.
Keempat pohon ini kemudian ditanam kembali di ibukota yang baru.
Di kalangan keraton ada istilah"neres ringin kurung" yang secara harafiah berarti "menguliti kulit pohon beringin kurung".
Itu adalah istilah yang dipagai untuk"memberontak terhadap kekuasaan raja".
Pohon beringin memiliki sifat-sifat yang dihubungkan dengan kebesaran Keraton.
Ukurannya besar, tumbuh disegala musim, berumur panjang, dan akar-akarnya dalam dan kuat mencengkram tanah, memiliki kemampuan mengikat air dengan baik.
Daun-daunnya kecil rimbun memberi keteduhan dan pasokan oksigen dalam jumlah besar, memberi rasa aman bagi yang berteduh di bawahnya.
Filosofi dan nama-nama pohon beringin di Keraton Yogyakarta
Pohon beringin yang berada di lingkungan Keraton Yogyakarta termasuk di Alun-alun Utara dan Alun-alun Selatan ini sebenarnya tidak asal di tanam.
Tak hanya sekadar pohon saja, pohon beringin ini ternyata diberikan nama setiap benihnya.
Untuk di daerah Keraton Yogyakarta ini terdapat total 64 pohon beringin yang mengelilingi Alun-alun Utara Yogyakarta, termasuk pohon beringin yang ditanam di dalam area alun-alun.
Angka tersebut merupakan simbol usia Nabi Muhammad SAW saat meninggal dunia (dalam perhitungan Jawa).
Di tengah Alun-Alun Utara, ditanam sepasang pohon beringin dan diberi pagar berbentuk persegi, keduanya juga disebut sebagai ringin kurung yang berarti beringin yang dikurung.
Keberadaan sepasang ringin kurung ini tepat di tengah alun-alun dan mengapit sumbu filosofi, yakni garis imajiner yang membujur antara utara dan selatan, menjadi poros bagi tata ruang Keraton Yogyakarta.
Empat di antara pohon beringin yang mengelilingi alun-alun ini juga memiliki nama.
Dua di utara mengapit Jalan Pangurakan, dua di selatan di depan Bangsal Pagelaran.
Terdapat beberapa versi dari nama keempat pohon beringin tersebut.
Beringin yang di sisi barat dikenal sebagai Kiai Dewadaru, sedang yang di sisi timur dikenal sebagai Kiai Janadaru.
Saat ini, dua pohon yang mengapit Jalan Pangurakan dikenal dengan nama Kiai Wok dan Kiai Jenggot. Kiai Wok berada di sisi barat.
Kemudian Kiai Jenggot berada di sisi timur, namanya berarti rambut yang tumbuh di janggut.
Dua pohon yang berada di depan Bangsal Pagelaran dikenal dengan Agung (kadang hanya disebut Gung) dan Binatur.
Agung yang berada di sisi timur melambangkan priyayi atau penguasa.
Lalu, Binatur yang berada di sisi barat melambangkan kawula atau rakyat.